05
Ditengah-tengah tidur nyenyaknya, Kaluna tiba-tiba merasa kehausan. Gadis itu akhirnya—dengan sangat terpaksa—terbangun tepat di jam 4 pagi. Ia bangkit dari ranjangnya, pergi berjalan keluar kamar, dan turun menuju dapur untuk mengambil segelas air putih dingin di dalam kulkas.
Disaat gadis itu tengah asik menghilangkan rasa hausnya. Tiba-tiba saja, ia merasakan pundaknya yang di tepuk oleh seseorang. Mata Kaluna langsung melotot, bulu kuduknya merinding seketika. Dia bukan tipe perempuan yang percaya dengan hal-hal mistis, tapi ketika sedang dalam keadaan seperti ini, pikiran buruk tentang hantu menggerayangi pikiran Kaluna.
Tepukan tangan itu semakin keras di bahunya, membuat Kaluna semakin takut—saking takutnya air minum yang tadi diminumnya masih berada di rongga mulutnya, belum ia telan sama sekali—namun, bukan Kaluna namanya jika tidak mencari penyakit. Karena penasaran, Kaluna pun memberanikan diri untuk berbalik badan ke belakang.
Untuk beberapa saat, Kaluna terdiam karena melihat sosok seorang lelaki yang tengah berdiri dihadapannya. Lelaki itu juga menatap Kaluna dengan alis yang menukik—bingung, kenapa bisa ada perempuan lain di rumahnya selain bundanya. Dan kalaupun para maid, mereka sudah memiliki rumah dan juga dapur masing-masing,
“Lo siapa?”
Selaras dengan keluarnya pertanyaan itu, Kaluna dengan secara tiba-tiba, menyemburkan air yang berada di dalam mulutnya, tepat ke wajah tampan laki-laki asing yang kini wajahnya sudah basah dan merah padam—menahan emosi atas serangan tiba-tiba dari Kaluna,
“ANJING!” pekik lelaki itu dengan suara baritonnya yang membuat seluruh tubuh Kaluna bergetar hebat. Gadis itu sangat amat ketakutan sekarang.
“M..m..maaf… g..a ga sengaja..” cicit Kaluna, sambil gadis itu terus menundukkan kepalanya, tidak berani sama sekali untuk melihat ekspresi marah pria bertubuh kekar dan lebih tinggi darinya itu.
“LO SIAPA!? LO SIAPA BERANI BERANINYA ADA DI RUMAH GUA DAN NYEMBUR GUE KAYAK BARUSAN HAH?”
Kaluna hanya diam. Dia ingin menjawab, tapi entah kenapa suaranua terlalu takut untuk keluar,
“JAWAB GUE SIALAN.” desak lelaki itu sambil memegang lengan atas sebelah kanan Kaluna dengan kuat. Kaluna meringis kesakitan, namun lelaki itu sepertinya tidak perduli.
“S..s..saya Ka..lun..a aaaa sa...sakit..”
“KALUNA SIA—”
“JORDAN!”
Suara Darmawan berhasil menghentikan, lelaki yang bernama Jordan itu dari aksinya yang hampir menyiksa tubuh Kaluna yang lebih kecil dari tubuhnya. Jordan melepaskan cengkramannya dari lengan atas Kaluna, ia berbalik, dan melihat kedua orang tuanya yang sudah berjalan dengan cepat ke arah dua anak muda ini,
“Kamu ini apa-apaan sih? Baru pulang udah buat masalah.” kesal Darmawan.
Kaluna hanya mampu diam sambil menundukkan kepalanya. Ia memainkan jari-jarinya sendiri, menyalurkan perasaan gugup, takut, dan terkejutnya,
“Ini cewek siapa coba? Tiba-tiba ada di rumah kayak gini?” Jordan bertanya dengan nada suara yang tinggi.
“Jordan, dia ini Kaluna, dia orang yang udah nolongin bunda yang hampir kecelakaan waktu itu. Bunda sama Ayah mutusin untuk ngasih dia tempat tinggal disini.” jelas Tiffany.
Jordan mendengus kesal, “buat apa? Emang dia gak punya orang tua? Ngapain sih ayah sama bunda tampung dia? Gak diurus ini anak sama orang tuanya, kenapa jadi ayah sama bunda yang repot ngurusin ini anak? Suruh pulang aja lah bun, jangan bawa-bawa orang asing ke rumah, nanti kalau ada barang yang hilang gim—”
PLAK
Ucapan Jordan terhenti ketika sang ayah, Darmawan, melayangkan tamparan keras ke rahang kokoh anak lelakinya itu.
Tiffany dan Kaluna terkejut melihat kejadian tersebut. Begitu pula dengan Jordan, sang korban dari kekerasan ayah kandungnya sendiri. Lelaki itu memegang rahangnya yang terasa perih akibat tamparan keras dari sang ayah.
Jordan tersenyum remeh. Wajahnya terlihat begitu kesal dengan aksi ayahnya barusan. Ya, anak mana yang tidak marah saat di tampar oleh orang tuanya sendiri?
“Jaga omongan kamu ya? Kalau gak ada Kaluna, kamu udah jadi anak piatu!”
Jordan terdiam, nafasnya naik turun menahan emosi. Matanya menatap tajam setajam silet ke arah sang ayah,
“Saya gak pernah ajarkan kamu untuk bicara sekasar tadi sama seseorang, apalagi orang itu perempuan. Kalau kamu gak terima ada Kaluna disini, keluar dari rumah ini.”
Tiffany langsung terkejut, ia menatap anak laki-lakinya itu dengan tatapan sedih. Disatu sisi, ia kesal karena suaminya harus sampai berlebihan seperti ini, tapi disatu sisi juga Tiffany marah karena Jordan berbicara dengan amat sangat tidak sopan tentang Kaluna barusan.
Sementara Kaluna, ia menatap Darmawan dengan tatapan kalutnya. Gadis itu menggelengkan kepalanya, tidak setuju dengan ucapan Darmawan barusan,
“Om, biar Kaluna aja yang pergi dari sini. Gak apa-apa.”
“No, you stay here. Saya dan istri saya sudah janji untuk jaga kamu sampai kamu sukses, sama seperti saya berjanji ke Tuhan untuk merawat Jordan sampai Jordan sudah bisa bersikap dewasa dan tidak kekanak-kanakan lagi. Jadi, kamu tetap disini, dan Jordan, kalau kamu masih tidak terima dengan kehadiran Kaluna, pilihannya cuma ada dua, mencoba untuk terima, atau keluar dari rumah ini. Itu terserah kamu.”
Jordan sama sekali tidak menjawab ultimatum dari sang ayah. Lelaki itu dengan beribut gejolak emosi yang bergemuruh di dalam dadanya langsung pergi meninggalkan dapur untuk menuju ke kamarnya.
Sementara, Kaluna, Tiffany, dan Darmawan masih berdiri ditempatnya,
“Kamu gak apa-apa?” tanya Tiffany kepada Kaluna.
Kaluna mengangguk, “gak apa-apa tante, Kaluna tadi cuman kaget aja liat Mas Jordan.” jawab Kaluna.
“Maafin Jordan ya? Nanti, biar om dan tante yang kasih dia pemahaman. Kamu tenang aja ya, nak?”
Kaluna lagi-lagi hanya bisa mengangguk.
Lalu setelah itu, Darmawan dan Tiffany kembali masuk ke kamar mereka untuk melanjutkan tidur mereka yang sempat terusik akibat kegaduhan yang dibuat oleh Jordan dan juga Kaluna.
Dan, Kaluna, dengan gontai, gadis itu kembali berjalan ke kamarnya. Begitu sampai di depan pintu kamarnya, Kaluna tidak langsung membuka pintu kamar tersebut. Gadis itu malah melirik dengan nanar pintu kamar milik Jordan yang ada tepat disebelah kamarnya.
Kaluna berguman lirih,
“Maaf.”
Seusai itu, Kaluna langsung masuk ke dalam kamarnya. Menutup pintunya rapat-rapat, dan kembali memejamkan matanya untuk mengistirahatkan tubuhnya.