Accidentally Meet


“Kaynara, ya?” panggil seseorang yang membuat Kaynara dan juga Rifaldi menoleh ke sumber suara.

Untuk beberapa saat Kaynara terdiam, mencoba untuk mengingat-ingat siapa sosok lelaki yang memanggil namanya ini. Lalu kemudian, lelaki itu sadar kalau Kaynara kebingungan, dia lantas memperkenalkan dirinya sendiri,

“Gue Davian, yang waktu itu di kantin Ilkom.” katanya memperkenalkan diri seraya memberikan senyuman termanisnya.

“Oh iya!” ucap Kaynara seraya bangkit dari duduknya, gadis itu lalu menoel Rifaldi yang duduk di sampingnya untuk ikut berdiri juga, “Kak Davian, kenalin ini Rifaldi temen gue.”

Davian mengangguk, lalu kedua lelaki itu saling berjabat tangan dan berkenalan.

Rifaldi bukan tipe pria yang suka berbasa-basi, jadi setelah berdiri, ia memilih kembali duduk dan fokus dengan ponselnya, dibandingkan harus ikut mengobrol dengan Kaynara dan Davian. Lelaki itu juga berkenalan hanya karena Kaynara yang meminta,

“Kakak pasti kesini nengokin temennya Kak Genta ya?” tanya Kaynara mencoba menebak.

“Temen?” Davian mengerutkan dahinya bingung. Lalu sedetik kemudian dia mengerti, Gentala pasti sedang membohongi gadis dihadapannya ini, “enggak kok, gue kesini gak jengukin temennya Genta, gue jengukin cewenya Genta, si Tiara.”

Kaynara terlihat ikut prihatin ketika mendengar jawaban tersebut. Pantas saja kemarin dia bertemu dengan Tiara di kantin ilmu komunikasi, kondisi gadis itu benar-benar terlihat seperti seseorang yang sedang tidak sehat. Tubuh yang kurus, rambut yang terlihat tipis dan hampir botak, juga wajahnya yang pucat pasi,

“Ya ampun, pantesan kemarin pas di kantin dia kayak yang lagi sakit gitu, soalnya mukanya pucet, badannya kurus, rambutnya juga tipis gitu kayak hampir botak. Jadi keingetan waktu gue tipes, udah kayak orang kena kanker aja gue waktu itu.” ucap Kaynara dengan tawa kecilnya.

Davian mengangguk sambil ikut tertawa. Mulut lelaki itu tidak tahan ingin memberitahu kalau Tiara menderita kanker darah, tapi ia urungkan niatnya. Ini bukan urusannya, biar saja Gentala yang memberitahu ini kepada Kaynara,

“Lo kesini ngapain? Abis nemenin temen lu periksa, atau lu yang periksa?”

“Ini kak, gue nemenin temen gue ngambil obat buat tantenya.”

Davian mengangguk mengerti.

Sementara di depan pintu lift lantai utama, berdiri Gentala yang matanya sedang menangkap Davian dan Kaynara yang tengah bercengkrama. Lelaki itu terkejut karena melihat Kaynara berada di rumah sakit. Raut khawatir juga terpatri di wajah pria itu, dia takut Kaynara sedang sakit. Tanpa pikir panjang, Gentala melangkahkan kaki lebarnya untuk mendekati Davian dan Kaynara.

Kaynara terkejut melihat kedatangan Gentala, dengan ekspresi muka khawatirnya, dan matanya yang terus menatap Kaynara. Lelaki itu bahkan tidak memperdulikan Davian yang tengah mengajak Kaynara bicara,

“Kamu ngapain disini? Kamu sakit?” tanya Gentala, nada suaranya di dominasi oleh kekhawatiran dan kerisauan lelaki itu terhadap Kaynara.

Kaynara menggelengkan kepalanya, “enggak kak, aku gak sakit. Ini aku lagi nemenin…” Kaynara menggantungkan ucapannya, dia berbalik ke belakang, dan menyuruh Rifaldi untuk berdiri kembali, dengan malas, Rifaldi pun berdiri, “aku nemenin temenku ini ngambil obat buat tantenya. Rifal, kenalin ini temen gue pas masih kecil, namanya Kak Genta, nah Kak Genta, ini temen aku, namanya Rifaldi.”

Ada tatapan sinis dari Gentala yang menyapa Rifaldi. Lelaki itu sadar akan hal tersebut, tapi dia tidak perduli. Dia tetap bersikap ramah dan berjabatan tangan dengan Gentala, meskipun Gentala menatapnya seperti dia adalah musuh bebuyutannya.

Sesi perkenalan itu pun selesai kurang dari 1 menit. Rifaldi kembali duduk di kursinya. Dan, Gentala kembali menatap Kaynara, kini tatapan itu sudah berubah menjadi tatapan lega—karena Kaynara kesini hanya mengantarkan temannya, bukan untuk berobat,

“Kamu kenapa turun? Kamu udah selesai nemenin Kak Tiara?” Kaynara bertanya.

Gentala terhenyak mendengar pertanyaan gadis itu. Dia melirik Davian sekilas, menatap sahabatnya itu dengan tatapan sinis. Sementara yang ditatap sinis tidak bereaksi apa-apa, dia merasa apa yang dilakukannya bukanlah kesalahan yang fatal,

“Gak apa-apa, aku pingin turun aja. Lagian diatas juga ada orang tuanya Tiara.” jawab Gentala, “kamu setelah ini ada—”

Ucapan Gentala terpotong ketika suara operator memanggil nomor antrian pengambilan obat selanjutnya. Dan ternyata, itu adalah nomor antrian milik Rifaldi. Lelaki itu buru-buru bangkit dari duduknya, dan berpamitan untuk mengambil obat milik tantenya,

“Kenapa kak?” tanya Kaynara sambil menatap Gentala penasaran.

“Kamu habis ini ada acara atau langsung pulang ke apartemen?” Gentala mengulang kembali pertanyaannya.

“Aku mau makan dulu sama dia, soalnya dia udah janji mau nraktir aku katanya.” jawab Kaynara seraya tersenyum sumringah.

Gentala mengangguk paham. Ekspresi wajahnya menunjukkan kekecewaan yang hanya disadari oleh Davian. Gentala padahal memiliki rencana untuk mengajak Kaynara pergi ke bukit kecil malam ini, karena suasana disana ketika malam hari lebih indah daripada siang. Namun, gadis itu sudah memiliki rencananya sendiri, Gentala tidak bisa mengganggunya.

Rifaldi kembali dari loket pengambilan obat, sembari membawa kantung plastik yang berisikan obat-obatan milik tantenya. Melihat itu Kaynara langsung inisiatif berpamitan dengan Davian dan juga Gentala,

“Kak, kita pamit duluan ya.”

Gentala hendak membuka mulutnya untuk mengucapkan sepatah kata, yang malah langsung dipotong oleh Davian,

“Oh iya, silahkan. Hati-hati di jalan ya.” ucap Davian, kemudian lelaki itu melirik Rifaldi, “lu bawa mobil jangan ngebut-ngebut, kalau habis ujan jalanan suka licin.”

Rifaldi tertawa, “hahahahahahaha siap kang.” jawab Rifaldi, Kaynara juga ikut tertawa.

“Kak, aku pulang ya.” Kaynara kembali pamitan kepada Gentala.

Lelaki itu tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya.

Lalu, Kaynara dan Rifaldi pun berlalu meninggalkan kedua pria yang masih setia berdiri di tempatnya tersebut.

Mata Gentala tidak bisa berhenti memandangi punggung Kaynara. Davian yang sadar akan hal tersebut langsung menepuk bahu sahabatnya. Gentala menoleh,

“Udah, bukan pacarnya kok. Gak usah khawatir gitu.” ucap Davian.

“Sekarang bukan, nanti nanti siapa yang tau.”

Davian berdecak,

“Lu kalau Kaynara emang jodoh lu, mau sebanyak apapun cowo yang dia pacarin, atau selama apapun lu bertahan sama Tiara, kalian bakal dipertemuin lagi kok. Udah elah santai aja.”