Im sorry, I love you


“Asik dangdutannya? Asik nyawer biduannya?”

Baru saja Raden masuk ke dalam kamarnya, tiba-tiba pertanyaan mengerikan itu dilontarkan oleh sang istri, Maizara. Lelaki itu langsung panik tidak karuan, raut wajahnya berubah menjadi gelisah. Dalam hatinya dia bertanya-tanya, darimana istrinya tau itu semua?

“S—sayang aku bisa jelasin.” panik Raden.

Maizara tersenyum mengejek. Lalu matanya menatap sang suami dengan tatapan tajam,

“Gak perlu. Semuanya udah jelas.” ucap Maizara dengan begitu dingin.

Gadis itu merubah posisinya yang semula duduk diatas ranjang sembari menyenderkan punggungnya ke senderan kasur, menjadi tertidur dengan menghadap ke samping kanan.

Raden dengan gesit mendekati kasur dan duduk disana. Lelaki itu panik, satu hal yang paling dia takuti adalah Maizara saat marah. Gadis ini hanya akan mendiami Raden selama dia marah, dan itu entah sampai kapan. Raden benci diberikan silent treatment.

Lelaki itu juga tidak bisa menyangkal kalau semua ini adalah salahnya. Andai saja dia jujur kepada Maizara, mungkin semuanya tidak akan seperti ini. Sebenarnya, Maizara bukan tipe yang melarang Raden untuk melakukan segala hal, hanya saja memang, ada beberapa hal yang seharusnya setiap Raden mau melakukan itu ia berdiskusi dulu dengan Maizara atau meminta izin.

Bagaimanapun, Raden sudah bukan bujangan lagi, dia adalah suami sekaligus ayah dari 2 anak. Sebagai seorang kepala keluarga, seharusnya Raden bisa lebih bijaksana,

“Sayang, maafin aku, aku tau aku salah, aku gak jujur sama kamu. Maafin aku sayang. Aku diajakin sama Idan, dia bilang aku pengecut kalau aku takut sama kamu dan nolak ajakan dia, aku gak terima jadi aku iyain aja ajakan dia. Maafin aku sayang, aku gak jujur sama kamu. Aku bener-bener minta maaf.” rengek Raden.

Maizara belum benar-benar tertidur, jadi telinga gadis itu masih dapat berfungsi dengan baik. Dia mendengarkan penjelasan Raden, tapi dia memilih untuk tidak memberikan tanggapan apa-apa,

“Mai, istriku, sayangku, tolong maafin aku ya? Aku bener bener nyesel Mai. Aku sayang kamu Mai, aku cinta sama kamu, aku gak bermaksud untuk boongin kamu. Maizara, sayang.” Raden masih tidak menyerah.

Beribu kata maaf diselingi dengan pujian ia lontarkan kepada Maizara, namun Maizara seperti tidak memperdulikannya, lagi pula gadis itu sudah mulai masuk ke alam mimpinya, jadi, dia tidak lagi mendengarkan kalimat-kalimat manis yang Raden ucapkan.

Melihat Maizara yang tertidur lelap membuat Raden menghembuskan nafasnya dengan begitu kecewa. Ia menatap istrinya itu dengan tatapan penuh rasa bersalah. Seharusnya, Raden tidak membohongi Maizara, wanita itu sudah berkorban banyak untuknya. Raden bodoh! Dia terus mengutuki dirinya sendiri. Andai waktu bisa diputar, Raden ingin menolak ajakan Zidan.

Tapi nasi sudah menjadi bubur. Mungkin memang semuanya sudah harus berjalan seperti ini. Lagi, Raden menghembuskan nafasnya. Dia membungkuk sejenak untuk memberikan kecupan manis di rambut Maizara yang wanginya sangat Raden sukai,

“Maafin aku. Aku cinta kamu.”