After Honeymoon
Sudah dua minggu sejak kepulangan Jefri dan Jani dari sesi honeymoon panas mereka—karena hampir setiap hari selama honeymoon mereka melakukan hubungan sex. Kini, Jefri dan Jani sudah pindah ke rumah baru mereka, rumah baru yang bergaya ala-ala american style itu menjadi rumah yang ditempati mereka sekarang. Lalu bagaimana nasib rumah mewah Jefri, tempat dimana lelaki itu menghabiskan masa bujangnya. Rumah itu sekarang dipegang oleh Bi Inah, karena rumah itu akan dijadikan villa oleh Jefri, mengingat letak rumah itu yang berada di dataran tinggi Bandung.
Sekarang, pernikahan Jefri dan Jani sudah memasukin bulan pertama. Rasanya Jani masih tidak percaya, karena dia yang pada awalnya sangat menolak pernikahan, kini justru harus terjebak di kehidupan rumah tangga bersama pria lebih tua darinya. Tidak, Jani sama sekali tidak menyesal. Perempuan itu justru merasa bahagia, karena pernikahan ini, hidup Jani setidaknya banyak mengalami perubahan.
Jani akui, ketika dia masih sendiri, dia termasuk anak yang pemalas, dan selalu menghambur-hamburkan uang. Tidak pernah sedikitpun terlintas di pikiran Jani saat itu untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik, lebih rajin, dan mandiri. Karena sungguh dia akui, bahwa hidup bersama kakaknya sudah sangat menguntungkan, jadi untuk apa Jani susah payah bekerja keras? Tapi sekarang, pemikiran Jani sudah berubah, kepribadian Jani pun sudah berubah. Gadis itu sekarang menjadi gadis dewasa yang lebih bijak dalam mengatur keuangan, lebih rajin, dan tentunya dia menjadi lebih sering masak ketimbang memesan di aplikasi hijau.
Semenjak kepulangannya dari Maldives, dan kepindahannya ke rumah baru, Jani jadi sering bangun pagi untuk membuatkan sarapan untuk sang suami. Sarapan yang Jani buat pun bervariasi, itu membuat Jefri selalu semangat untuk menjalani harinya. Tidak hanya itu, Jani juga sesekali memasak untuk makan siang Jefri, dan membawakannya ke kantor lelaki itu. Mereka makan siang bersama di ruangan Jefri, yang selalu diakhiri dengan kegiatan persenggamaan atau kegiatan sex.
Berbicara tentang kegiatan sex mereka. Bisa dibilang, Jefri adalah maniak. Dalam satu minggu dia bisa melakukan hampir 5 kali. Bahkan ketika honeymoon saja, setiap malam mereka selalu bersenggama. Kalau ditanya apakah Jani lelah? Jelas dia lelah, tapi rasa lelah itu terbayarkan dengan kepuasan batin yang dia terima. Jadi, Jani pun sangat enjoy dalam menikmati kehidupan sexnya bersama Jefri yang bisa dibilang gila itu.
Hari ini, Jani yang seharusnya bangun dan membuatkan sarapan untuk sang suami, terpaksa harus tetap diam di kasur karena tubuhnya yang pegal-pegal, dan kepalanya yang pusing bukan main. Wajah Jani juga terlihat pucat, Jefri yang baru selesai mandi melihat pemandangan tersebut langsung terkejut bukan main. Gurat khawatir terpatri di wajah tampannya. Dia buru-buru mendudukkan dirinya di pinggiran ranjang, sembari tangannya mengecek suhu tubuh Jani yang ternyata demam tinggi,
“Sayang, kamu baik-baik aja?” Jefri bertanya dengan nada khawatir.
Jani membuka matanya yang terasa panas dan perih karena suhu tubuhnya,
“Aku sakit, Jef.” jawab Jani dengan suara lirih.
Jefri menelan ludahnya risau. Lelaki itu sangat mencintai Jani, melihat Jani yang sakit seperti ini membuatnya khawatir,
“Kita ke dokter ya.” tawar Jefri.
“Gak perlu, kamu kan mau ke kantor, udah ngantor aja ya, aku gak apa-apa kok. Aku minta maaf gak bisa bikinin kamu sarapan, dan gak bisa bawa makan siang ke kantor kamu, dan kita juga gak bisa ngelakuin—”
“Its okay sayang. Gak apa-apa.” Jefri buru-buru memotong ucapan sang istri, “kita ke dokter ya sekarang.”
“Jef, kamu ke kantor aja udah ya.”
“Gak bisa sayang, saya gak bisa ninggalin kamu dalam keadaan seperti ini. Kita ke dokter sekarang ya.”
Jani menghela nafasnya kasar. Matanya mulai digenangi oleh cairan bening yang biasa disebut dengan air mata. Ada satu hal sifat Jani yang menjengkelkan ketika sakit. Apabila kemauannya tidak dituruti ia akan menangis bak anak kecil,
“Aku bilang nggak ya nggak! Kenapa sih?” Jani langsung merengek, membuat Jefri semakin terkejut dan mencoba untuk menghentikan tangis sang istri, “kamu ke kantor sekarang atau aku gak mau liat muka kamu lagi.”
“Sayang…”
“Jefri.”
“Aku khawatir sama kamu. Aku gak mau kamu kenapa-kenapa.”
“Aku udah gede. Kamu ke kantor.”
“Jani..”
“Beneran ya aku pulang sekarang ke rumah Kak Dira.”
Jefri menghela nafasnya pasrah. Dia benar-benar ingin membawa Jani ke rumah sakit, tapi mendengar ancamannya membuat Jefri bimbang. Dan akhirnya dia lebih milih untuk menuruti kemauan istrinya,
“Oke aku ke kantor sekarang. Tapi kalau ada apa-apa kamu hubungin aku ya?”
Tangis Jani sudah reda. Gadis itu mengangguk gemas. Jefri tersenyum getir, lalu mendekat dan mencuri kecupan di bibir manis Jani,
“Jangan sakit. Aku sayang kamu.”