Day 1 in Bali


Perjalanan ke Bali hari ini benar-benar melelahkan.

Bayangkan saja, baru landing, Jihan dan semua tim kantornya sudah harus langsung pergi ke daerah Sanur untuk meninjau tempat yang akan dijadikan resort oleh salah satu perusahaan di Amerika yang bekerja sama dengan perusahaan Jihan.

Peninjauan itu dilakukan sampai sore hari, belum lagi rapat dadakan yang diadakan di jam setelah sholat maghrib. Penampilan Jihan dan karyawan yang lain pun sudah tidak beraturan. Rambut yang lepek, baju yang lusuh, dan tubuh yang bau matahari, membuat Jihan merasa kesal dan ingin cepat ke hotel untuk mandi.

Untungnya, sekarang, Jihan sudah berada di kamar hotelnya. Dia sudah mandi, sudah mengganti bajunya dengan kaus putih dan celana pendek diatas lutut kesukaannya. Rambutnya yang lepek pun sudah dia cuci, dan sekarang rambut itu menjadi terlihat lebih sehat dan tentunya juga wangi.

Sekarang, Jihan sedang duduk di atas ranjang, sambil menyenderkan punggungnya ke senderan kasur. Dia hendak menyalakan TV untuk mencari hiburan sambil menunggu dirinya mengantuk, tetapi, bell pintu kamar hotelnya malah berbunyi. Jihan memutar bola matanya malas. Siapa orang gila yang mengganggu waktu istirahatnya sih?

Malas sebenarnya untuk Jihan membuka pintu kamar hotelnya. Namun, dia tetap lawan rasa malas dan kesalnya itu karena takut itu adalah Julian, bosnya. Jihan berjalan menuju pintu dan membukanya. Gadis itu dibuat kebingungan dengan kedatangan seorang pelayan hotel laki-laki ke kamarnya dengan penampilan yang begitu mencurigakan, bagaimana tidak mencurigakan, pelayan itu memakai topi untuk menutupi kepalanya, dan menundukkan wajahnya. Apa ada pelayan hotel yang seperti itu? Apalagi untuk sekelas hotel bintang lima seperti ini,

“Selamat malam, Mba Jihan, saya Aditya, saya datang kesini untuk mengantarkan pesanan mba.” ujar pelayan yang mengaku bernama Aditya itu.

“Saya gak mesen apa-apa mas.”

“Oh gitu ya? Terus ini pesanan untuk siapa ya?” lelaki itu langsung mengeluarkan tangan sebelah kanannya yang memegang bunga yang sedari tadi ia taruh dibelakang—Jihan pun tidak sadar—dan juga membuka topinya.

Jantung Jihan rasanya mau lepas ketika mengetahui bahwa pelayan yang bernama Aditya itu adalah Juan. Mantan kekasihnya,

“Kamu ngapain kesini?” tanya Jihan.

“Ketemu kamu.” jawab Juan sambil tersenyum tipis, “nih ambil bunganya.”

Jihan mendecak sebal sambil tangannya menerima bunga itu,

“Terima kasih buat bunganya. Tapi sekarang udah malem, aku gak tau kamu ngapain kesini, entah kamu ada kerjaan atau kamu mau having fun sama pacar baru kamu atau cewek bookingan kamu, yang jelas aku mau tidur. Mending kamu pergi dari sini.”

Jihan hendak berbalik, namun Juan langsung menahan tangan gadis itu. Jihan berbalik, dan sudah melihat Juan yang memasang ekspresi muka yang serius dan tatapan mata yang begitu tajam, membuat Jihan merinding dibuatnya,

“Kalau aku mau having fun sama kamu disini, boleh?”

“Kamu gila apa?”

Juan tersenyum miring, “iya aku gila. Makanya aku nyusulin kamu kesini.”

“I don't ask you to do this.”

“Ini inisiatif aku. Aku pingin ketemu sama kamu. Inget waktu dulu? Jaman-jaman kuliah, kamu selalu bilang kalau kamu pingin honeymoon di Bali setelah kita nikah.”

“Terus maksud kamu apa?”

“Lets do the early honeymoon.”

Jihan menghempaskan tangan Juan begitu saja setelah Juan mengucapkan kalimat gila barusan. Tidak, Jihan tidak marah. Ya sebaik-baiknya Jihan, dia juga sering membayangkan ketika dan Juan melakukan honeymoon setelah menikah di Bali. Tapi masalahnya, Jihan benar-benar salah tingkah, dan jantungnya berdegup kencang, dia tidak tahu Juan tahu hal ini, karena kalau sampai dia tahu, laki-laki itu pasti akan terus mengganggu dan menggoda Jihan,

“Pergi ke kamar kamu sekarang.” usir Jihan.

“Jihan.”

“Juan, ini udah malem, hari ini aku udah banyak kegiatan, belum lagi besok. Kamu bisa tolong ngertiin aku enggak? Aku mau istirahat, Juan. Aku cuman mau istirahat. Udah itu aja.” ujar Jihan dengan suara memelas, sambil memasang wajah lelahnya.

Baru juga Juan mau bersuara, tiba-tiba, Julian datang menghampiri dua manusia itu. Dan kini, Jihan harus berpikir keras untuk menjelaskan kepada bosnya tentang kehadiran Juan,

“Lah? Lu ngapain kesini anjir?” Julian bertanya kepada Juan sambil menatap sahabatnya itu dengan tatapan terkejut.

“Honeymoon.” jawab Juan, sambil menatap mata Jihan dan menyunggingkan senyuman miringnya secara diam-diam.

Demi Tuhan, Jihan merinding,

“Gegayaan honeymoon honeymoon lu nyet, honeynya aja kagak ada. Oh, jangan-jangan lu nyewa ani-ani ya?” fitnah Julian.

“Anjing lu.” balas Juan, sementara Julian hanya tertawa sambil berujar kalau dirinya hanya bercanda.

“Kamu kenapa belum tidur?” Julian bertanya sambil menatap Jihan, dan juga tangan Jihan yang sedang memegang bunga, “itu bunga dari...” Julian tidak melanjutkan ucapannya dan memilih untuk melirik seseorang yang ada di sampingnya yaitu Juan, “dari lo, Ju?”

Juan mengangguk,

“Dalam rangka apa?” Julian bertanya.

“Dia adik tingkat gue, dan di tiga bulan dia kerja, dia udah dibawa dinas luar, bukankah itu sesuatu yang keren dan layak untuk di rayakan? Makanya gue hadiahin dia bunga.” jelas Juan.

Julian mengangguk sambil bibirnya membentuk huruf O,

“Ya udah, kalau gitu, tidur kamu, Jihan, besok soalnya kita harus pergi lagi ke satu tempat lagi, tapi setelah itu malamnya kita bebas, dan lusa kita pulang ke Bandung.”

Jihan tersenyum lega, “baik pak, kalau gitu selamat malam semuanya.”

Jihan masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat, Julian dan Juan pun pergi meninggalkan kamar Jihan untuk kembali ke kamar mereka masing-masing dan beristirahat.