Haikal


Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi, itu seharusnya sebentar lagi Ethan sudah pergi ke kampus, tapi kenyataannya Ethan masih berkutat di kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Emily sebetulnya sudah berteriak dari lantai bawah, mengingatkan Ethan untuk cepat-cepat mandi, karena takut lelaki itu terlambat, namun, Ethan malah tidak menghiraukannya.

Sementara Ethan mandi di atas. Emily tengah duduk di ruang keluarga sambil terus menggendong Kaisar. Hari ini Kaisar sedang tidak bisa untuk dilepas seperti biasanya, kalau Emily melepas Kaisar dari gendongannya dan menaruh bayi itu di sofa atau di kasur, dia pasti akan menangis. Emily sempat curiga kalau Kaisar demam, namun setelah di cek badannya sama sekali tidak panas. Entahlah, Emily pikir, Kaisar sedang berada di masa-masa rewelnya, karena sejak kemarin, selama bersama Emily, Kaisar jarang sekali memangis.

Disela-sela waktu luangnya, tiba-tiba bell pintu rumah Ethan berbunyi. Emily agak terkejut mendengar suara bell tersebut. Alih-alih langsung berdiri dari duduknya, Emily memilih untuk diam sebentar sambil menimang-nimang apakah dia harus membuka pintu rumah Ethan atau tidak. Setelah cukup lama berpikir, Emily pun—dengan terpaksa dan penuh ketakutan, memilih untuk membuka pintu rumah Ethan dan menyambut tamu yang ternyata adalah seorang laki-laki yang seumuran dengan Ethan.

Laki laki yang tidak dikenali oleh Emily ini langsung berubah menjadi patung ketika gadis itu sudah membukakan pintu untuknya. Mata kecil memandangi Emily dengan pandangan memuja. Bagaimana tidak, Emily yang hanya mengenakan kaus polos berwarna hitam, serta denim hotpants, dan rambut panjangnya yang terurai serta wajahnya yang tanpa riasan, membuat aura kecantikan Emily semakin terpancar.

Lelaki mana yang tidak terpana dengan Emily, ditambah lagi gadis memiliki darah keturunan Amerika Serikat, yang jelas membuat aura bule yang dimilikinya terpancar dan mendapatkan kecantikan spesial di mata lelaki ini,

“Hallo?” panggil Emily, dirinya mulai merasa takut karena lelaki ini sama sekali tidak berkutik dan hanya diam mematung dengan mata kecilnya yang memandangi Emily.

Lelaki itu masih belum sadar juga,

“Hai. Hallo!”

Bahkan untuk yang kedua kalinya pun, lelaki itu masih belum sadar.

Untungnya, di kali ketiga Emily mencoba untuk menyadarkannya, laki-laki itu langsung tersadar dari lamunannya. Membuat Emily bernafas lega disertai senyuman kikuk,

“Mau ke Ethan ya?” tanya Emily dengan nada suara yang ramah.

Lelaki itu menganggukkan kepalanya, “hari ini ada kelas soalnya. Emily ya?”

“Iya.” jawab Emily, “lo siapa?”

“Gue Haikal.” jawab lelaki yang ternyata bernama Haikal itu.

Emily mengangguk-anggukan kepalanya sambil tersenyum, begitu pula dengan Haikal.

Lalu, pandangan Haikal tertuju kepada Kaisar yang berada di gendongan Emily,

“Hai Kaisar, ini Om Haikal dateng.” ucap Haikal menyapa bayi kecil yang sudah jelas tidak mengeti dengan apa yang Haikal ucapkan.

Emily menggoyangkan tubuhnya pelan, lalu menyampingkan tubuhnya, agar supaya Haikal bisa melihat wajah tampan Kaisar yang sedari tadi tersembunyi dada Emily,

“Itu ada Om Haikal. Hei. Kok diem aja?” ujar Emily yang direspon oleh kekehan kecil Haikal, “maaf ya, Haikal, daritadi Kaisar bener bener gak bisa ditinggal gitu aja, kayaknya lagi rewel.”

“Oh iya gak apa-apa santai aja.” ujar Haikal, “Ethan masih mandi ya?”

“Mas—”

“Ngapain lu nyamperin gue?” tanya Ethan yang tiba-tiba muncul diantara Emily dan Haikal. Nada suara Ethan benar-benar terdengar tidak ramah, dan berhasil membuat nyali Haikal menciut.

Lelaki itu berdiri di samping Emily, dengan bepakaian rapih dan wangi tentunya. Bau parfum Ethan tidak menyengat seperti kebanyakan lelaki lainnya, Emily senang menciumi bau parfum Ethan,

“Ya kan elu yang minta gue buat jemput lu kemari, gimana sih.” ucap Haikal disertai nada bercanda di akhir kalimatnya. Namun sayangnya Ethan tidak tertawa sama sekali, lelaki itu masih menunjukkan ekspresi tidak sukanya.

“Ya udah gih sana pergi. Nanti telat.” titah Emily.

Tanpa Emily sadari, wanita itu sudah menyelamatkan Haikal dari seramnya tatapan tajam Ethan.

“Ya udah.” ucap Ethan, “ke kampus dulu ya. Kaisar, aku ke kampus dulu ya, nanti pulangnya kita main oke? Oke dong!” pamit Ethan begitu ceria kepada Emily dan Kaisar.

“Oke! Aku tunggu ya!” jawab Emily yang seolah-olah dirinya adalah Ethan.

“Kampus dulu ya, hati-hati di rumah.” pamit Ethan kepada Emily—lagi sambil tersenyum manis, dan satu tangannya yang mengelus lembut poni Emily.

Emily menganggukkan kepalanya sambil tersenyum,

“Haikal, hati-hati ya.”

“Oh iya.”

Lalu, Ethan memandangi Haikal tidak ramah, berbeda seperti saat lelaki itu memandangi Emily dan Kaisar. Keduanya pun pergi meninggalkan rumah besar milik Ethan menuju kampus mereka.