— 03
Danita terkejut melihat eksistensi Alaric di kantin gedung fakultasnya. Sebenarnya ia malas, tapi karena ia lapar ditambah ia sudah janjian juga dengan Jeano—teman baiknya saat ospek, jadi mau tidak mau, Danita terpaksa melanjutkan langkahnya ke kantin, walaupun rasanya berat sekali.
Gadis itu tiba di bangku kantin yang Jeano duduki, Jeano jelas langsung menyambut kehadiran Danita dengan hangat, lelaki itu juga dengan sopan dan lembut mempersilahkan Danita untuk duduk di bangku yang berada di hadapannya.
Tidak ada penolakan dari Danita, gadis itu mendudukkan tubuhnya disana.
Ia menaruh tasnya di sisi kanan, lalu, kepalanya ia tolehkan ke arah kiri, melihat Alaric yang duduk bersama kedua temannya Dimas dan juga Johnny. Danita tersenyum sinis melihat Alaric yang melihatnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Ide licik seketika memenuhi isi kepala Danita,
“Dan.” panggil Jeano, Danita buru-buru menoleh ke arah Jeano, “mau mesen nasi goreng aja?”
Danita mengangguk, “gue dari kemarin kangen banget nasi gorengnya Bu Tiyem.” ucap Danita yang membuat Jeano terkekeh pelan.
“Ya udah kalau gitu gue pesenin dulu ya.”
“Iya.”
Jeano bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju lapak nasi goreng Bu Tiyem—salah satu nasi goreng favorit seluruh mahasiswa fakultas hukum, setelah memesan dua porsi nasi goreng, Jeano langsung kembali dan duduk di hadapan Danita,
“Udah?” tanya Danita retoris.
Jeano mengangguk, “pedesnya tiga sendok kan? Terus telornya di ceplok?”
Danita terkejut mendengar Jeano yang begitu hafal dengan pesanan biasa gadis itu setiap membeli nasi goreng Ibu Tiyem. Pasalnya, Jeano dan Danita saja hanya pernah makan nasi goreng bersama itu sekali, dan itu pun saat hari hari terakhir ospek, karena di hari itu semua mahasiswa dan mahasiswi sudah boleh untuk jajan di kantin kampus,
“Jenis kelamin lu aja gue tau, Dan.” canda Jeano yang langsung dihadiahi pukulan kecil oleh Danita di punggung tangan pria itu.
Jeano mengaduh sambil tertawa kecil,
“Seriusan ih kok lu tau sih? Kita aja kan kalau nggak salah makan nasi goreng bareng tuh cuman sekali aja gak sih?”
“Ya gimana ya, ingatan gue cukup kuat sih, walaupun itu kejadian udah 2 tahun ke belakang, tapi gue masih inget banget sih sampai sekarang.” jelas Jeano dengan penuh keseriusan di wajah tampannya itu.
“Lo keren ya bisa inget sesuatu yang bahkan udah lampau banget. Keren deh pokoknya!” puji Danita sambil mengancungkan jempolnya ke udara.
Danita menatap lelaki itu dengan tatapan kagum, juga senyuman lebar yang menghiasi wajah cantiknya. Hal itu membuat Jeano salah tingkah dibuatnya. Senyuman lebar Danita memanglah salah satu daya tarik dari gadis itu, tidak salah, Jeano pernah menjatuhkan hatinya kepada gadis itu 2 tahun yang lalu, namun, Jeano memilih untuk berhenti, karena Danita yang pada saat itu sudah dekat dengan Alaric, yang tidak lain dan tidak bukan adalah kakak tingkat Jeano dan juga Danita. Saat itu, Jeano merasa berat, karena harus merelakan Danita kepada Alaric, namun, dengan keikhlasan penuh, Jeano merelakan gadis itu ke pelukan Alaric, dengan harapan bahwa Alaric akan membahagiakan Danita, namun pada kenyataannya Alaric malah meninggalkan Danita dengan seribu rasa sakit yang menancap di hati Danita.
Sayangnya, ketika Jeano ingin kembali memulai semua dengan Danita, menjadi obat atas kesakitan Danita, seorang perempuan datang ke kehidupan Jeano, merampas habis perasaan Jeano kepada Danita, dan digantikan dengan perasaan indah dan bahagia kepada gadis yang saat ini sudah resmi menjadi kekasihnya. Namun, sayangnya, gadis itu berada lumayan jauh dari Jeano. Ya keduanya sedang menjalani hubungan jarak jauh.
Tapi, tenang, Jeano tidak akan pernah macam-macam. Ia sudah melupakan Danita sebagai seorang gadis yang dicintainya, tetapi ia tidak pernah melupakan Danita sebagai teman baiknya,
“Eh itu pesenan buat kita gak sih?” Danita bertanya sambil menunjuk ke salah satu pegawai Bu Tiyem yang sedang menyiapkan dua piring nasi goreng entah milik siapa.
Jeano mengikuti kemana jari Danita menunjuk, “iya deh kayaknya.” jawab Jeano.
“YEAY!” Danita berseru dengan riang.
Lagi dan lagi, Jeano hanya bisa terdiam dan salah tingkah melihat bagaimana cantik dan menggemaskannya Danita barusan.
Dan, benar saja, pegawai Bu Tiyem itu berjalan ke meja yang diduduki oleh Jeano dan Danita. Membawa nampan yang diatasnya berisikan dua piring nasi goreng yang masing-masing milik Jeano dan juga Danita. Lelaki yang lebih tua dari Jeano dan Danita itu, menaruh masing-masing piring yang berisikan nasi goreng itu di depan Jeano dan juga depan Danita.
Setelah itu, pegawai Bu Tiyem tersebut memilih pergi untuk kembali membantu Bu Tiyem dalam membuat pesanan untuk para mahasiswa dan mahasiswi yang semakin lama semakin banyak. Sementara, Jeano dan Danita menikmati nasi goreng tersebut dengan nikmat, disertai obrolan-obrolan kecil dan juga candaan-candaan yang dilontarkan oleh Jeano yang tidak pernah gagal dalam membuat Danita tertawa renyah.
Sementara itu di tempat lain—lebih tepatnya di meja yang diduduki oleh Alaric, Johnny, dan Dimas. Ada Alaric yang sedari tadi tidak sama sekali mengalihkan pandangan matanya dari Danita dan juga laki-laki bernama Jeano yang duduk dihadapan gadis itu. Kedua tangan Alaric mengepal melihat bagaimana mereka terlihat begitu akrab, dan juga sesekali melakukan skinship yang tidak terlalu intim namun cukup berhasil membuat Alaric jengah.
Dimas dan Johnny yang melihat itu hanya mampu diam sambil menertawakan Alaric dalam hati. Bagaimana tidak? Alaric selalu bilang kalau dia tidak lagi menyukai Danita, namun ucapan itu berbanding terbalik dengan bagaimana sikap Alaric saat ini. Saat laki-laki itu melihat Danita, gadis yang pernah hampir menjadi pacarnya, sedang bersama seorang lelaki lain,
“Secepat ini, Dan?”