Its a Girls day


“I wanna confess.” ucap Jihan kepada Alice dan Yasmin disela-sela kegiatan nongkrong mereka.

Ya, sore hari ini—setelah ketiganya selesai dengan urusan pekerjaan masing-masing—memutuskan untuk pergi hang out bersama di salah satu cafe yang jaraknya tidak jauh dari tempat dimana Jihan bekerja,

“About what?” tanya Yasmin sambil menaruh gelasnya di meja setelah ia menyisip smoothie pesanannya.

“Juan.” jawab Jihan dengan begitu hati-hati.

Alice, dia adalah orang yang paling benci dengan Juan. Di hari pertama setelah kejadian itu terungkap, Alice lah orang yang paling pertama datang menemui Juan, dan memukuli laki-laki itu sampai wajahnya benar-benar bonyok.

Kalau Yasmin, dia tipikal perempuan yang santai dan tidak bar bar seperti Alice. Yasmin juga tidak terlalu menghakimi Juan, karena dia selalu berpegang teguh kepada prinsip, 'selalu ada alasan dibalik kenapa seseorang melakukan hal itu.',

“Itu laki ngapain lagi?” geram Alice.

“Ternyata, selama gue di Jogja, dia selalu dateng ke apartement gue, dia berdiri di depan pintu apartement gue. Dia selalu datang sambil bawa bunga dan disimpen di depan pintu apartement gue. Waktu itu pernah sampai bener-bener banyak banget bunga, dan dia di tegur sama resepsionis di apartement gue.” jelas Jihan sambil meminum milkshake strawberry pesanannya.

“Cowo goblog.” maki Alice, “gue tuh gak ngerti ya sama pikiran itu anjing satu. Ih gue kesel banget sama dia demi Tuhan, pengen gue acak-acaki aja itu muka.”

Yasmin menghela nafas ketika mendengar sumpah serapah yang keluar dari dalam mulut Alice untuk Juan,

“Please, itu tuh mungkin bentuk penyesalan dia, karena dia udah nyakitin Jihan.” ucap Yasmin.

“Dia tahu kalau dia bakal nyesel sama apa yang dia perbuat waktu itu, terus kenapa dia masih lakuin? Manusia emang tolol semua.”

“Lu juga manusia kalau lu lupa.”

“Guys, udah. Alice, gue berterima kasih sama lo karena lo udah sebegitu sayangnya sama gue. Tapi, gue rasa, udah yuk stop untuk benci sama Juan—”

“How can i stop hating him, when he is the cause of your suffering for about two years.” potong Alice.

“Alice, i know the truth, sejujurnya dia gak jahat seperti apa yang gue, lo, dan lo pikirin 3 tahun yang lalu. Yang jahat dan licik disini itu Yunita, but, i already forgive her, so, no hard feeling ya meskipun suara desahan dia dan bayangan itu masih menghantui gue.”

“What do you mean you know the truth?” tanya Yasmin, Alice pun ikut penasaran.

“Iya, maksudnya apa?”

Oke, mungkin, sekarang ini adalah waktu yang pas untuk Jihan memberitahukan kepada Alice dan juga Yasmin bahwa dirinya bertemu dengan Yunita,

“I met her. Yunita.”

“DIMANA?” Yasmin dan Alice kompak bertanya.

“Di Stasiun Tugu. Waktu gue mau ke Bandung, dia out of nowhere nyamperin gue, dan ngajak gue ke starbucks untuk jelasin semua yang terjadi ke gue.”

“Oh my god! This is so interesting.” pekik Yasmin.

“Terus gimana?” Alice bertanya dengan begitu menggebu-gebu.

“Di hari anniversary gue sama Juan, sebenernya Juan udah punya planning untuk ngelamar gue. Dia bahkan udah beli cincin dan udah nyiapin suprise untuk gue. Tapi, Yunita malah ngajakin Juan untuk jalan-jalan, dan malemnya, Yunita dapet kabar kalau mantan pacarnya itu selingkuh, dia stress dan akhirnya dia ngajak Juan untuk minum. Juan jelas nolak, karena dia mau rayain anniversary sama gue, ditambah dia juga mau ngelamar gue. Yunita malah ngancem Juan, dan ya pada akhirnya, mereka mabok, dan hal itu pun terjadi.”

“Dan lo percaya akan semua itu?” sarkas Alice.

Yasmin memutar bola matanya malas, “ok, here we go again.” gumamnya sangat pelan.

“Ya gue percaya, karena Yunita yang jelasin langsung ke gue.” jawab Jihan.

Alice tertawa meledek,

“Jihan, Jihan, nih lo dengerin gue ya, kita itu gak boleh percaya sama omongan manusia yang udah pernah jahatin kita di masa lalu. Karena semua omongan yang keluar dari mulut mereka tuh yaa bullshit. Mereka punya banyak skenario di dalam otak mereka, yang bisa mereka gunain buat narik simpatisan orang yang pernah mereka sakitin, dan dari situ orang orang yang pernah di sakitin sama mereka itu maafin mereka.”

Jihan terdiam sejenak. Merenungi apa yang Alice ucapkan,

“No, no, no gue gak setuju.” sanggah Yasmin, “Alice, udah berapa kali gue bilang sama lo, kita enggak boleh suudzon sama seseorang, itu ga baik asal lo tau aja. Dan juga, enggak semua manusia di dunia ini tuh sama seperti apa yang lo pikirin tentang Juan dan juga Yunita. C'mon, people made a mistake, kenapa sih lo engga bisa buat berpikiran positif ke Juan?”

“He hurt my best friend, ok?”

“Ok, i get it, tapi lo gak punya hak juga untuk fitnah dia apalagi sampai lo mukulin Juan, dia hampir mati kalau lo inget kejadian malem itu.”

Alice mengangkat kedua bahunya tanda dia tidak perduli, “i don't care, gue gak perduli mau dia mati malam itu atau enggak, yang jelas, gue lega karena gue udah bisa bikin dia ancur malem itu. And i do it all for you.” ucap Alice sambil matanya menatap Jihan dengan tatapan penuh sayangnya.

Jihan tersenyum terharu,

“Thank you so much.” ucap Jihan dengan lembut, “tapi bener apa kata Yasmin, lo harus berhenti untuk suudzon sama seseorang.”

Alice mendecak sebal,

“Well, gue gak mau berhenti sebenernya, karena menurut gue suudzon itu bikin kita jadi aware sama lingkungan sekitar terutama lingkungan pertemanan, sehingga yang namanya kita disakitin sama seseorang, dikecewain, atau apapun itu you name it gak bakal pernah terjadi. Tapi, *since two my favorite person ask me to stop being judgemental to other people, i guess i'll try to do it.” ucap Alice.

Yasmin dan Jihan tertawa senang. Lalu setelah itu keduanya berpelukan bak teletubbies,

“By the way, masih ada satu hal lagi yang mau gue kasih tau sama lo berdua.”

“What is that?”

“Ya, tell us.”

Jihan menarik nafasnya lalu menghela nafasnya dengan pelan,

“Kemarin, waktu kita berdua selesai jalan-jalan, gue pulang ke apartement gue, and i saw him standing in front of my door. And then....”

“And then what!?”

Alice dan Yasmin lagi lagi menjadi kompak,

“And then we hugged.”