—01


“Lah itu bukannya si Rimbil?”

Alaric bermonolog sendiri ketika mobil yang ditumpanginya berhenti di persimpangan jalan, dan matanya melihat Danita yang tengah kebingungan. Melihat Danita yang seperti itu, Alaric bisa menyimpulkan kalau mobil putih yang dikendarai gadis itu tiba-tiba mogok.

Merasa ada kesempatan emas untuk menjahili gadis yang 2 tahun lebih muda darinya tersebut, membuat Alaric menyunggingkan senyuman nakalnya. Ia menurunkan rem tangannya ke bawah, dan menekan pedal gasnya pelan-pelan, lalu menggerakkan mobilnya ke arah Danita.

Alaric memarkirkan mobilnya tepat di depan mobil Danita. Bisa Alaric bayangkan bagaimana kesalnya wajah Danita sekarang karena melihat mobil Alaric ada di depan mobilnya. Pria itu keluar dari dalam mobilnya, lalu berjalan mendekati Danita.

Alaric bisa melihat kejengahan yang tercipta di wajah Danita saat melihat Alaric datang. Tapi, Alaric tidak merasa bersalah sama sekali, membuat Danita kesal adalah stress relief baginya,

“Mogok ya?” Alaric bertanya dengan nada yang terdengar seperti mengejek di telinga Danita.

Danita mendelik sebal, “buta mata lu? Pake nanya segala lagi.” kesal Danita.

Alaric tertawa renyah,

“Kalem dong. Gue nanya baik-baik loh ini, lo jawabnya udah kayak gue ngajak ribut aja.”

“Muka lo emang muka muka ngajak ribut mulu monyet.” jengah Danita.

Alaric tidak membalas ucapan itu. Pria itu hanya tertawa. Ia menyenderkan punggungnya ke bagian belakang mobilnya, sambil tangannya ia lipat di depan dadanya. Danita menatap kesal Alaric yang masih berdiri disana,

“Ngapain sih? Pergi sana lo dari sini.” usir Danita tidak bersahabat.

“Hari ini lo matkul siapa?”

“Urusannya sama lo apa?”

Alaric mendecakkan lidahnya,

“Jawab aja susah amat.”

“Bu Bonita.”

Senyuman jahil di wajah lelaki itu tercipta tat kala mendengar jawaban yang keluar dari mulut Danita,

“Sebagai kakak tingkat lu, gue cuman mau bilang sama lu, kalau Bu Bonita itu—”

“Galak kan?” potong Danita, “udah tau, gak usah ngasih tau gue.”

Alaric mengangguk setuju. Ia membenarkan ucapan Danita diatas,

“Dia juga pelit nilai sama orang yang selalu telat dateng ke kelas, sama yang baru pertama kali telat juga sih suka pelit nilai. Soalnya kan, you know telat itu kebiasaan, jadi ya bisa aja nanti terulang terus kebiasaan telat itu.” Alaric melanjutkan ucapannya, “enggak perduli nanti pas ujian lu dapet nilai sebagus apapun, nilai akhirnya bakalan C atau E, apalagi kalau lu telat masuk kelas dia. Bahaya banget deh itu dosen satu.”

“Maka dari itu, gue menawarkan lo sebuah privilege, yaitu, dengan mengantarkan lo ke kampus, biar lo selamat dari hukuman Bu Bonita.”

Danita menggeleng angkuh,

“No need to. Gue udah mesen gojek kok.”

Alaric mengangguk, “ya udah kalau gitu.”

Tiba-tiba ponsel Danita berbunyi. Alaric melihat Kaluna yang buru-buru mengangkat telfon tersebut. Lelaki itu bisa pastikan kalau itu adalah driver ojek online yang akan menjemput Danita,

“Hallo. Iya pak, saya Danita. Hah? Bapak minta di cancel?”

Alaric menahan tawanya ketika melihat Danita yang tiba-tiba memelankan suaranya ketika mengatakan kata di akhir,

“Bapak ini gimana sih, niat nyari uang gak? Bapak suruh cancel gitu aja. Ya terus kalau jauh kenapa? Apaan sih driver jaman sekarang pada manja banget. Emang udah kerjaan lo nge pick up penumpang mau jauh mau enggak. Terserah bapak lah, saya bisa aja laporin ini ke mitra gojek bapak ya? Saya merasa dirugikan udah nunggu beberapa menit disini tapi bapak gak dateng dan tiba-tiba suruh cancel karena tempatnya kejauhan. Gak usah pak, gak usah kesini. Saya merasa dirugikan jadi saya akan mengadu ke pihak gojeknya. Permisi!”

“Jadi gimana?” tanya Alaric menatap Danita dengan satu alis yang terangkat.

Tanpa menjawab apa-apa, Danita dengan wajah yang memerah menahan rasa kesal berjalan mendekati mobil Alaric. Melihat itu, Alaric langsung mengepal kedua tangannya dan membuat gerakan sambil mengatakan yes dengan suara yang pelan,

“Cepet bukan pintunya!” titah Danita ketiia dia sudah tiba di samping pintu mobil milik Alaric.

“Siap!”