05
“Jujur sama aku sekarang.”
Mata tajam milik Janu terus memperhatikan Shezan yang duduk di hadapannya sambil menundukkan kepalanya. Gadis itu benar-benar terlihat begitu ketakutan akan sosok Janu yang sedang marah seperti ini,
“Jan.”
“Gak usah bertele-tele. Aku bilang jujur ya jujur!”
Shezan menarik nafasnya pelan-pelan, lalu menghembuskannya dengan begitu cepat,
“Janu, dengerin dulu penjel—”
“SAYA BILANG JUJUR YA JUJUR!”
Terkejut bukan main Shezan setelah gadis itu mendengar suara debrakan meja dibarengi dengan teriakan tegas penuh emosi dari Janu.
Ini adalah pertama kalinya Janu membentaknya sampai separah ini.
Mata Shezan berkaca-kaca. Raut ketakutan jelas terpancar di raut wajah wanita itu.
Lalu, apakah Janu perduli ketika melihat itu? Jangan harap. Bahkan Janu semakin terpancing emosi ketika melihat Shezan yang bukannya menjelaskan malah menangis.
Janu benar-benar beda dari Janu yang sebelumnya. Dia benar-benar tidak memperlihatkan sisi dirinya yang begitu mencintai Shezan lagi. Rasa cintanya untuk Shezan seperti hilang digantikan oleh perasaan kecewa dan marah di dalam dirinya.
Lagipula, laki-laki mana yang tidak marah dan kecewa ketika dijebak seperti ini oleh perempuan yang begitu dicintai dan dipercayainya,
“Nu, kamu bentak aku?”
“Makanya jawab!”
“Enggak, diem! Kenapa kamu bentak aku? Kenapa kamu ngelakuin hal yang tadi, Nu? Kenapa? Perempuan itu udah nguasain diri kamu iya? Sampai kamu berani kasar sama aku secara verbal kayak begini?”
“Eh jangan bawa bawa Kaira ya? Dia gak ada urusannya sama masalah ini.”
“Tapi dia salah satu penyebabnya kan?”
Janu diam. Wajahnya terlihat kebingungan atas tuduhan yang dilayangkan oleh Shezan,
“Jawab, Nu! Jangan diem aja.”
“Kenapa jadi harus aku yang jawab? Ini masalah semuanya ada di kamu, aku gak berhak untuk jawab semua pertanyaan kamu yang out of topic sekarang tolong kamu jujur sama aku, kamu jebak aku?”
Shezan diam. Sibuk menarik ingusnya yang keluar bebarengan dengan air matanya,
“Jawab Shezan, jangan cuman diem aja—”
“IYA! AKU JEBAK KAMU, KENAPA? MAU NAMPAR AKU? SINI TAMPAR!”
Janu benar-benar tidak habis pikir dengan Shezan yang berani-beraninya melakukan hal sekeji ini,
“KAMU GILA!?”
“IYA AKU GILA!? KENAPA!? GAK SUKA KAMU HAH!?”
“Eh asal kamu tau ya Janu, aku kayak gini karena aku stress, aku stress sama hubungan kita. Kamu bener bener perlakuin aku kayak simpenan aku, padahal pada kenyataannya perempuan itu yang simpenan kamu!”
“Dia pilihan ibu aku, jangan pernah sebut dia simpenan.”
Shezan tertawa sarkas, “oh jadi sekarang kamu udah mulai bela dia? Mulai cinta kamu sama dia hah? Badan dia lebih enak dari bada—”
PLAK
Janu sudah kehilangan rasa sabarnya. Dia dengan begitu tega menampar pipi Shezan begitu keras. Shezan terkejut, betul-betul terkejut. Sambil memegangi pipinya yang memerah, Shezan menatap Janu dengan matanya yang berkaca-kaca,
“Kamu berani nampar aku, Janu?”
Janu mengangguk, “kenapa aku harus takut? Kamu orang yang udah hancurin kepercayaan aku, dan yah, orang kayak kamu pantes untuk dapetin tamparan keras kayak tadi.”
“Sekarang aku tau She, aku tau kenapa keluargaku gak suka sama kamu. Ya karena sifat kamu ini, yang bisanya cuma matahin kepercayaan orang yang udah bener bener percaya sama kamu.”
“Mulai sekarang, aku sama kamu bener bener udah putus. Gak ada yang namanya kita lagi diantara aku dan kamu.”
Janu lekas pergi dari hadapan Shezan. Namun, belum ada tiga langkah, Janu kembali berhenti ketika Shezan membuka mulutnya yang bergetar,
“Kamu gak bakal pernah bener-bener pergi dari aku, Janu. Karena semalem, kamu melakukan itu tanpa pengaman. Aku bisa aja hamil anak kamu. Be ready.”
Mulai dari sini, hidup Janu benar-benar tidak tenang.