03


“Ya Tuhan.”

Itu adalah kalimat pertama yang keluar dari mulut Kaluna, tat kala mobil yang ditumpanginya bersama Tiffany dan Darmawan tiba di pekarangan rumah—ah, ini sih lebih baik disebut mansion daripada rumah karena sangking besar dan luasnya rumah ini. Seumur hidupnya, Kaluna hanya sering melihat rumah sebesar ini di film-film luar negeri, tapi sekarang, Kaluna melihatnya langsung. Dan dia masih benar-benar tidak percaya akan ini semua,

Tiffany dan Darmawan yang duduk di depan hanya bisa tertawa melihat bagaimana reaksi menggemaskan Kaluna melalui kaca depan mobilnya. Gadis itu terlihat begitu polos, suci, dan menggemaskan. Selain itu, hatinya yang baik juga membuat Tiffany dan Darmawan tergerak untuk membantu Kaluna, dengan membiayai segala fasilitas yang Kaluna butuhkan di masa remajanya sekarang ini.

Mobil yang digunakan oleh Darmawan, Tiffany, dan Kaluna sudah terparkir rapih di garasi mansion mewah ini yang dihiasi oleh berbagai macam jenis mobil mewah, dan juga motor-motor besar yang sering Kaluna lihat di jalan apabila sedang ada pawai atau arak-arakan. Kaluna mendecak kagum, kepalanya menggeleng-geleng melihat pemandangan automotif yang sudah gadis itu yakini harganya begitu mahal.

Tiba-tiba, pintu mobil di buka oleh beberapa ART laki-laki di rumah ini. Kaluna jelas terkejut, namun sedetik kemudian ia menampakkan senyuman kikuknya. Lalu berjalan turun dari dalam mobil mewah tersebut, Tiffany dan Darmawan pun ikut turun. Ketiganya berjalan masuk ke dalam berdampingan. Sementara barang-barang Kaluna—yang dia bawa dari kostan atau barang belanjaan yang tadi Tiffany dan Darmawa belikan untuknya—dibawa oleh beberapa ART laki-laki yang tadi membukakan pintu untuk Kaluna, Darmawan, dan juga Tiffany.

Sesampainya di dalam, Kaluna semakin dibuat kagum karena ternyata, tidak hanya bagian luarnya saja yang mewah dan luas, tapi, bagian dalam mansion ini juga tidak kalah mewah dan luasnya. Mulut Kaluna sampai membuka lebar saking gadis itu terkesimanya dengan kemewahan dari rumah milik Darmawan dan juga Tiffany,

“Kaluna.” panggil Tiffany dengan lembut.

Kaluna langsung sadar, dan melirik Tiffany sambil memasang wajah polosnya. Tiffany tertawa gemas, tangannya ia gunakan untuk mengacak-acak rambut Kaluna,

“Rumah ini, bakalan jadi rumah kamu juga, jadi tante harap, kamu bisa betah ya tinggal di rumah ini?” pinta Tiffany dengan lembut.

Kaluna mengangguk seadanya,

“Nah, sekarang, biar om sama tante antarkan kamu ke kamar ya?” ujar Darmawan.

“Ini beneran om?”

Darmawan terkekeh, “beneran sayang, ayo, kita ke atas sama tante.”

Kaluna menganggukkan kepalanya. Ia lagi-lagi hanya bisa patuh.

Sampai di lantai dua, Darmawan langsung membukakan pintu sebuah kamar. Begitu pintu kamar itu terbuka dengan lebar, Kaluna terkejut sampai-sampai ia menarik nafasnya untuk beberapa saat. Lalu dihembuskannya nafas tersebut,

“Gimana? Suka enggak sama kamarnya?” tanya Tiffany retoris.

Kaluna mengangguk dengan penuh antusias, “tante.” panggil Kaluna menatap Tiffany sebentar, lalu menatap Darmawan sambil berkata, “om.” kemudian, ia menatap lurus ke arah kamarnya dengan tatapan nanar, “makasih banyak, Kaluna bener-bener kaget.”

Darmawan tersenyum penuh arti, kedua tangan kekarnya itu ia arahkan untuk menepuk kedua bahu Kaluna sebentar, lalu berkata,

“Semua ini karena kebaikan kamu.” kata Darmawan.

Kaluna menatap Darmawan bingung, “kebaikan apa yang udah Kaluna lakuin, om?”

Darmawan tersenyum,

“Tante Tiffany, istri om, itu adalah dunia om, kamu sudah menyelamatkan dia dari maut. Terima kasih banyak. Om bener-bener berterima kasih.”

“Tapi Kaluna cuma bantuin aja, dan bukannya manusia emang sudah seharusnya membantu tanpa ngeharepin pamrih ya?”

Tiffany tersenyum lalu merangkul pundak Kaluna. Baik sekali anak ini, pikir wanita itu,

“Memang begitu, tapi, kalau ada yang mau membalas budi, itu gak apa-apa. Lagipula, om dan tante lakuin semua ini dengan ikhlas. Sangat amat ikhlas. Kamu sudah selamatin tante Tiffany, om bisa hancur kalau sore itu kamu gak ada. Gak cuman om, anak laki-laki om yang deket banget sama ibunya, bisa gila kalau sampai Tante Tiffany gak selamat dari kecelakaan itu.”

Kaluna diam menyimak Darmawan,

“Jadi, Kaluna, terima kasih karena sudah jadi pahlawan untuk Om, dan juga Jordan, anak om. Kamu menyelamatkan kami dari pedihnya rasa kehilangan seseorang yang sangat amat berarti. Jadi, biar sekarang om sama tante ngebalas budi ke kamu. Om bener-bener ikhlas, semua ini om lakuin dengan ikhlas.”

“Luna, jangan ditolak lagi ya? Tante sedih kalau kamu nolak loh.”

Kaluna terkekeh,

“Enggak om, tan. Kaluna enggak akan nolak lagi. Sudah lama, Kaluna rindu kehangatan sebuah rumah. Makasih ya om tante, makasih udah mau bantu Kaluna. Kaluna bakalan jadi orang yang berbakti sama om sama tante.”

Setelah berucap seperti barusan. Darmawan dan Tiffany langsung meregkuh tubuh Kaluna dari samping secara bersamaan. Ini terasa begitu menyenangkan bagi Kaluna. Terakhir dia berbahagia seperti ini, ketika dua bulan terakhir sebelum sang nenek meninggal dunia, dan sekarang, ia mungkin kembali menemukan kebahagiaannya di rumah ini. Rumah milik Tiffany dan juga Darmawan.

Semoga memang, ini padalah hadiah yang Tuhan berikan untuk Kaluna setelah lebih dari 10 tahun, Kaluna mengalami beratnya kehidupan.

Semoga.