04
Bekerja memang sudah hal yang rutin Kaluna lakukan. Ketika tubuhnya dipaksa untuk diam dan tidak bekerja, gadis itu akan merasa lelah, dan badannya terasa sakit. Maka dari itu, meskipun dia sudah pindah ke rumah yang besar, dan sudah memiliki banyak asisten rumah tangga di dalamnya. Kaluna tetap ingin bekerja.
Keinginan Kaluna itu jelas di tolak, karena tadi pagi, sebelum Tiffany dan Darmawan berangkat ke tempat kerja mereka. Tiffany sempat mewanti-wanti para asisten rumah tangga untuk tidak membiarkan Kaluna bekerja, dan beliau juga meminta mereka untuk menganggap Kaluna seperti tuan rumah di rumah ini juga.
Kaluna tetap memaksa, dan para pekerja pun juga tetap menolak keinginan Kaluna itu.
Kaluna mungkin merasa lelah, akhirnya gadis itu berjalan menuju taman belakang. Duduk di kursi panjang yang ada di pelataran kolam renang, kepalanya menengadah melihat langit Kota Bandung yang hari ini terlihat begitu cerah. Senyuman manis mengembang di wajah Kaluna. Gadis itu tidak dapat menyembunyikan perasaan senangnya,
“Non Luna.” panggil seseorang.
Kaluna menoleh ke orang tersebut. Gadis itu langsung berdiri dari duduknya tat kala melihat salah satu pekerja wanita yang datang sambil berisi nampan yang diatasnya terdapat segelas susu hangat,
“Ibu, jangan panggil Kaluna pake sebutan non, panggil aja Luna.” pinta Kaluna.
Pekerja tersebut tersenyum, “saya udah diamanahkan sama Tuan Besar dan Nyonya Besar untuk manggil Non Luna pakai sebutan Non, kalau enggak begitu, kemungkinan besar saya bakalan dipecat.”
“Kalau ada Om sama Tante gak apa-apa, tapi kalau lagi enggak ada, tolong panggilnya pakai nama aja ya bu?”
“Iya Non—eh maksud saya Luna.”
Kaluna menunjukkan gummy smilenya yang begitu menggemaskan,
“Oh iya Luna, ini saya buatkan susu hangat. Mau disimpan dimana susu hangatnya?”
“Kaluna ambil aja bu.” jawab Kaluna sambil mengambil langsung segelas susu hangat tersebut dari atas nampan, “oh iya ibu, ibu mau gak ceritain ke Kaluna tentang Om Darmawan, Tante Tiffany, atau anaknya yang namanya siapa ya? Jodran apa Jordan gitu, Kaluna lupa hehehe.”
“Oh Tuan Jordan?” pegawai tersebut mengoreksi, Kaluna menganggukkan kepalanya sambil dirinya meminum susu hangat tersebut, “boleh, kebetulan saya juga sudah selesai tugas masaknya, tinggal yang lain saja.”
Kaluna langsung berseru kecil—merasa senang, karena rasa penasarannya tentang Jordan yang menghantuinya dari semalam, hari ini akan terpecahkan juga.
Gadis cantik itu langsung mempersilahkan sang pegawai untuk duduk di satu kursi yang kosong yang ada di sampingnya. Kini, mereka berdua sudah duduk dengan posisi saling berhadap-hadapan. Kaluna siap untuk mendengar cerita apapun dari Bu Ina—nama pegawai baik tersebut,
“Tuan Besar sama Nyonya Besar itu menikah karena perjodohan, tapi, karena emang pada dasarnya mereka udah sama-sama tertarik, jadi ya, mereka lanjutin perjodohan tersebut, sampai akhirnya menikah, dan lahirlah Tuan Jordan, anak laki-laki dari Tuan Besar dan Nyonya Besar.”
Kaluna menyimak dengan begitu serius,
“Tuan Jordan ini waktu kecil lucu sekali, terbilang anak yang baik dan penurut. Sekeluarga besar, bener-bener suka sekali sama Tuan Jordan, karena untuk seukuran anak kecil, dia termasuk anak kecil yang bisa mengontrol emosinya. Dia tahu kapan dia harus nangis, dia tahu kapan dia harus merengek minta susu ke Nyonya Besar. Betul betul dia itu waktu kecil pintar sekali, sampai sering disebut bayi ajaib.” Bu Ina tertawa setelah mengucapkan kalimat terakhir, Kaluna pun ikut tertawa kecil.
“Cuman seiring berjalannya waktu, Tuan Jordan berubah—ya ini fenomena yang wajar, mengingat kan manusia memang fitrahnya itu berkembang ya? Jadi, wajar dengan seiring berkembangnya manusia, yang tadinya bayi menjadi balita, yang tadinya balita menjadi batita, yang tadinya batita menjadi anak, yang tadinya anak menjadi remaja, dan begitu seterusnya, perubahan sifat dan karakter pun pasti kentara, kan?”
Kaluna mengangguk setuju,
“Iya, Tuan Jordan yang asalnya jadi anak yang pintar, baik, dan penurut, sekarang jadi sering membangkang sama orang tuanya, terutama Tuan Besar. Mereka berdua yang paling sering adu argumen di rumah ini, jujur, saya benar-benar kasian sama Nyonya Besar. Beberapa kali kami para pegawa, sering ngeliat beliau nangis di ruang kerjanya, tapi setelah itu, dia tutupi rasa sedihnya, dengan berpura-pura kalau semuanya baik-baik saja.”
Ada rasa prihatin yang muncul di hati Kaluna saat dia mendengarkan penuturan tersebut. Manusia memang makhluk yang paling pandai dalam menyembunyikan rasa sedih yang teramat sangat. Kaluna juga sudah terlalu sering melakukan hal tersebut, dan karena sudah terlalu sering, dia jadi mulai terbiasa untuk menyembunyikan semua rasa sedih, marah, kecewa, dan tangisnya.
Tapi untuk Tiffany, Kaluna berharap, kalau tante angkatnya itu mau untuk berbagi kesedihan dengannya. Kaluna berharap besar akan hal itu,
“Tuan Jordan juga sering dipaksa sama Tuan Besar untuk jadi CEO di perusahaan besar milik Tuan Besar. Dan Tuan Jordan selalu nolak, dia bilang, kalau dia engga mau jadi CEO, dia lebih milih untuk jadi pembalap. Padahal, dua tahun yang lalu, dia pernah hampir mati karena ikut balapan di circuit sama teman-temannya. Disitu, saya baru pertama kalinya ngeliat Tuan Besar nangis sejadi-jadinya. Saya waktu ngeliat itu, langsung mikir kalau Tuan Besar itu sangat sayang sama Tuan Jordan, dan dia selalu ingin yang terbaik untuk Tuan Jordan, cuman, cara yang dia tempuh itu salah.”
Kaluna selalu berpikir kalau kehidupan orang kaya itu mudah, dan keluarga di dalamnya pun tidak memiliki masalah sama sekali, karena ya kalian tahu, dari segi ekonomi mereka jelas yang paling maju, jadi kemungkinan tidak akan pernah ada satu masalah pun yang menimpa mereka. Berbeda dengan Kaluna, hidup sebagai yatim piatu dari kecil, mendapatkan begitu banyak cacian, makian, dan siksaan saat hidup di panti, sempat senang karena memiliki nenek angkat, dan hidup kembali tersiksa setelah nenek tidak ada, dengan segala keterbatasan biaya yang dimilikinya, membuat masalah seperti silih berganti datang menghampiri Kaluna.
Namun, ternyata pemikiran Kaluna dibuat salah setelah dia mendengarkan cerita dari Bu Ina. Masalah, tidak akan pernah mengenal stratifikasi sosial setiap individu. Kaya ataupun miskin, mereka memiliki porsi masalah yang berbeda-beda.
Kaluna juga menjadi belajar satu hal, untuk tidak terlalu cepat menilai kebahagiaan seseorang dari hanya melihat mewah atau tidaknya rumah seseorang,
“Bu Ina, makasih ya? Kaluna jadi lumayan tahu banyak hal sekarang.”
Bu Ina tersenyum dengan begitu lembutnya, “sama-sama. Semoga, nanti Tuan Jordan bisa menerima Luna ya? Anak itu agak galak soalnya.”
“Haha, Kaluna bisa galakin dia balik kalau udah gak tahan-tahan banget.” canda Kaluna disertai dengan tawa manisnya.
Bu Ina ikut tertawa,
“Ya sudah, kalau begitu, saya pamit dulu ya? Saya mau beres-beresin beberapa ruangan dulu.”
Kaluna mengangguk mempersilahkan Bu Ina untuk pergi dan melanjutkan tugasnya.
Sementara Kaluna, gadis itu masih berdiam di tempatnya, sambil membayangkan seseram apa Jordan. Dan apa yang akan Kaluna lakukan apabila keduanya bertemu di kemudian hari, ketika Jordan sudah pulang dari liburannya di Paris.
Huft.
Semoga semuanya akan baik-baik saja. Kaluna bisa berteman baik dengan Jordan, dan begitu pun Jordan, semoga dia bisa cepat menerima kehadiran Kaluna, dan membuat keduanya menjadi akrab layaknya sepasang sepupu.