02


Baik Janu maupun Kaira.

Mereka berdua sama-sama tidak berharap kalau hari ini akan tiba.

Hari dimana pada akhirnya mereka berdua sama-sama dipertemukan, dan diperkenalkan untuk dijodohkan oleh kedua orang tua mereka.

Baik Janu maupun Kaira, keduanya tidak ada sepatah katapun yang mereka ucapkan, entah itu saling sapa atau mengobrol basa-basi. Yang mereka lakukan hanya diam dan menyantap makanan mereka.

Sementara kedua orang tua mereka sibuk berbincang-bincang tentang hal serius dan sedikit bernostalgia di masa lalu,

“Aduh, ini Janu sama Kaira kok saling diem-dieman sih? Ngobrol dong.” tegur ayah Janu.

Janu dan Kaira langsung menoleh bebarengan, keduanya hanya tertawa kikuk laku kembali lanjut menyantap makanan yang lezat ini,

“Biasa mungkin baru pertama kali ketemu jadi masih malu-malu.” timpal ibunda Kaira.

Ayah Kaira pun menambahkan, “anak saya ini belum pernah berhubungan sama laki-laki, dia benar-benar menjaga kesuciannya untuk Janu, calon suaminya.” ucap Ayah sambil mengelus pundak anak gadisnya itu.

“Oh ya?” ibunda Janu terlihat begitu terkejut.

Kaira hanya mengangguk sambil tersenyum, “iya tante.”

“Masha Allah, gak salah Tante dan Om jodohin kamu sama Janu, kamu bisa bawa dia jadi manusia yang lebih baik lagi.”

Kaira hanya meresponnya dengan sebuah senyuman, lalu sudut matanya diam-diam melirik Janu yang kini sedang menatapnya dengan tatapan sinis. Merasa takut, Kaira pun merunduk, dan lanjut menyantap makanannya.

Namun, belum ada 5 menit Kaira menikmati makanannya. Tiba-tiba Janu bersuara,

“Pah, Mah, Om, Tante, Janu izin ngajak Kaira keluar buat ngobrol berdua ya.”

Keempat orang tua itu mengangguk dengan begitu senangnya. Tapi beda dengan Kaira yang justru ketakutan dan merasa terancam.

Sebelum beranjak dari tempat duduknya, Janu dengan wajah super galaknya, memberikan kode kepada Kaira untuk segera pergi menyusulnya. Mau tidak mau, suka tidak suka, Kaira harus menuruti permintaan lelaki itu.

Sesampainya di luar. Dengan perasaan gugup, Kaira mendekati Janu yang sedang berdiri sambil menatapnya dengan tatapan galak. Sumpah demi Tuhan, Kaira ingin sekali pergi dari hadapan lelaki tampan namun berwajah bengis ini,

“Gue gak mau banyak basa-basi sama lo.” kata Janu memulai percakapan, “lo udah tau nama gue, dan gue juga udah tau nama lo, udah, kita cukup tau itu aja, gak perlu tau hal-hal yang mendalam tentang gue ataupun tentang lo.”

“Kalau tanggal lahir?” sela Kaira.

“Buat apa lo tau tanggal lahir gue?”

“Biar layaknya suami istri, kalau papa sama mama kamu atau bapa sama ibu aku tau kita gak saling tahu tanggal ulang tahun, kan aneh….”

Janu mendengus, tapi dia tetap menjawab,

“14 Februari 1990.”

Kaira tersenyum tipis, “aku 11 April 1997.”

Janu mengangguk paham,

“Oke, kita buat kesepakatan mulai dari sekarang. Pokoknya setelah kita menikah urusan gue tetep jadi urusan gue, dan lo gak perlu ikut campur. Begitu pun juga dengan urusan lo, ya tetep jadi urusan lo, gue gak perlu tau.”

Kaira mengangguk. Dia paham, pasti Janu tidak merasa nyaman dan aman kalau ada orang asing yang mengetahui privasi lelaki itu. Kaira juga akan merasakan hal yang sama, ketika ada lelaki lain yang mengusik dan mencoba untuk ikut campur dengan privasinya,

“Dan selama kita belum menikah, kita ga perlu chat terlalu intens, kita chat kalau emang disuruh fitting baju atau bahas acara-acara keluarga.”

Kaira lagi-lagi hanya mengangguk,

“Ada lagi?”

“Itu aja buat sekarang, nanti buat kesepakatan pernikahan yang lebih lanjut setelah kita menikah, dan lo harus tanda tangan, kalau sampai lo langgar ataupun gue langgar, lo harus bayar denda. Paham!?”

“Kenapa harus ada denda-denda segala?” Kaira kebingungan.

“Dimana-mana kalau kita bikin sebuah agreement, kalau ada kesepakatan yang dilanggar ya harus ada denda lah.”

Gantian kini giliran Kaira yang mendengus kesal,

“Oke kalau gitu.” dengan pasrah Kaira menjawab, “deal.”