Javiero's Explanation


Rasa gugup tidak bisa Karenina bendung lagi. Ini adalah hari pertamanya dia akan bertemu secara empat mata dengan Javiero, kakak tingkat yang sudah hampir dua tahun ini mengisi hatinya. Tidak hanya bertemu, mengobrol untuk membahas soal perjodohan pun jelas membuat seorang Karenina semakin gugup, dan juga tidak menyangka.

Iya, Karenina tidak menyangka kalau hari ini akan datang. Padahal dulu, dia hanya mengagumi Javiero dalam diam, dan selalu membayangkan bagaimana kalau nantinya mereka berdua bisa dekat, berteman, lalu tiba-tiba memiliki hubungan yang lebih dari seorang teman.

Rencana Tuhan memang tidak pernah bisa kita duga,

“Mba?” seseorang memanggil nama Karenina dari belakang. Gadis itu langsung tersadar dari lamunannya dan berbalik ke belakang.

Dilihatnya seorang pria dengan menggunakan jaket hijau, yang tidak lain dan tidak bukan adalah pengemudi ojek online yang tadi mengantarnya. Karenia mengernyit bingung, kenapa dia datang lagi?

“Ada apa mas?” tanya Karenina heran.

“Helm saya kebawa sama mba.” jawaban dari pengemudi ojek online tersebut langsung membuat Karenina melirik tangan sebelah kanannya. Astaga! Saking gugupnya Karenina, dia sampai tidak sadar kalau dia membawa helm milik pengemudi tersebut dengan jarinya.

Karenina langsung meringis kepada sang pengemudi, si pengemudi hanya tersenyum kikuk menanggapi Karenina. Helm pun sudah berpindah tangan dari tangan Karenina ke tangan pemilik awalnya. Setelah itu, Karenina berpamitan terlebih dahulu kepada pengemudi ojek online tersebut untuk masuk ke dalam. Sementara pengemudi itu juga kembali ke motornya dan mulai mencari rezeki lagi.

Di dalam, cafe ini lumayan ramai oleh pengunjung, rata-rata yang datang kesini sih mahasiswa atau siswa siswa SMA yang hanya sekedar ngobrol-ngobrol atau ada beberapa dari mereka yang mengerjakan tugas. Tapi sayangnya, gadis itu tidak melihat sosok Javier sama sekali, padahal tadi Javier bilang kalau dia sudah tiba lebih dulu di sini.

Karenina tidak menyerah. Dia mengedarkan pandangannya, dan sampai akhirnya dia menemukan batang hidung Javier. Lelaki itu sedang duduk di pojok, sambil menunduk dan memainkan ponselnya. Hanya dilihat dari jauh seperti ini saja, Karenina sudah bisa merasakan ritme debaran jantungnya yang abnormal.

Gadis itu menarik nafasnya dalam-dalam, dan menghembuskannya secara perlahan. Dia mendoktrin dirinya sendiri untuk bersikap seperti biasa. Setelah ritual itu dilakukan, barulah, dengan langkah yang begitu gugup, Karenuna memberanikan untuk berjalan mendekati meja yang di duduki Javier,

“Kak.” panggil Karenina begitu dirinya berdiri di depan Javier yang sedang duduk di sebrang Karenina.

Bisa Karenina lihat Javier yang langsung berhenti memainkan ponselnya setelah melihat sosok Karenina datang. Karenina memaksakan senyum awkwardnya, karena dia bingung dengan Javier yang melihat Karenina tanpa berkedip sama sekali.

Sekali lagi, Karenina mencoba untuk memanggil Javier,

“Kak. Hallo. Permisi.”

Javier tersadar dari lamunannya langsung. Ia tertawa kikuk, sambil tangannya menggaruk leher belakangnya yang tidak terasa gatal,

“Sorry.” cicit Javier.

Karenina mengangguk memaklumi lelaki itu.

Setelah itu Javier menyuruh Karenina untuk duduk di kursi yang ada di hadapannya. Karenina duduk disana, dan Javier duduk di bangkunya yang semula. Sebelum memulai obrolan, Javier memanggil pelayan untuk Karenina memesan makanannya. Dan, Karenina pun memilih untuk hanya memesan minuman, karena di apartement tadi dia sudah sempat memasak croissant home made miliknya.

Suasana di ruang duduk cafe begitu ramai dengan celotehan celotehan dari pengunjung dan tawa mereka. Namun, di meja yang di duduki oleh Javier dan Karenina sangat hening, tidak ada pembicaraan apapun. Keduanya hanya terdiam, dengan perasaan gugup yang melanda keduanya.

Tidak lama kemudian, pesanan Karenina pun datang. Gadis itu menyambut pesanannya dengan senyum merekah, ia tersenyum kepada sang pelayan, dan tidak lupa mengucapkan terima kasih. Pelayan tersebut kembali ke tempat kerjanya, meninggalkan Karenina dan Javier yang masih saling diam.

Mata Javier sebenarnya diam-diam memperhatikan Karenina yang sedang menyeruput minumannya. Darahnya berdesir melihat bagaimana manis dan cantiknya Karenina. Seumur hidup Javier, belum pernah dia bertemu dengan perempuan yang cantiknya seperti Karenina. Dia merasa, Karenina memiliki kecantikan yang unik, dan itu sukses sekali memikat hatinya dari semenjak ia menjadi panitia ospek, dan bertemu dengan Karenina di aula kampus untuk pertama kalinya,

“Nin.” panggil Javier, membuat Karenina memfokuskan matanya kepada Javier, “gue mau jelasin semuanya, biar enggak ada kesalahpahaman.”

Karenina mengangguk dan tersenyum tipis, memberikan kesempatan kepada Javier untuk menjelaskan kehidupannya yang rumit dan pelik apalagi setelah Cassie hari di dalam hidupnya dan menjadi kekasihnya,

“Oke, Cassie. Dia adalah temen satu angkatan gue. Dulu gue sempet mikir dia anaknya baik, maka dari itu gue berteman sama dia. Tapi jujur, Demi Tuhan, selama temenan pun, gue gak pernah flirting yang parah ke dia, gue bersikap seperti layaknya seorang teman. Tapi, sepertinya hal itu malah disalah tanggapi sama Cassie, dia mikir kalau gue suka sama dia, dan dia nyatain perasaannya duluan ke gue. Pada saat itu, gue udah jatuh cinta sama orang lain.”

Ketika mengucapkan kalimat terakhir, Javier menatap begitu dalam bola mata Karenina, membuat Karenina yang ditatapnya menjadi salting, namun tetap mencoba untuk terlihat biasa-biasa saja. Entah siapa yang Javier maksud dengan orang lain itu, yang terpenting, Karenina tahu kalau sampai kapanpun orang beruntung itu bukanlah dirinya,

“Cassie maksa, padahal gue udah nolak, dan akhirnya dia ngancem gue untuk bunuh diri, awalnya gue pikir itu cuma anceman gila dan gak bakalan juga dia lakuin. Tapi ternyata pemikiran gue salah, keesokan harinya, Cassie ditemukan gak sadarkan diri di kamarnya, dengan busa yang keluar dari mulutnya, dan kaleng obat yang ada di lantai. Ketika ditemuin itu, Cassie nulis surat yang intinya bilang kalau dia cinta sama gue, tapi gue malah nyia-nyiain cintanya.”

Karenina tidak habis fikir, seberapa beratnya hidup Cassie sampai dia sebegitunya kepada Javier,

“Gue terima cinta dia, dan gue ngejalanin hubungan ini dengan banyak keterpaksaan. Cassie yang selalu mulai hal-hal romantis sama gue, tapi gue enggak, gue terlalu kesel untuk ngelakuin hal romantis sama dia. Beberapa kali gue mencoba untuk ajak dia bicara baik-baik untuk akhirkin hubungan ini, tapi respon dia selalu sama seperti dulu gue nolak dia. Bunuh diri. Im so sick of that, bisa gak dia jangan bawa-bawa itu? Dia bodoh ngabisin dirinya sendiri cuma untuk cowok kayak aku.”

“Tapi, gue gak bakalan kemakan lagi sama anceman-ancemannya dia. Gue tetap bakal putus dan lanjutin perjodohan ini, gue gak perduli dia mau terima gue putusin atau nggak, yang jelas dan yang penting gue sudah lepas dari perempuan toxic kayak dia, dan gue akan memulai semua hal yang baru sama lo.”

Ada perasaan hangat yang menjerat hati Karenina sesaat Javier mengucapkan kalimat terakhirnya, dimana lelaki itu ingin memulai semua hal baru dengannya. Benar-benar rasanya seperti masih mimpi. Kemarin, Karenina masih menangisi Javier, karena ketampanan lelaki itu yang membuatnya minder dan merasa kalau Javier tidak akan pernah menjadi miliknya. Namun, sekarang, keadaan berubah dengan begitu cepatnya. Sepertinya, semua mimpi-mimpi Karenina yang ia gantungkan di langit tentang Javier sebentar lagi akan menjadi sebuah kenyataan,

“Jadi…” Javier menatap mata Karenina begitu dalam. Tangan kekarnya meraih tangan Karenina, dan menggenggam tangan itu dengan begitu erat. Karenina terkejut bukan main, pipinya seketika merah ketika tangan yang lebih besar dari tangannya itu menyentuh permukaan kulitnya. Semuanya benar-benar terasa begitu hangat, “im begging you, tolong terima perjodohan ini, dan jangan tolak perjodohan ini.”

“Tapi kak—”

“Kenapa, Nin? Lo punya pacar? Gak apa-apa, biar nanti gue yang bilang sama pacar lo.”.

Karenina buru-buru menggelengkan kepalanya. Matanya melotot, raut wajahnya terlihat seperti dia tidak membenarkan apa yang Javier ucapkan barusan kepada dirinya.

Javier melepaskan genggaman tangannya dari tangan Karenina.

Perasaan kecewa menimpa Karenina, padahal dia ingin Javier menggenggam tangannya terus, kalau bisa sampai pulang pun ia ingin digenggam tangannya oleh Javier,

“Terus kenapa? Kalau soal perasaan lo yang gak cinta sama gua, ya itu gak masalah, biarin aja, yang terpenting kita di jodohin, entah itu nantinya kita tunangan dulu atau langsung menikah, yang terpenting gue sama lu. Please, Nin, gue mohon.”

Karenina menatap mata Javier, dia melihat sorot tulus dan kejujuran dari matanya. Javier sepertinya benar-benar menginginkan perjodohan ini. Yang mana hal ini justru menjadi sangat langka, karena pada kebiasaannya laki-laki yang selalu tidak menginginkan perjodohan ini, tetapi, Javier, dia begitu sangat ingin perjodohan ini terjadi.

Jelas hal itu membuat Karenina terketuk pintu hatinya. Sejujurnya, Karenina sudah ingin menerima perjodohan ini, namun, mengetahui bahwa Javier yang sudah memiliki kekasih membuat memilih untuk mundur, dan membiarkan hidupnya dalam rasa penyesalan. Namun, hari ini, keadaan berubah, sebagai seseorang yang mencintai Javier, Karenina ingin menyelamatkan lelaki itu. Ia bisa merasakan lelah fisik, mental, dan batin yang Javier rasakan karena hubungan tidak sehatnya dengan Cassie.

Ia takut sebenarnya, karena perempuan seperti Cassie tidak pernah memiliki perasaan ampun ketika menyiksa seseorang. Tapi, Karenina tetap akan melakukannya karena ada Javier yang harus diselamatkan dari perempuan toxic itu,

“Iya.”

Mata Javier langsung berbinar penuh kebahagiaan dan rasa keterkejutan,

“Iya… ini maksudnya…. lu nerima gue? Lu gak bakal nolak perjodohan ini?”

Karenina mengangguk,

“Nanti aku bilang ke ayah sama ibu aku kalau perjodohannya gak usah dibatalin, karena akunya juga mau.”

Javier benar-benar bahagia hari ini, tidak ada satu pun kata yang bagus untuk menjabarkan bagaimana bahagianya dia hari ini. Dia tidak bisa berhenti tersenyum, lelaki itu meraih tangan Karenina dan mengecup punggung tangan sang puan.

Jangan tanya bagaimana perasaan Karenina sekarang. Kalau dia bisa pingsan sekarang, dia benar-benar akan pingsan. Tapi dia harus tetap tenang, agar tidak terlalu kentara kalau dia sebenarnya sudah diambang kewarasan akibat perlakuan Javier,

“Sekali terima kasih. Bener-bener terima kasih.”

Setelah ini, Javier benar-benar akan bisa lepas dari Cassie. Dan yang lebih penting, Javier akan menghabiskan seluruh sisa hidupnya di dunia bersama perempuan impiannya,

Karenina Kelana.