00


“HAH!? DIJODOHIN!?”

Begitulah kira-kira teriakan terkejut Kaira setelah mendengar omongan yang ingin diomongkan oleh kedua orang tuanya kepada Kaira secara langsung.

Dirinya sempat berpikir kalau obrolan ini sangatlah penting dan urgent. Tapi nyatanya, apa yang ingin diobrolkan oleh kedua orang tua Kaira benar-benar amat sangat diluar dugaan gadis itu.

Seumur hidupnya. Dia tidak pernah menjalin hubungan asmara dengan siapapun, lalu tiba-tiba, orang tuanya dengan santainya bilang kalau mereka ingin menjodohkan Kaira dengan seorang anak laki-laki yang merupakan anak dari teman kedua orang tuanya, yang mana, Kaira tidak sama sekali mengenal siapa sosok laki-laki itu,

“Nduk, duduk dulu ya? Biar bapak sama ibu jelasin dulu, kenapa perjodohan ini tercipta. Duduk yang manis ya sayang.” bujuk sang ibunda dengan begitu lembut, wanita paruh baya berdarah Jogjakarta ini sangat pandai menenangkan anak gadisnya itu.

Kaira duduk kembali dari duduknya, dengan ekspresi mukanya yang masih terkejut, namun tidak terkejut seperti pada saat di awal.

Setelah Kaira duduk manis dan tenang di sofanya, baru, mulailah kedua orang tuanya bercerita secara bergantian.

Pada intinya, kedua orang tua Kaira itu berteman baik dengan orang tua dari laki-laki yang akan dijodohkan dengan Kaira, mereka benar-benar sangat dekat, saking dekatnya mereka sudah seperti saudara. Dan, pada suatu hari, saat mereka berlibur ke puncak, ayah dari laki-laki yang akan dijodohkan dengan Kaira itu berucap, kalau mereka sudah menikah dan memiliki anak nanti, mereka sepakat untuk menjodohkan anak mereka.

Karena itu lah kenapa perjodohan ini ada.

Setelah diceritakan panjang lebar, dalam hatinya, Kaira masih merasa tidak adil dan tidak ingin menerima perjodohan ini. Menikah tanpa didasari rasa cinta adalah salah satu hal yang sangat amat tidak diinginkan oleh Kaira, apalagi, gadis itu tidak pernah memiliki pengalaman menjalin hubungan dengan seseorang.

Tapi, sebagai anak perempuan yang sudah di didik untuk selalu patuh kepada orang tua, Kaira tidak bisa komplain apalagi sampai harus menolak permintaan kedua orang taunya. Permintaan mereka bagi Kaira—meskipun sangat amat tidak masuk di akal—masih belum sebanding dengan segala pengorbanan mereka untuk membesarkan Kaira,

“Nduk, setelah di kasih penjelasan ini, ibu sama bapak berharap, nduk bisa menerima perjodohan ini, dan kalian bisa secepatnya ketemu untuk saling kenalan.” pinta sang ibunda dengan suara yang lembut, membuat Kaira semakin tidak bisa untuk melayangkan protes.

“Anaknya baik sekali nduk, dia juga direktur di perusahaan terbesar di Bandung. Bapa percaya kalau dia bisa membahagiakan kamu seperti kami membahagiakan kamu juga.” timpal sang ayah.

Kaira semakin bimbang. Jelas, dia ingin sekali menolak. Selain karena ini adalah perjodohan, Kaira juga belum terpikirkan untuk berumah tangga. Mental Kaira belum 100% siap untuk menjadi seorang istri. Tapi, kembali lagi, Kaira begitu amat sangat menghormati kedua orang tuanya, dia tidak punya hati untuk menolak kemauan kedua orang tuanya itu,

“Iya pa, bu.”

Senyum mereka terpampang nyata di wajah kedua orang tua Kaira. Melihat itu, Kaira ikut tersenyum. Meskipun senyumannya palsu. Berpura-pura terlihat ikhlas dan seolah-olah benar benar menerima perjodohan ini, padahal sebenarnya, Kaira menjerit di dalam hatinya.

Kenapa harus dia yang mengalami hal rumit seperti ini?

Huh, Kaira yakin, setelah ini mungkin saja dia tidak akan pernah bisa menjalani hari-harinya dengan perasaan yang tenang.