Elevator
“Ya Allah, please tolong, semoga Ambu belum masuk kelas.”
Kalimat harapan itu terus Joelle lafalkan di dalam hatinya, seraya kakinya melangkah dengan terburu-buru agar cepat sampai menuju pintu liftnya yang ada di ujung lorong unit apartementnya. Penampilan Joelle bisa dibilang sangat amat tidak rapih hari ini, bahkan wajah cantiknya pun belum sama sekali di polesi make up. Rambut panjangnya yang berwarna hitam itu juga belum sama sekali ia sisir. Untungnya, Joelle diberikan kelebihan oleh Tuhan, mau seberantakan apapun dirinya, gadis itu tetap terlihat cantik.
Kaki itu kini sudah berdiri tepat di depan pintu lift. Joelle menekan tombol lift ke bawah. Setelah kurang lebih 2 menit menunggu, pintu lift terbuka, gadis itu buru-buru masuk ke dalam sana—sebelum pintu lift tertutup, Joelle menekan tombol 1 di samping pintu lift, setelah itu pintu lift pun tertutup. Di dalam lift, Joelle tidak bisa tenang sama sekali, gadis itu terus melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Argh! Sial! Gara-gara semalam dia memikirkan siapa sosok Javiero hingga larut malam, gadis itu jadi bangun terlambat.
Karena terus merasa gelisah, hawa di sekeliling Joelle entah kenapa terasa panas, padahal suhu di dalam lift ini lumayan dingin. Maka dari itu, Joelle memutuskan untuk mencepol seluruh rambutnya dengan asal. Sembari Joelle mencepol rambutnya, lift tiba-tiba behenti di lantai 4, dan pintu lift pun terbuka. Joelle tidak sadar akan hal itu, dia bahkan tidak tahu kalau yang masuk ke dalam lift itu adalah seorang lelaki. Dan, kini lelaki itu sudah berdiri disamping Joelle, sambil diam-diam mencuri pandang kepadanya.
Selesai sibuk dengan rambutnya. Joelle melirik ke sebelah kiri—tepat ke arah lelaki yang berdiri di sana, dia mengangguk sopan seraya memperlihatkan senyuman manisnya. Pria itu terhenyak ketika sang puan memberikan senyuman manis kepadanya, namun detik berikutnya dia turut membalas senyuman manis itu. Dan mulai memberanikan diri untuk membuka suaranya,
“Tinggal di unit berapa?” tanya lelaki itu dengan nada suara seramah mungkin.
“Unit 7.” jawab Joelle tidak kalah ramahnya, “masnya disini tinggal di unit berapa?” Joelle balas bertanya.
“Gue bukan penghuni apart ini, gue kesini karena nginep di apart temen aja, soalnya apart gue lagi di benerin. Pipanya bocor, jadi apart gue agak banjir gitu sekarang.” jelas lelaki itu dengan detail.
Joelle mengangguk-anggukan kepalanya paham. Sebulan setelah dia pindah ke apartement ini, dia pernah mengalami hal yang sama seperti yang di alami oleh pria ini, jadi Joelle tahu rasanya dia harus menginap di rumah temannya selama apartementnya di benarkan oleh tukang,
“Mau kuliah, ya?” lelaki itu kembali bertanya, dan Joelle menjawabnya dengan anggukan kepala.
Baru lelaki itu mau bertanya dimana Joelle berkuliah, lift ternyata sudah sampai di lantai 1, dan otomatis pintu lift pun sudah terbuka, Joelle buru-buru berpamitan dengan lelaki yang tidak dia ketahui identitasnya itu dan langsung jalan keluar meninggalkan lelaki itu untuk menyusul tukang ojek online yang sudah menunggunya di depan pintu lobby,
“Fuck, maybe next time.”
Lelaki itu bergumam sambil matanya menatap tajam punggung Joelle yang semakin lama semakin menghilang dari pandangannya.