00


Kalila menahan air matanya ketika melihat hickey yang terpampang nyata di leher Julian. Itu bukan hasil dari perbuatannya, tapi itu hasil dari perbuatan perempuan lain yang ditemui Julian di kelab malam, tempat dia bermain bersama ketiga sahabatnya.

Hubungannya dengan Julian berdiri diatas sebuah perjanjian. Perjanjian ini dibuat sebelum mereka menjalin hubungan. Julian meminta Kalila untuk menandatangani surat perjanjian yang di dalamnya berisikan, keinginan Julian untuk menjalani open relationship atau hubungan terbuka.

Yang dimana maksudnya, hubungan ini bersifat bebas. Jadi, Julian tidak hanya berhubungan dengan Kalila, dia tetap bebas bermain dengan perempuan lain di luaran sana, begitu pula dengan Kalila. Entah apa alasannya, Kalila tidak benar-benar paham, tapi, karena saat itu Kalila begitu mencintai Julian, dia mengiyakan perjanjian tersebut dengan memberikan tanda tangan.

Menyesal? Jangan pernah tanya bagaimana menyesalnya Kalila. Namun, Kalila sadar kalau nasi sudah menjadi bubur, tidak ada yang harus disesali. Cukup Kalila bertahan dan meyakinkan dirinya kalau Julian akan berubah, meskipun lama, tidak apa-apa, Kalila akan tetap sabar menunggunya. Namun, apabila kesabaran itu telah habis, Kalila tidak akan pernah bertahan dan akan memilih pergi.

Benar benar pergi dari hidup Julian.


“Good morning, sayang.” suara lembut dan lingkaran tangan kekar di pinggul ramping Kalila, menyapa pagi gadis itu yang terasa semu.

Kalila terpaksa memperlihatkan senyumannya, sambil tangannya sibuk memotongi beberapa sayuran yang akan ia olah untuk menjadi sarapan dirinya dan juga Julian,

“Bobonya nyenyak?” tanya Kalila dengan lembut.

Julian mengangguk sambil wajahnya ia sembunyikan di ceruk leher Kalila. Mencuri-curi kecupan disana, membuat Kalila terkekeh, namun hatinya menjerit perih,

“Aku mau bikinin kamu sup ya, biar pengar kamu ilang.”

“Thank you, honey.” Julian menjauhkan wajahnya dari ceruk leher Kalila, lalu mengecup pipi Kalila dengan secepat kilat, “hari ini kamu mau ada acara apa?”

“Cuman ke kampus aja sih, habis itu ya pulang, aku kan bukan mahasiswi yang aktif.”

Julian berdehem,

“Kalau gitu, malam ini kita dinner gimana?”

Kalila spontan menghentikan kegiatan memotongnya itu. Ia langsung membalikan tubuhnya untuk menghadap Julian. Matanya menatap Julian dengan tatapan yang berbinar dan tidak percaya,

“Kamu gak boongan kan?”

Julian menggelengkan kepala sambil menyunggingkan senyuman tulusnya,

“Enggak bohong sayang. Pokoknya nanti malem siap siap oke?”

Kalila mengangguk antusias.

Kegundahan, rasa perih, kecewa, marah, dan sakit hatinya sirna begitu saja setelah Julian mengajaknya untuk pergi dinner bersama. Benar-benar hari yang membahagiakan untuk Kalila.