00


“Ini bayaran untuk kamu hari ini, Luna.”

Senyuman Kaluna merekah tat kala tangannya menggenggam 3 pecahan uang sebesar seratus ribu rupiah. Itu adalah upah hasil kerjanya hari ini—hari pertama Kaluna bekerja untuk menghidup kehidupannya seorang diri,

“Makasih Bu Indah.” ucap Kaluna dengan sungguh-sungguh.

Bu Indah tersenyum menyambut ucapan terima kasih Kaluna. Hatinya merasa menghangat melihat bagaimana Kaluna tersenyum dengan begitu bahagianya ketika mendapatkan uang dari hasil jerih payah gadis itu sendiri,

“Dipegang uangnya ya? Jangan dihambur-hambur, jajanin yang menurut kamu perlu aja, oke?”

Kaluna menganggukkan kepalanya dengan semangat, serta gummy smile yang tidak luput hilang dari wajahnya yang cantik namun terkesan kusam,

“Kalau gitu, Luna pulang dulu ya Bu?” pamit Kaluna, Bu Indah mengangguk memberikan izin Kaluan untuk pulang ke kost-kostannya, “Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Kaluna berlalu meninggalkan rumah makan sederhana yang menjadi tempatnya bekerja itu. Ia pulang ke kostannya dengan berjalan kaki, karena kebetulan, kost-kostannya dan juga rumah makan sederhana ini tidak terlalu jauh, jadi, kalau jalan pun tidak terlalu membuat kaki Kaluna sakit atau pegal-pegal.

Kaluna mengeluarkan senandung-senandung indah dari dalam mulutnya yang menandakan bahwa dirinya benar-benar sedang ada dalam perasaan bahagia yang amat teramat sangat. Kebahagiaan memang tidak pernah terjadi kepada Kaluna. Gadis itu selalu hidup dengan penuh siksaan.

Kaluna ditinggalkan oleh orang tuanya dari sejak kecil, awalnya Kaluna menyangka kalau orang tuanya memang sudah meninggal dunia, tapi, ternyata, kedua orang tua Kaluna membuang Kaluna ke panti asuhan karena alasan biaya. Pada saat itu, kedua orang tua Kaluna menikah dalam keadaan ekonomi yang benar-benar tidak baik.

Kaluna hidup di panti asuhan, disana, tidak ada satupun orang yang mau berteman dengan Kaluna, entah apa alasannya, mereka selalu mengejek Kaluna, menyiksa Kaluna dengan menyubit, menjambak rambut panjang berwarna hitam dan legam milik Kaluna. Gadis itu sampai-sampai mengalami trauma yang berkepanjangan karena ulah orang-orang di panti asuhan sana yang entah bagaimana kabarnya sekarang.

Kaluna sempat di adopsi oleh seorang nenek tua yang berstatus sebagai janda dan tidak memiliki anak. Nenek tua itu begitu baik kepada Kaluna, dia memperlakukan Kaluna selayaknya cucu sendiri. Namun, dua bulan yang lalu, nenek tua itu meninggal dunia karena sakit yang dideritanya. Rumah yang ditempati oleh Kaluna dan nenek tua itu disita oleh adik dari nenek tua tersebut, dan karena itulah, Kaluna harus keluar dari rumah tersebut dan mencari kost-kostan murah yang mau menampungnya untuk hidup.

Beruntung, masih ada orang baik yang mau menolong Kaluna. Pemilik kost-kostan yang Kaluna tempati sekarang adalah seorang perempuan yang memiliki nasib yang sama percis dengan Kaluna. Maka dari itu, dia memberikan tumpangan kepada Kaluna di kost-kostannya secara percuma.

Sebentar lagi, Kaluna seharusnya sampai ke kost-kostannya. Namun, di tengah-tengah, Kaluna malah berhenti. Perhatian gadis itu tertuju kepada seorang wanita dihadapannya yang hendak menyebrang, namun terlalu sibuk dengan ponselnya. Sementara dari arah kiri, ada mobil yang melaju amat sangat kencang ke arah wanita tersebut. Tidak mau melihat seseorang mengalami kecelakaan, Kaluna langsung dengan gesit menarik tubuh wanita itu ke belakang, ketika wanita tersebut hendak melangkahkan satu kakinya ke depan.

Kaluna dan wanita yang umurnya kurang lebih empat puluh tahunan itu langsung terjatuh, dengan posisi wanita itu menimpa Kaluna dan membelakanginya. Kaluna mengaduh kesakitan, dikarenakan tulang ekornya yang langsung bersentuhan dengan aspal. Dia berharap kalau setelah ini, dia tidak kehilangan penglihatannya karena bentukan antara aspal dan tulang ekornya.

Beberapa orang yang ada disana berkerumun, melingkari Kaluna dan wanita tersebut. Salah satu dari mereka membantu wanita itu untuk berdiri dari jatuhnya, dan salah satu dari mereka juga membantu Kaluna. Gadis itu bisa melihat wanita dihadapannya tubuhnya begitu bergetar, rasa takut tergurat di wajah cantiknya yang sudah menunjukkan keriput-keriput kecil,

“Ibu gak apa-apa?” tanya Kaluna kepada wanita tersebut dengan nada suaranya yang menyiratkan betapa khawatirnya Kaluna terhadap perempuan itu.

Wanita itu menganggukkan kepalanya, “kamu enggak apa-apa? Tadi kayanya bagian bokong kamu kebentur aspal, keras sekali loh itu. Mau ke dokter ya sama saya?”

Kaluna menggelengkan kepalanya. Dokter, rumah sakit, adalah tempat yang paling Kaluna hindari untuk beberapa waktu ini. Dia kehilangan nenek angkatnya disana. Rasanya akan sangat menyakitkan jika Kaluna harus kembali kesana. Lagipula ini bukan perkara yang serius, toh, Kaluna sekarang masih bisa melihat dengan jelas, jadi tidak ada yang perlu diperiksa,

“Terima kasih sudah bantu saya, kalau gak ada kamu, mungkin saya udah….. yeah, you know. Saya gak mau nyebutin kata-katanya karena takut.” ucap wanita itu dengan begitu sungguh-sungguh.

Kaluna mengangguk sambil tersenyum,

“Lain kali tolong lebih hati-hati ya bu, disini, pengguna mobil sama motor emang suka seenak jidatnya ngebut-ngebut, jadi ibunya juga harus hati-hati.”

“Iya pasti saya bakalan lebih berhati-hati lagi. Terima kasih sekali lagi.”

Kaluna lagi-lagi mengangguk sebagai jawaban atas rasa terima kasih yang wanita itu berikan kepada Kaluna,

“Saya pamit dulu ya bu. Saya harus buru-buru pulang.”

Wanita itu baru saja mau menawari Kaluna untuk pulang bersama, namun ponselnya yang tiba-tiba berbunyi mengahalangi niatnya. Wanita itu mengangkat telfonnya, dan ketika berbicara di telfon, ia sedikit membalikkan tubuhnya ke belakang sebentar saja, seperti memastikan sesuatu. Kaluna hanya terdiam melihatnya.

Sambungan telfon wanita dengan entah siapa itu pun terputus. Wanita itu kembali menatap Kaluna, dengan tatapan lembutnya, dan tidak lupa senyum manis yang menghiasi wajahnya. Ia kembali berkata dengan sungguh-sunggu,

“Terima kasih, terima kasih sudah bantu saya. Saya harap, saya bisa ketemu kamu kembali, dan membalaskan budi saya kepada kamu. Kalau begitu, saya permisi. Supir saya sudah nunggu disebrang sana. Terima kasih sekali lagi ya.”

Kaluna hanya mengangguk sambil tersenyum dengan begitu hangat. Wanita itu pun berlalu, ditemani dengan beberapa warga yang membantunya untuk menyebrang. Bersamaan dengan itu, Kaluna kembali melanjutkan perjalanannya yang terhenti beberapa menit untuk menolong wanita tersebut.