How Can I Forget About That


Apa yang diucapkan Haikal di group chat ternyata memang benar adanya.

Jantung Ethan benar-benar terasa seperti akan keluar dari tempatnya saking cepatnya degup jantung Ethan tat kala melihat Emily—mantan kekasihnya yang sore ini datang untuk mulai bekerja di rumahnya sebagai baby sitter.

Gadis itu berhasil membuat Ethan terpana dengan penampilannya yang terlihat begitu cantik dengan rambut paniang kecokelatannya yang dibiarkan terurai begitu saja, ditambah kaus putih lengan pendek yang digunakannya, dengan hot pants yang memperlihatkan kaki ramping dan jenjang Emily.

Sangking terpananya Ethan dengan Emily, lelaki itu sampai tidak membiarkan Emily untuk masuk ke dalam rumahnya, padahal keduanya sudah berdiri saling berhadap-hadapan dan saling diam selama kurang lebih 5 menit,

“Ethan.” panggil Emily membuat Ethan seketika langsung tersadar dari aktifitasnya—mengagumi kecantikan Emily.

“Eh iya kenapa?” tanya Ethan.

“Lo gak mungkin nyuruh gue untuk berdiri terus di depan pintu rumah lo kan?”

Ethan tertawa—lebih tepatnya dia mentertawai kebodohannya sendiri,

“Sorry gue lupa.” ucap Ethan, “silahkan masuk.” lanjutnya, sambil bergeser ke samping, agar Emily bisa masuk ke dalam rumahnya.

Setelah itu pintu pun ditutup. Ethan mengikuti langkah Emily dari belakang, dan mensejajarkan dirinya dengan Emily,

“Rumah lo segede ini.” puji Emily sambil matanya menelusuri setiap sudut ruang tamu rumah Ethan yang luasnya 11-12 dengan halaman belakang rumah Emily yang dijadikan mini zoo oleh ayahnya, “wajar kalau semisal lo lebih milih ngekost setelah nyokap bokap lo ke Paris.” lanjut Emily sambil melirik Ethan disampingnya.

Ethan mengangguk, tangannya ia gunakan untuk menggaruk-garuk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak terasa gatal. Ini adalah cara Ethan untuk menyembunyikan perasaan saltingnya karena ditatap oleh Emily seperti barusan

“Oh iya, bayinya mana?” tanya Emily.

“Ada di kamar gue.” jawab Ethan, “gak apa-apa kan kalau semisal lo masuk kamar gua?”

Emily mengerutkan dahinya bingung, “bukannya harusnya gue ya yang nanya kayak gitu? Kenapa malah jadi lu?” tanya Emily.

“Engga maksud gue, takutnya lo gak nyaman kalau harus masuk ke kamar laki-laki, makanya gue nanya dulu ke elu.”

Emily tertawa pelan.

Ethan bersumpah dalam hatinya, dia benci melihat tawa itu, karena kini ritme jantungnya semakin tidak beraturan. Lebih parah dari awal tadi,

“Gak masalah kok.” jawab Emily, “so, can you take me to your room?”

“Sure.”

Ethan berjalan terlebih dahulu menaiki tangga, lalu diikuti dengan Emily di belakangnya.

Mereka berdua sudah tiba di depan pintu kamar Ethan yang tertutup dengan rapat. Ethan membuka pintu kamarnya, lalu masuk ke dalam, ia juga tidak lupa mempersilahkan Emily untuk masuk ke dalam kamarnya.

Emily agaknya terkejut melihat kondisi kamar yang bernuansa serba biru tua ini. Bagaimana tidak, kamar ini benar-benar berantakan, banyak baju bayi, pampers, dan banyak barang-barang bayi lainnya yang berserakan di lantai.

Ethan mengutuki dirinya sendiri yang tidak membereskan kamarnya sebelum Emily datang. Sekarang, Emily melihat sisi buruk Ethan yang tidak pernah bisa rapih dengan kamarnya sendiri,

Well, Emily, sorry lo jadi harus ngeliat kamar gue yang berantakan ini.” kata Ethan yang malu setengah mati dan merasa menyesal juga marah kepada dirinya sendiri. Seharusnya dia memberikan kesan baik kepada Emily, karena ini pertemuan keduanya setelah sebelas tahun.

Meskipun masih terkejut, tapi Emily merespon permintaan maaf Ethan itu dengan tenang seolah-olah dirinya tidak terguncang dengan kamar Ethan yang berantakan ini,

Its okay, di rumah pun kadang kamar gue sama berantakannya kayak kamar lo.” jawab Emily bohong. Bagaimana bisa Emily membiarkan kamarnya berantakan, sementara dirinya akan begitu stress kalau banyak barang berserakan di kamarnya.

Entahlah, Ethan merasa kalau respon dari Emily tadi seperti gadis itu mengiyakan kalau kamar Ethan memang benar-benar berantakan.

Emily mencoba untuk tidak memperdulikan barang-barang yang berserakan di lantai. Ia memfokuskan dirinya kepada sosok bayi yang tengah tertidur di atas ranjang berukurang king size milih Ethan dengan dua guling—disamping kiri dan kanan Ethan sebagai pelindung, agar bayi itu tidak jatuh ke lantai.

Senyum merekah tersirat di wajah Emily. Gadis itu langsung berjalan mendekati kasur, dan duduk di samping kasur, lalu mengajak bayi itu bercengkrama, seolah-olah bayi itu paham dengan apa yang Emily ucapkan.

Dari tempatnya, Ethan melihat pemandangan itu. Dia tersenyum senang, melihat Emily yang langsung mencoba untuk mengakrabkan diri dengan Kaisar. Ethan sekarang merasa seperti dirinya sedang melihat bayangan masa depannya,

“Namanya siapa, Than?” tanya Emily.

“Kaisar. Kaisar Malik Pratama.” jawab Ethan dengan begitu bangganya.

“Such a beautiful name.” lirih Emily, “just like this baby. Hello… im here… im your new friend, my name is Emily. You're cute.”

Dan Kaisar pun tertawa, seolah-olah dia mengerti ucapan dan isi hati Emily yang begitu amat sangat terpana dengan Kaisar,

“Ethan, dia ketawa.” seru Emily kepada Ethan.

“Serius?” Ethan bertanya tidak percaya.

“Iya serius. Sini!” ajak Emily sambil mengayun-ayunkan tangannya.

Ethan berjalan menghampiri Emily dan Kaisar. Dan benar saja, Kaisar tengah tertawa, dengan giginya yang belum tumbuh sama sekali. Anak kecil itu seribu kali lipat semakin terlihat menggemaskan,

“You know what?” ujar Ethan sambil matanya terus menatap Kaisar, seolah-olah Kaisar adalah pemandangan indah yang harus selalu dilihatnya.

“Hm.” respon Emily yang melakukan hal yang sama seperti Ethan—menatap Kaisar.

“Dia gak pernah ketawa selama beberapa hari tinggal sama gue. Yang dia lakuin selalu nangis, minta susu, dan setelah itu tidur.” ungkap Ethan.

Emily mengalihkan pandangannya kepada Ethan,

“Really?” tanya Emily tidak percaya.

Ethan menganggukan kepalanya.

Lalu, Emily kembali memfokuskan pandangannya kepada Kaisar. Menatap anak bayi itu dengan tatapan penuh sayang,

“Dia mungkin butuh sosok perempuan di hidupnya. Atau, dia tahu seburuk apa sikap lo ke gue waktu 11 tahun yang lalu.” ucap Emily yang kembali menatap Ethan.

Ethan tertawa pelan,

“Astaga.” desah Ethan.

Emily pun ikut tertawa. Mengingat kembali memori yang entah menyedihkan atau memalukan—Emily bingung menyebutkan,

“Remember?”

“Well, how can i forget about that?”