06
“Nah, karena Jordan udah gabung bareng sama kita, jadi hari ini, ayah mau ngasih pengumuman penting.” ucap Darmawan dengan begitu ceria, begitu pula dengan Tiffany.
Berbeda dengan Jordan yang hanya diam sambil memasang ekspresi masamnya. Dan juga Kaluna yang juga sama diamnya, namun bedanya, gadis cantik itu seperti ketakutan setengah mati, apalagi sekarang, Jordan duduk tepat disebrangnya,
“Sebelum itu, ayah mau minta maaf dulu sama Jordan. Maaf, karena ayah tadi subuh harus tampar kamu, tapi itu juga ada sebabnya, kamu bicara enggak sopan sama Kaluna.” ucap Darmawan sambil melirik anak laki-lakinya itu, dan Jordan yang diajak bicara tidak memberikan reaksi apa-apa selain hanya diam. Lalu, Darmawan beralih menatap Kaluna, “dan Kaluna, om sebagai perwakilan dari Jordan, mau meminta maaf yang sebesar-besarnya sama kamu, karena kata-kata Jordan yang mungkin tadi subuh, ada bikin kamu ngerasa sedih atau jadi down, om minta maaf ya?”
Kaluna mengangguk sambil tersenyum kikuk. Jordan tiba-tiba menatap Kaluna dengan tatapan matanya yang tajam, menyaratkan sebuah rasa kekesalan yang mendalam. Kaluna takut akan tatapan itu, dia sempat tersentak, dan kemudian menurunkan pandangannya. Tidak, dia tidak sanggup kalau harus melakukan eye contact dengan Jordan,
“Okey, karena problem udah clear sekarang, sebelum kita mulai sarapan. Ayah mau kenalin Jordan sama Kaluna. Nah, Jordan, ini Kaluna, dia—”
“Dia yang nyelamatin bunda waktu bunda hampir jadi korban tabrak lari.” Jordan memotong ucapan sang ayah, “gak usah dijelasin beratus-ratus kali yah, Jordan juga tau.”
Darmawan terlihat kesal akan sikap anaknya yang menyebalkan dan dirasa amat sangat tidak sopan itu. Namun, dia mencoba untuk sabar dan tetap menyunggingkan senyumannya. Ia tidak mau merusak pagi yang cerah ini,
“Nah, lalu, Kaluna, ini Jordan, anak om dan tante satu-satunya. Om harap kamu sama Jordan bisa berteman dengan baik ya? Karena kan nanti, Kaluna bakal jadi adek tingkatnya Jordan di kampus, walaupun kalian beda jurusan.”
“Hah?” kaget Jordan, “ini dia kuliah disana atau gimana?”
“Jordan, Kaluna ini gap year, dia enggak punya banyak biaya—”
Jordan lagi-lagi kembali memotong ucapan orang tuanya. Kali ini, ucapan sang bunda yang dicelanya,
“Oke, jadi ayah sama bunda yang biayain dia? Ngapain sih yah, bun? Jordan tahu kita ini kaya, Jordan paham. Tapi gak gini yah, bun caranya. Kuliah itu gak murah loh, Jordan gak mau uang ayah sama bunda dipakai untuk ngebiayain orang lain yang tinggal di rumah ini.”
Tiffany memejamkan matanya untuk beberapa sehat, merasa lelah dengan tingkah Jordan yang entah mengapa menjadi seperti ini. Dan, Darmawan, kembali tersulut emosinya lantaran sikap Jordan yang menjadi sangat kurang ajar,
“JORDAN!” sentak Darmawan.
Jordan berdiri dari duduknya, menggebrak meja. Darmawan pun melakukan hal yang sama. Kini, dua laki-laki tersebut saling melempar pandangan marah. Tiffany dan Kaluna hanya bisa diam melihat pertumpahan darah yang akan terjadi diantara Jordan dan juga ayah kandungnya sendiri,
“Apa? Ayah mau marah lagi? Ayah mau bela anak itu lagi? Terserah. Lama-lama ini rumah isinya ngaco tau gak. Jordan yang anak kandung diperlakuin kayak anak tiri, sementara dia, gak jelas asal-usulnya dari mana, diperlakuin kaya anak kandung.”
“Jordan muak! Emang bener, mendingan Jordan gak usah pulang sekalian dari Paris, daripada pulang tapi ngga sama sekali disambut dengan baik. Dimarahin terus dimarahin terus. Capek! Sekarang terserah kalian mau ngapain!”
Setelah bicara seperti itu, Jordan pergi meninggalkan meja makan untuk masuk menuju kamarnya.
Darmawan meneriaki nama Jordan, namun tidak dihiraukan oleh lelaki itu. Beliau sempat ingin menyusuli Jordan, dan memberikan sedikit pelajaran kepada anak lelakinya itu, namun, Tiffany menahannya. Akhirnya Darmawan kembali duduk ke tempatnya.
Kaluna yang sedari tadi diam, merasa bersalah atas keributan yang terjadi di meja makan hari ini. Ia merasa semua ini adalah salahnya, dan ia memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki semua ini. Maka dari itu, Kaluna akan berbicara langsung kepada Jordan, meskipun rasanya takut, tapi Kaluna akan mencobanya,
“Tante, om, boleh gak kalau Kaluna yang bicara sama Mas Jordan?” izin Kaluna dengan begitu sopan.
“Kamu mau?” Tiffany balik bertanya dengan lembut dan tatapan mata yang berbinar.
Kaluna menganggukkan kepalanya mantap,
“Semua kekacauan ini ada karena kehadiran Kaluna, jadi Kaluna punya tanggung jawab penuh untuk ngeberesin semua ini. Gak apa-apa kan, tante, om?”
Tiffany mengangguk setuju, Darmawan pun melakukan hal yang sama,
“Sekarang kita sarapan aja dulu, nanti juga dia kalau laper bakalan turun ke bawah buat makan.”
Dan, ketiga manusia itu pun lanjut sarapan, tanpa adanya Jordan ditengah-tengah mereka.