Interrogation
“Loh, pagi-pagi udah rapih aja, ada jadwal offline nak?” tanya bunda Emily ketika melihat anak perempuannya yang muncul di meja makan dengan pakaian yang sangat rapih juga wangi yang semerbak bak bunga-bunga di taman.
Emily menggelengkan kepalanya, sambil duduk di sebrang sang ibunda. Tangannya membalikan piring lalu mengambil secentong nasi untuk mengambil nasi goreng seafood buatan ibundanya,
“And where are you going this morning?” sang ayah akhirnya membuka suara.
“Work.” jawab Emily masih dengan nada yang ketus.
“You got a job?” sang ayah berseru tak percaya. Ada kebahagiaan yang meliputi wajah tampannya yang sudah mulai dipenuhi oleh keriput.
Sang ibunda juga terlihat begitu bahagia dan tidak percaya karena pada akhirnya, anak perempuannya, yang sempat mereka ragukan tidak akan survive untuk menjadi wanita mandiri, ternyata mampu membuktikan dirinya sendiri,
“Yeah, i got a job. So please stop underestimate me.” ucap Emily dengan angkuh.
Kedua orang tua Emily saling menukar pandang, dan diam-diam tangan mereka saling bertautan. Dua orang yang umurnya sudah hampir menginjak setengah abad itu melemparkan senyum bahagia mereka melihat Emily pada akhirnya mampu hidup dengan mandiri,
“Im so proud of you, honey.” ucap sang ayah, yang membuat Emily bahagia dan dia hampir memperlihatkan senyuman manisnya.
Iya, Emily berencana akan terus bersikap cuek kepada ayahnya sampai laki-laki itu mau menurunkan egonya dan meminta maaf kepada Emily,
“Bunda juga bangga sama kamu, nak.” gantian sang ibunda yang memuji anak perempuannya itu.
“Thank you.” jawab Emily dengan suara setengah berbisik, namun masih dapat di dengar oleh kedua orangtuanya.
“So, what company hired you?” tanya sang ayah.
“Ok, ayah, *before i answer your question, do you really not feel sorry for what you did to me?” kesal Emily.
Sang ayah menghembuskan nafasnya sambil tersenyum. Ok, kali ini lelaki tua itu menyerah, dia akan meminta maaf kepada Emily. Lelaki itu sadar bahwa dia amat sangat keras terhadap Emily, tapi hal itu juga dia lakukan semata-mata karena dia sayang kepada Emily dan ingin membuat gadis itu menjadi pribadi yang lebih baik.
Pria itu menaruh sendoknya di atas piring, lalu menatap anak perempuan kesayangannya itu dengan tatapan lembut,
“Ok, im sorry. Im sorry for being rude to you yesterday. But all that i do because i want you to be a better person and can be responsible. I love you very much, honey.” ucap ayah Emily dengan tulus.
Emily tersenyum lalu ia berdiri dari duduknya dan mendekap tubuh sang ayah dari samping sekilas, sembari mengecup puncak kepala sang ayah. Melihat pemandangan itu, membuat Bunda Emily merasa senang, bahkan saking senangnya beliau sampai berkaca-kaca,
“Bunda, are you crying?” tanya Emily setelah duduk kembali di tempatnya.
“No. Im not.” elak beliau sambil mengipas-ngipas matanya menggunakan tangannya sendiri, “jadi kamu kerja dimana, nak?”
“I was working with my friend.” jawab Emily dengan senyum yang merekah.
“Oh, how can a friend at your age own a company, and hire you there.” celetuk sang ayah.
“No one owns the company and no one works in the company.” sanggah Emily, “i work for my friend as a baby sitter.”
Suasana yang tadi membaik kini berubah menjadi menegagangkan,
“What the hell?” tanya ayah Emily kesal, sementara ibunda Emily hanya diam sambil menatap anaknya yang terlihat kebingungan di tempat duduknya, “honey, are you out of your mind?”
“Why? Remember that you're the one who said that i have to work so i can support myself. And now i've got it. Where did i go wrong?”
“Listen to me, you can work in a company or at a law firm, or in government agency, or wherever it is. Why did you choose to be a baby sitter? And i don't understand, why does your friend need a baby sitter?”
“First of all, because i love the babies. Second of all, its not you business. And the third, im late, so, i gotta go. Bye ayah, bunda.”
Emily bangkit dari duduknya dan mencium kedua pipi orang tuanya, setelah itu ia pergi melenggang keluar dari rumahnya menuju rumah Ethan untuk mulai mengurus Kaisar.
Sementara kedua orang tua Emily masih terdiam di meja makan mereka,
“Why does she have to be a baby sitter?” ayah Emily masih tidak terima fakta bahwa anaknya bekerja sebagai seorang baby sitter.
Bunda menghela nafasnya, “Being a baby sitter isn't such a bad thing. she can learn how to take good care of children, and she can use it for her future children.” ucapnya dengan lembut.
“Future children? Oh come on, baby, she's still a baby.”
“Are you kidding me? She's 21 years old.”
“She's still my baby. I don't want to lose my little babygirl.”
Bunda tersenyum penuh haru. Ia menggenggam tangan suaminya itu dan mengecupnya dengan lembut,
“I know what you feel, but you don't have to be worry, we'll never lose our little baby girl.”
Ayah mengangguk dan tersenyum, gantian sekarang dirinya yang mengecup punggung tangan bunda,
“But i swear the god, whoever wants to marry my little babygirl, i will make him give up quickly.”