Late Night Call
Jam setengah sebelas malam ponsel milik Jihan berbunyi.
Gadis yang sudah hampir menemui mimpinya itu, buru-buru bangun dan meraih ponselnya. Senyum merekah tersirat di wajah cantik Jihan, melihat nama kontak yang menelfonnya di malam seperti ini,
“Hallo sayangnya aku.” sapa seseorang di sebrang sana, membuat Jihan tidak mampu menghalau rona merah yang memenuhi pipi chubbynya yang menggemaskan.
“Hallo juga sayang.” Jihan balas menyapa.
“Belum bobo pacarku?”
Telfon ini jelas berasal dari Juan. Laki-laki yang sudah lebih dari 1 tahun berkencan dengan Jihan. Janu memang tipikal laki-laki yang tidak malu-malu untuk menunjukkan rasa cintanya kepada Jihan, entah itu melalui tindakan, ucapan, ataupun panggilan diantara keduanya.
Juan hampir jarang sekali memanggil Jihan dengan panggilan “Jihan”, lelaki itu pasti selalu memanggil Jihan dengan panggilan sayang. Apapun itu,
“Kalau aku udah bobo, yang angkat telfon kamu siapa dong?”
Juan terkekeh disana, “hehehe iya yah, aku lupa. Lagian kamu sih!”
“Kok jadi nyalahin aku?”
“Menuhin otak aku terus, jadi aja aku lupa banyak hal, kecuali bahagiain kamu aku gak lupa.”
Gombalan-gombalan seperti ini sudah menjadi makanan sehari-hari Jihan sebagai pacar Juan. Pada awalnya, Jihan merasa geli, namun lama kelamaan, Jihan menikmatinya, dan kadang dia juga salting dibuatnya.
Seperti sekarang ini. Rasa kantuk itu seakan-akan hilang, digantikan dengan perasaan salting yang menggebu-gebu,
“Gimana? Senyam-senyum gak? Pipinya udah merah?” goda Juan.
“Kamu kalau godain aku terus, aku bakal tutup telfonnya.” ancam Jihan, yang jelas ancamannya hanya sekedar ucapan belaka. Mana mau Jihan mengakhiri sesi telfon ini hanya karena dirinya merasa salting akan gombalan Juan.
Hanya mendengar suara kekehan Juan di sebrang sana, tanpa melihat wajah lelaki itu secara langsung, perasaan cinta Jihan semakin bertambah. Ini terdengar sangat cringe, but thats the fact,
“By the way, sayang.” Jihan berusaha mengambil alih topik, “how was your day, hm?”
“So bad.” jawab Juan dengan nada lesu yang dibuat-buat.
“Kok bisa? Did something happen to you?” tanya Jihan khawatir dan mulai serius.
“Enggak ketemu kamu, makanya hari aku jadi buruk.”
“Astaga Juannnn! Im being serious right now.”
Juan tertawa mendengar rengekan kesal Jihan, karena lelaki itu terus mengeluarkan jurus gombalannya, “aku serius, beneran deh, aduh, enggak ketemu kamu sehari kayak ga ketemu setahun.”
“Lebay kamu!”
“Kan lebaynya juga sama kamu bukan sama yang lain.” ujar Juan, “kalau kamu, how was your day?”
“Ya gitu, dengerin omelan dosen, terus omelan tetangga di apartement aku, belum lagi ada tetangga yang minta diurusin surat-surat cerainya ke aku. Tapi sama aku yang kedua ga diiyain, karena aku aja masih harus banyak belajar, dan untuk ibu-ibu yang tetangga aku yang ngomel gara gara anaknya sering mesra-mesraan sama pacarnya di kamar, aku kasih nasihat aja, baik ke si ibu maupun ke anaknya.”
“Im so proud of you sayang! Hari ini kamu udah did your best. Makasih karena kamu udah mau sayang sama diri kamu sendiri, dan gak menempatkan orang lain sebagai prioritas kamu. Sekali lagi, im really really proud of you!”
Bibir Jihan membentuk lengkungan manis mendengar kata-kata sportif dari Juan,
“Makasih pacarku!”
“Sama-sama pacarku!” Juan melanjutkan ucapan lelaki itu, “i wanna tell you something.”
“Go ahead, by.”
“Temen kecilku yang namanya Yunita itu baru mau nyampe di Bandung nanti subuh. Perjalanan dari Malang dia.”
“Loh bukannya kata kamu di Surabaya?”
“I don't know, maybe papanya di pindah tugasin ke Malang.”
“Oh gitu, terus-terus gimana?”
“Ya, dia besok katanya mau dateng ke apartement aku, mau ketemu aku. Awalnya aku udah nolak, karena aku gamau masukin cewe lain ke apartement aku selain kamu, tapi dianya maksa, dan kalau dia udah maksa udah gabisa di bujug untuk nurut.”
Berbagai kemungkinan langsung berkecamuk di kepala Jihan. Gadis itu hanya terdiam, mencoba untuk mencerna semuanya,
“Sayang? Kenapa? Are you still there?”
Mendengar Juna yang beberapa kali memanggil namanya, membuat Jihan seketika langsung tersadar dari lamunannya,
“Oh iya, aku masih disini kok, sorry tadi kaget aku soalnya ada suara orang ngetok ternyata bukan.” alibi Jihan.
“Aku kira kamu marah setelah aku kasih tau itu. Im so sorry sayang, dia yang minta padahal aku udah nolak.”
Jihan tersenyum tipis meskipun Juan tidak bisa melihatnya,
“Its okay, gak apa-apa kok. Mungkin alasan Yunita pingin ketemu kamu di apartement kamu, itu karena dia kan dateng dari Malang, dan too tired to go outside. Aku juga kadang gitu kalau pergi ke luar kota, kalau baru nyampe pasti males untuk pergi ke cafe atau kemanapun. Aku ngerti kok sayang.”
“I love you so much, sayang. Aku beneran cinta kamu banget! Aku gak tau kalau aku ga ketemu kamu, hidup aku bakal kayak gimana. Makasih sayang, makasih karena udah percaya sama aku.”
“Iya sama sama pacarku yang ganteng!” lalu tiba-tiba, rasa ngantuk menghampiri Jihan, wanita itu menguap, untuk meluapkan rasa kantuknya.
“Kamu udah ngantuk by?”
“Iya nih aku ngantuk banget. Aku bobo duluan gapapa kan?”
“Oh iya gapapa, bobo yang nyenyak ya sayangnya Juan, terus mimpi yang indah juga, semoga setelah bangun nanti, kamu tambah cinta sama aku, karena aku juga setiap bangun selalu tambah cinta sama kamu.”
Jihan terkekeh geli,
“Siap bos!”
Keduanya lalu tertawa,
“Kalau gitu, aku pamit tidur ya, goodnight baby.”
“Goodnight sayangnya aku!”
Dan kemudian sambungan telfon pun terputus.
Jihan langsung kembali menaruh ponselnya di nakas. Dia lalu membenarkan posisi tidurnya, menarik selimutnya sampai menutupi dadanya, dan tertidur dengan begitu pulas.