His weakness is you
“Astagfirullah, Abim.” suara Kaynara berubah lirih, saat ia membuka pintu apartemennya, dan melihat Abimanyu yang dibopong oleh Langit dengan Gilang, dengan wajahnya yang penuh akan luka lebam, “kok Abim bisa kayak begini?” tanya Kaynara seraya menatap Langit dan Gilang secara bergantian dengan tatapan matanya yang penuh kekhawatiran dan berkaca-kaca.
Gilang yang terlihat kelelahan karena membopong tubuh Abimanyu yang begitu berat pun menjawab,
“Nanti kita ceritain, boleh gak ini Abimnya dibawa ke kamar dulu. Berat soalnya.” keluh Gilang.
Meskipun badan Gilang dan Langit sama-sama besar, tetap saja, membopong Abimanyu yang tengah tidak sadarkan diri dari lantai dasar sampai lantai 7 itu sangatlah berat dan melelahkan.
Kaynara langsung mempersilahkan Gilang dan Langit untuk membawa Abimanyu masuk ke dalam kamar Kaynara. Gadis itu mengekori Gilang dan Langit dari belakang. Sesampainya di dalam kamar Kaynara yang bernuansa pink pastel ini, Gilang dan Langit langsung menidurkan Abimanyu di atas ranjang Kaynara. Dua lelaki itu langsung bernafas lega,
“Emang sinting si Abim.” keluh Gilang sambil memegangi tangannya yang terasa pegal.
“Kay, gue sama Gilang tunggu diluar ya buat jelasin semuanya.” pamit Langit yang langsung diiyakan oleh Kaynara.
Pergilah, Gilang dan Langit keluar, menunggu Kaynara sembari duduk di sofa ruang tengah yang masih berada di satu ruangan yang lebar dan luas dengan kamar Kaynara.
Sementara di dalam kamar, Kaynara sembari menangis, sembari melepaskan sepatu Abimanyu, tidak lupa dia juga melepaskan jaket yang digunakan oleh kekasihnya itu yang merupakan hadiah ulang tahun yang diberikan oleh Kaynara tahun lalu. Abimanyu bilang, itu adalah jaket kesayangannya, makanya lelaki itu selalu mengenakan jaket tersebut kemanapun. Setelah sepatu dan jaketnya terlepas, Kaynara menarik selimut berwarna cream itu sampai menutupi dada Abimanyu.
Gadis itu diam sebentar, memperhatikan wajah tampan Abimanyu sambil menangis. Lalu, setelah itu, ia sedikit merunduk dan memberi kecupan lembut di bibir kekasihnya itu. Dan setelahnya, Kaynara keluar dari kamarnya sembari menghapus air matanya, dan menyusul Langit juga Gilang yang sudah menunggu kehadirannya di ruang tamu,
“Mau dibikinin minum?” tanya Kaynara dengan suara paraunya.
Tadinya, Gilang ingin melunjak meminta dibuatkan kopi, namun melihat mata bengkak Kaynara, dan mendengar suara parau gadis itu membuat Gilang mengurungkan niatnya untuk meminta dibuatkan kopi,
“Gak usah, Kay, udah kembung minum mulu tadi sambil nemenin cowo lo mabok.” jawab Langit disertai tawa candanya, Gilang juga ikut tertawa.
Kaynara hanya tersenyum tipis.
Lalu, dia berjalan ke arah sofa, dan duduk di salah satu sofa yang masih kosong. Kaynara sudah siap untuk mendengar cerita dari Gilang dan juga Langit,
“Boleh diceritain gak, kenapa Abim bisa sampai gitu mukanya?” Kaynara bertanya sambil menatap Langit dan Gilang bergantian.
Bukannya menjawab, Gilang dan Langit malah saling bertatap-tatapan, seolah saling melempar tanggung jawab untuk siapa yang akan menceritakan semua kekacauan yang terjadi malam ini kepada Kaynara. Sampai pada akhirnya, Langit lah yang memilih untuk bercerita,
“Semua ini ada sangkut pautnya sama lo, Kay.” ucap Langit.
Kaynara mengerutkan dahinya bingung, “gue? Kenapa gue? Gue perasaan gak ngapa-ngapain.” bingung Kaynara.
“Abim itu punya musuh dari jaman SMA, namanya Marlo, nah beberapa hari yang lalu, Marlo ini ngirim chat ke Abim, dia ngefotoin lo yang lagi belanja di mini market deket sini, terus ya Marlo bilang, kalau semisal Abim gak dateng buat nemuin dia, Marlo bakal nyulik lo dan merkosa lo.” jelas Gilang.
Kaynara terkejut, ketakutan terpancar jelas diwajahnya,
“Kenapa gue?”
“His weakness is you.” jawab Langit, “dia gak masalah kalau harus kehilangan hartanya, tapi kalau kehilangan lo, dia bisa hancur sehancur-hancurnya, Kay.”
“Ya walaupun kelakuan dia brengsek dan bajingan, tapi, dia emang cinta sama lu. Gue juga gak tau, sifat dia yang sering main perempuan itu gak bisa ilang, padahal dia udah dapetin lu, dan dia juga sering banget bangga-banggain lu. Tapi, gue ga paham lah sama isi otak dia.” Gilang ikut menimpali.
Apa yang Kaynara pikirkan setelah Langit bilang bahwa Abimanyu bisa hancur apabila kehilangannya itu sama seperti apa yang dipikirkan oleh Gilang. Dia tidak paham, bagaimana bisa ada seorang lelaki yang begitu mencintai kekasihnya, tapi dengan terang-terangan juga dia main dengan perempuan lain. Kaynara, Gilang, dan Langit sama-sama tidak mampu untuk memahami jalan pikiran Abimanyu yang terlalu melenceng itu,
“Terus, Marlo Marlo itu gimana kabarnya?” Kaynara bertanya, dia takut kalau Marlo baik-baik saja, dan malah mengganggunya sungguhan bukan hanya ancaman belaka.
“Gue berharap dia baik-baik aja, tapi kayaknya, Marlo masuk ICU.” jawab Gilang.
“Hah?” Kaynara terkejut, “masuk ICU?”
“Iya. ICU. Lo harus tahu, cowok lo kalau udah gebukin orang itu udah kayak kemasukan setan. Gue aja tadi sampai ngeri mau lepasin Abim. Dia kayak gak ngasih ampun ke Marlo.”
“Ya Tuhan.” lirih Kaynara.
“Tapi lo tenang aja, Abim kebal hukum, kalau pun keluarga Marlo nuntut Abim, ya dia gak bakal bisa dipenjara, bokapnya Abim itu orang terkenal dan terhormat, gak mungkin dia ngebiarin anaknya masuk penjara. Jadi, lo tenang aja.” jelas Gilang.
“Bener, lo gak perlu takut, Abimanyu gak bakalan pernah ngerasain diem di dalam penjara sebanyak apapun dia ngelanggar hukum.” lanjut Langit.
Semuanya semakin begitu sulit dan membingungkan bagi Kaynara,
“Ya udah, ini udah malem juga, kita kayaknya harus balik, Kay. Titip salam ke Abim ya kalau udah bangun.” pamit Gilang sambil berdiri dari duduknya, diikuti dengan Langit dan juga Kaynara.
Kaynara mengangguk, senyuman tipis ia perlihatkan kepada kedua sahabat kekasihnya ini, “makasih ya udah mau anterin Abim kesini. Maafin Abim ngerepotin kalian terus.” ucap Kaynara.
“Abim kalau gak ngerepotin gue sama Gilang, dunia kiamat kayaknya Kay.”
Ketiga orang itu tertawa.
Gilang dan Langit pun kembali pulang ke tempat mereka masing-masing. Sementara Kaynara, gadis itu masih diam di tempatnya, banyak sekali hal yang ia pikirkan, terutama tentang Abimanyu. Semuanya benar-benar membuat Kaynara semakin stress. Bisakah ia dan Abimanyu merasakan normalnya kisah cinta pasangan mahasiswa yang indah seperti di dalam drama-drama?
Kaynara pergi menuju kamarnya. Kepalanya pening, dia harus mengistirahatkan dirinya, kalau tidak, dia bisa sakit. Sesampainya di kamar, Kaynara melepaskan branya terlebih dahulu, lalu ia naik ke atas ranjangnya. Dia menidurkan dirinya disamping Abimanyu. Posisi tidur Kaynara menyamping menghadap Abimanyu, dengan kepalanya yang ia taruh tepat di dada lelaki itu.
Ajaibnya, meskipun tidur dalam keadaan mabuk, Abimanyu seolah tahu kalau Kaynara berada di sampingnya dan tengah memeluknya. Tangan Abimanyu memegang tubuh Kaynara. Keduanya pun tertidur dengan begitu nyenyak.