Its Crazy!


“Siapa? Pacar kamu?” tanya Juan bercanda sambil melihat Jihan yang baru saja memabalas pesan dari kedua sahabatnya, Yasmin dan Alice.

Diberi pertanyaan seperti itu oleh Juan, membuat Jihan memberikan tatapan sinis kepada mantan kekasihnya itu. Juan hanya tertawa dengan mulut yang penuh oleh nasi goreng,

“Aku bercanda sayang.” ucap Juan dengan lembut setelah tawanya reda.

“Aku gak ngizinin kamu manggil aku sayang loh.”

“Oh gitu? Mau aku lihatin rekaman yang semalem, hm? Ahhh... Sayang.... Iyaaahhh.... Sayangg—”

Jihan melotot, dia mencoba untuk menutupi mulut Juan dengan tangannya, agar lelaki itu tidak sembarangan bicara. Lagi dan lagi, Juan dibuat tertawa dengan sikap panik Jihan yang sangat menggemaskan ini,

“Kamu bisa hati-hati gak kalau bicara? Kalau ada Pa Julian disini gimana.” Jihan bicara sambil berbisik dengan penuh penekanan.

“Hei, Julian itu temen aku asal kamu tahu. Lagian, Julian gak akan turun cepet kok, dia kan lagi asik-asik sama pacarnya. Kayak kita pas tadi malem.” lagi, Juan kembali menggoda Jihan, dan membuat Jihan salah tingkah hingga pipinya bersemu merah.

“Kamu ya!” ucap Jihan sambil mencubit paha Juan dengan cubitan semut.

“Awwww! Sakit sayang!” ringis Juan, sambil tangan kekarnya mengelus-elus bekas cubitan Jihan tadi.

“Makanya jangan godain aku terus!”

“Iya iya maaf.” Juan kembali bersuara, “kamu tadi chatingan sama siapa?”

“Alice sama Yasmin.” jawab Jihan.

“Alice masih marah sama aku?” tanya Juan, yang dijawab oleh anggukan kepala Jihan, “pantesan, beberapa minggu yang lalu, aku ketemu dia tuh di super market, terus aku sapa dia, eh dia malah melengos pergi gitu aja.”

“Serius?”

Juan mengangguk sambil mengunyah nasi goreng di dalam mulutnya,

“Maaf ya sayang, aku juga gak tau kenapa Alice bisa sebegitu bencinya sama kamu. Aku padahal udah jelasin yang pertemuan aku sama Yunita, tapi dia gak percaya, dan sampai sekarang Alice masih benci sama kamu dan Yunita.” Jihan terlihat sangat merasa bersalah atas sikap Alice yang begitu kasar kepada Juan.

Juan tersenyum, dia memegang tangan Jihan dan mengecup punggung tangannya dengan lembut,

“Gak apa-apa sayang, aku pantes kok dapetin itu. Dan aku paham kenapa Alice sebegitunya sama kamu, karena dia sayang sama kamu, dia enggak terima kamu disakitin sama aku. Aku justru yang harusnya minta maaf sama dia.”

“Nanti aku sampein ya.”

Juan mengangguk,

“Oh iya, aku mau ke Jogja boleh enggak?” Juan tiba-tiba mengganti topik pembicaraan yang membuat Jihan terkejut. Untuk apa laki-laki ini bertanya seperti itu?

“Mau ngapain?” tanya Jihan masih terkejut.

“Ketemu orang tua kamu lah, mau ngapain lagi emang?”

“Ih mau ngapain?”

Juan menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan cepat. Ia masih menggenggam tangan Jihan, dan kini genggamannya bertambah erat. Matanya menatap lurus mata cantik Jihan,

“Aku mau nikahin kamu.” jawab Juan dengan begitu yakin.

“Juan—”

“Sayang, aku udah siapin semuanya, dari mulai rumah untuk kita tinggalin, biaya pernikahan, biaya untuk anak kita, bahkan cincin yang aku beli untuk kamu waktu itu pun masih aku jaga. Aku gak bisa kalau harus pacaran sama kamu, aku mau kamu untuk nemenin aku seumur hidup aku. Aku mau kamu jadi orang yang ngomelin aku kalau aku taruh handuk basah di atas kasur, aku mau kamu ngeliat aku bangun terus tidur lagi di samping kamu sampai kamu bosen, aku mau liat kamu pake daster dan aku pake sarung.” Jihan tertawa sambil matanya berlinang air mata mendengar kalimat barusan, “aku mau kamu, Jihan. Aku mau ngabisin sisa hidup aku sama kamu. Cuman kamu, gak ada yang lain. Mau ya?”

Jihan menghela nafasnya, “Juan, aku masih harus membangun kepercayaan aku ke kamu untuk ngejalanin itu semua. Pelan-pelan ya? Sekarang, aku kembali sama kamu, dan aku mau belajar untuk percaya lagi sama kamu. Boleh ya?”

Juan paham, maka dari itu dia tidak akan memaksakan keadaan. Kapanpun Jihan siap, dia juga akan siap,

“Iya, boleh.” jawab Juan, “tapi kalau pas pulang dari sini, yang tadi malem tiba-tiba jadi di perut kamu gimana? Aku gak pake pengaman loh soalnya, dan seinget aku pun, aku gak keluarin diluar.”

Jihan benar-benar merasa tidak nyaman dengan percakapan vulgar ini,

I swear the god, sekali lagi kamu singgung soal semalem, aku bener bener gak mau berhubungan lagi sama kamu.”

“Berhubungan badan maksudnya?”

“JUAN!” sentak Jihan, dan tiba-tiba semua orang yang tengah menyantap makanannya menatap ke meja mereka berdua.

Juan hanya bisa menahan tawanya, sementara Jihan menatap salah satu diantara mereka sambil menampakan senyuman kikuk yang menandakan bahwa mereka berdua baik-baik saja.

Mereka berdua pun pada akhirnya, melanjutkan sesi makan siang mereka. Sampai pada akhirnya, datanglah Julian bersama seorang perempuan yang tidak lain dan tidak bukan adalah kekasih dari Julian.

Jihan langsung menyambut kedatangan bosnya itu dengan cara berdiri dari duduknya. Sementara Juan, laki-laki itu masih asyik duduk di tempatnya, sambil memperhatikan Julian dan juga wanita yang berdiri disamping Julian,

“Good sex, huh?” tanya Juan jahil.

Jihan melirik Juan spontan ketika lelaki itu melontarkan pertanyaan tidak senonoh kepada Julian dan kekasihnya. Gadis itu memberi tatapan yang tajam kepada Juan, seolah-olah memberi kode kepada lelaki itu untuk berhenti berbicara yang tidak-tidak,

“More than good.” jawab Julian sambil merangkul pinggul kekasihnya, “iya kan sayang?”

Ok, dan Jihan pun terkejut mendengar respon dari Julian. Dia pikir, Julian akan marah atau merasa malu atas pertanyaan Juan. Tapi nyatanya? Oh astaga, mereka berdua sama-sama tidak tahu malu dan mesum ternyata,

“Iya dong.” jawab kekasih Julian dengan begitu percaya dirinya. Astaga, apa disini hanya Jihan yang memiliki rasa malu, “oh, ini karyawan baru di divisi kamu ya sayang?”

“Iya, kenalin ini Jihan, dan Jihan kenalin ini Tasya, pacar saya.”

Keduanya pun berjabatan tangan,

“Tasya.”

“Jihan.”

Lalu, setelah itu keduanya saling melepaskan jabatan tangan mereka masing-masing,

“Julian banyak cerita tentang kamu, dia bilang kamu cantik, dan ya, kamu emang cantik. Gak heran banyak laki-laki disana yang ngomongin kamu.” sanjung Tasya.

Jihan tersenyum malu-malu, “ah enggak mba, mba juga cantik kok, cocok sama Pak Julian.”

“Terpaksa sebenernya saya harus terus sama dia.”

“Iya, soalnya gak ada lagi yang mau sama kamu, selain aku.” ucap Juan sambil menoleh ke arah Tasya.

Tasya pun ikut menoleh ke arah Juan, “no one love like you do, baby.”

Dan, jantung Jihan rasanya mau copot ketika melihat mereka saling berpagut lidah di depan matanya. Jihan langsung menatap Juan, dan Juan hanya tertawa melihat reaksi Jihan,

“Go get a room.” ucap Juan membuat dua pasangan itu melepaskan pagutannya dan tertawa.

Sementara Jihan masih terdiam saking shocknya,

Actually, kita nyari space yang gak banyak orang untuk kita berdua.” ucap Julian.

“Ngewe terus otak lu.” ejek Juan, Julian hanya tertawa menanggapinya.

“Ya udah kalau gitu kita pamit ya?”

“Iya iya silahkan. Hati-hati Sya, salah sedot lo entar.”

“Hahaha anjing lu.”

Begitulah, Julian dan Tasya pergi mencari tempat yang tidak banyak dikunjungi orang. Dan Jihan kembali duduk di tempatnya,

“Gila.” lirih Jihan.

Juan melirik Jihan sambil tertawa pelan, “kayak abis ngeliat setan tau gak.”

“Lebay kamu. Julian emang liar kalau udah sama pacarnya, kalau gak ada pacarnya dia kayak anak tolol gak tau tujuan hidup.” ucap Juan, “sekarang ke lobby yuk, ambil koper, terus kita duluan aja ke bandaranya, oke?”

“Iya deh.”