It's time


Rasa mulas itu benar-benar menyiksa Sekar. Keringat dingin keluar dari tubuhnya. Air ketuban juga sudah pecah, membasahi karpet ruang keluarga,

Tangannya yang gemetar, meraih ponselnya dan mencoba untuk menghubungi Julio, namun tidak ada juga respon. Lalu, mencoba menelfon kantor dan juga Johnny, hasilnya sama. Tidak ada respon.

Sekar benar-benar pasrah. Dalam rintihnya, gadis itu menyelipkan doa, agar bayinya diberi keselamatan, dan berdoa semoga ada kerabatnya yang tiba-tiba datang detik itu juga.

Dan, seolah-olah Tuhan mendengar doanya. Kedua orang tua tiba-tiba datang. Mereka berdua terlihat terkejut dan panik begitu melihat Sekar yang duduk di kursinya, sambil merintih kesakitan, dan memegangi perutnya.

Sekar menangis begitu melihat sang ibu,

“Ibuuuuu….. sakittttt…..” isak Sekar, “ibuu maafin Sekarrr, ibu Sekarr ga kuattt.”

“Kuat sayang, kuat. Ibu selalu memaafkan Sekar, lagipula Sekar anak baik, Sekar selalu bikin ayah sama ibu bangga.” lirih sang ibu, “sekarang kita ke rumah sakit ya?”

Sekar mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya,

“Suami kamu mana?” tanya ayah.

“Kerja ayah.” jawab Sekar lirih.

“Aduh, Julio, udah tau istrinya hamil besar gini malah pergi kerja.” omel sang ayah, “ya udah ayo sini ayah bantu.”

Seperti flashback ke masa lalu, ayah Sekar kembali menggendong Sekar, percis seperti dulu, ketika Sekar kecil, dia selalu tidur di lantai, dan setiap ayahnya pulang kerja, ayah selalu menggendong Sekar. Dan sekarang, kejadian itu kembali terulang.

Tapi, bukan karena Sekar yang tidur sembarangan, melainkan karena Sekar yang sedang kesakitan karena ada nyawa lain di dalam perutnya yang memberontak untuk keluar dan ingin segera melihat ayah dan ibunya di dunia yang sebenarnya.