07
Kaluna berdiri tepat di depan pintu kamar Jordan. Ditangannya sudah ada segelas teh chamomile yang disinyalir dapat membuat siapapun yang meminumnya merasa tenang, dan bisa meredam emosi mereka.
Gadis itu terlihat cemas dan ketakutan. Iya, sejujurnya, bayang-bayang tatapan tajam mata Jordan masih menghantuinya. Kaluna masih takut, namun ia juga ingin meminta maaf secara pribadi kepada Jordan atas semua kekacauan yang ditimbulkannya.
Kaluna menghembuskan nafasnya. Memberi kekuatan kepada dirinya untuk berani menemui Jordan dan mengajak pria itu berbicara empat mata.
Satu tangan Karuna yang sebelah kiri, terangkat ke udara untuk mengetuk pintu kayu berwarna putih tersebut. Dan, Kaluna pun mendengar suara sahutan Jordan dari dalam sana.
Sial, padahal Jordan hanya bilang,
“Masuk!”
Tapi, bulu kuduk Kaluna langsung meremang, seperti dia baru saja mendengar suara paling seram di dunia.
Dengan penuh keyakinan, Kaluna membuka pintu tersebut. Begitu pintu berhasil terbuka, Kaluna langsung mendapatkan sambutan sinis dari Jordan. Itu membuatnya semakin gugup dan juga takut. Tapi, Kaluna mencoba untuk santai dan tetap tenang.
Gadis itu berdehem,
“Mas Jordan.” panggil Kaluna dengan suara gemetar.
“Lo ngapain dateng ke kamar gua? Mau pamer karena udah dibela sama bokap nyokap gue, gitu?” cecar Jordan dengan begitu sinis.
Kaluna langsung menggelengkan kepalanya, tidak membenarkan semua tuduhan yang dilayangkan oleh Jordan kepadanya,
“Terus kalau gitu mau apa?” tanya Jordan dengan suara yang agak tinggi.
Kaluna tersentak kaget, “i..ini m..mau nga..sih i..ni.” jawab Kaluna dengan terbata-bata.
“Apaan? Racun?”
“Bukan mas, ini teh chamomile, teh yang bisa bikin mas tenang dan ngilangin emosi mas.” jawab Kaluna, “sekalian, saya disini juga mau ngejelasin semuanya ke mas, dan minta maaf.”
Jordan terdiam tidak memberi respon apa-apa. Sedetik kemudian, pria itu sibuk memainkan ponselnya, dengan tubuhnya yang duduk di atas ranjang, beban tubuhnya yang ia senderkan ke dashboard kasur, lalu kakinya yang dia biarkan lurus.
Sementara Kaluna masih diam berdiri di tempatnya.
Gadis itu kebingungan harus berbuat apa sekarang. Jordan seperti tidak tertarik untuk mendengar penjelasan yang akan Kaluna sampaikan demi membereskan segala macam kekacauan ini.
Jordan yang sadar kalau gadis itu masih berdiri di tempatnya, segera menon aktifkan ponselnya, dan melirik gadis itu dengan lirikan tanpa minat sama sekali,
“Siniin tehnya.” pinta Jordan dengan ketus.
Kaluna mengangguk. Dengan sigap, ia berjalan mendekat ke arah ranjang, dan menaruh segelas teh chamomile tersebut di nakas kecil samping ranjang berukuran king size milik Jordan. Setelah itu, Kaluna kembali berjalan mundur beberapa langkah untuk kembali berdiri di tempatnya berasal,
“Ngapain masih disitu?” tanya Jordan heran, “balik sana ke kamar lo, gak usah ganggu gue.”
Kaluna menggeleng,
“Maaf kalau kesannya saya gak sopan atau gak menghormati mas sebagai Tuan Rumah, tapi, saya cuman mau meluruskan semuanya, saya juga mau minta maaf secara pribadi atas kejadian tadi subuh. Saya sadar saya udah terlalu kurang ajar sama mas.”
“Gue gak minat buat dengernya.”
Kaluna tersenyum getir,
“Gak apa-apa. Saya bakal tetep jelasin, biar enggak ada kesalahpahaman lagi. Biar mas gak berantem lagi sama orang tua mas.”
“Terserah.”
Lalu, Jordan kembali memfokuskan dirinya ke ponselnya. Memainkannya seolah-olah dia sedang membalas pesan dari seseorang, padahal sebenarnya dia hanya sedang mengetik kata-kata asal di memo ponsel pintarnya tersebut,
“Okai, kayanya kalau nama, gak perlu saya sebutin, karena mas juga pasti udah siapa nama saya kan? Disini, saya bener-bener mau minta maaf atas kejadian tadi subuh, saya gak pernah punya maksud untuk nyembur mas pakai air yang udah ada di dalam mulut saya. Saya cuman kaget mas waktu tadi, subuh, kaget banget mas. Saya minta maaf.”
Jordan masih asik dengan ponselnya, tetapi telinganya bekerja dengan begitu keras mendengarkan suara lembut Kaluna,
“Apa yang dibilang sama mas tadi subuh itu benar, saya emang anak yatim piatu mas, saya dibuang sama ayah dan ibu saya di panti asuhan. Dan asal-usul saya juga emang gak jelas, jadi, saya maklum kalau mas merasa agak kurang nyaman dengan kehadiran saya disini.”
Seketika rasa bersalah menggerogoti hati Jordan,
“Saya juga gak pernah nyangka kalau misalkan, saya bakalan tiba-tiba dipertemukan sama Tante Tiffany dalam keadaan darurat seperti waktu itu, dan dari pertemuan itu membawa saya ke rumah ini, tinggal disini, saya enggak pernah nyangka mas. Satu sisi, saya senang, saya senang karena saya bisa punya keluarga baru, dan saya gak kesepian lagi, tapi disatu sisi, saya juga ngerasa enggak enak, terutama sama Mas Jordan.”
“Jadi mas, nanti, saya akan bicara lagi sama Om Darmawan dan Tante Tiffany, untuk supaya saya bisa keluar dari rumah ini, dan tinggal kembali di kontrakan saya yang lama. Mas tenang aja.” Kaluna memamerkan senyuman tipis di akhir kalimatnya.
“Udah segitu aja yang mau saya sampein ke mas. Saya pamit keluar dul—”
“Gak usah.” potong Jordan seketika.
Kaluna menatap Jordan dengan alis yang mengkerut bingung,
“Maksudnya?”
Jordan mendecakkan lidahnya, “ya lo gak usah pergi dari sini. Stay aja disini.”
Senyuman cerah menghiasi wajah cantik Kaluna. Melihat senyum itu, Jordan dibuat agak sedikit salah tingkah. Tapi pria itu masih mencoba untuk bersikap cool,
“Ini beneran mas?” tanya Kaluna tidak percaya.
Jordan mengangguk, “tapi, lo gak perlu sering-sering berinteraksi sama gue, anggep aja kita stranger disini. Pokoknya gue gak mau lo nanya ke gue, atau ngajak ngobrol gue, gue gak mau. Apalagi nanti kalau udah ngampus bareng, gue mohon sama lo jangan pernah lo deket-deket gue di wilayah kampus maupun diluar wilayah kampus.”
Kaluna agaknya merasa sedih dengan permintaan Jordan barusan. Apa Kaluna begitu menjijikan ya sampai-sampai Jordan tidak mau berteman dengannya? Ah, mungkin karena Kaluna yang tidak cantik, jadi Jordan tidak suka akan hal itu. Okey, Kaluna paham,
“Iya mas.” jawab Kaluna, “kalau gitu saya permisi dulu ya mas.”
Jordan mengangguk, Kaluna hendak berbalik, namun terhenti karena tiba-tiba Jordan memanggilnya,
“Kaluna.”
“Ya?” Gadis itu menyahut panggilan Jordan dengan lembut.
“Jangan terlalu formal. Jangan pakai saya.”
“Oh iya, nanti say—maksudnya aku usahain.” cengir Kaluna, “kalau gitu, say—eh aku maksudnya pamit dulu ya, mas.”
Jordan mengangguk mempersilahkan.
Kaluna pun keluar dari kamar Jordan dengan perasaan yang campur aduk.
Sementara Jordan di dalam, entah kenapa, bibir pria itu tidak bisa untuk tersenyum setelah Kaluna pergi dari kamarnya. Jantungnya juga berdetak tidak karuan, rasanya sangat aneh. Tapi, Jordan tidak memikirkan hal yang macam-macam sih, mungkin, menurutnya, ini biasa terjadi kepada seseorang yang baru saja bangun tidur.
Mungkin.