Late Night Call


“Finally, you pick up my phone.” Gentala berujar dengan begitu tenang setelah Kaynara mengangkat sambungan telfonnya.

Di sebrang sana, Kaynara hanya tertawa. Dia merasa lucu mendengar nada suara Gentala yang seolah-olah Kaynara tidak bisa dihubungi berbulan-bulan,

“Mau apa kamu nelfon aku malem begini?” Kaynara bertanya dengan suara sinis yang dibuat-buat.

Gentala mengulum senyumannya, hatinya menghangat dan moodnya membaik setelah mendengar suara lembut Kaynara,

“I just want to apologize.” ucapnya dengan penuh rasa bersalah.

“Buat?”

“Kejadian di rumah sakit tadi. Im so sorry, Kay. That's not supposed to be happen.”

“Hei, its okay, gak apa-apa kok. Lagipula, memang kayaknya salah aku karena pergi bareng kamu, aku paham kok dia lagi cemburu itu. Gak apa-apa gak masalah, you don't need to apologize.”

“You're so kind, Kaynara.”

Pipi Kaynara memerah mendengar pujian yang terlontar dari mulut Gentala di sebrang sana. Mulut gadis itu pun melengkung membentuk seutas senyum yang begitu manis—mengalahkan manisnya gula,

“Kay.” panggil Gentala, suara lelaki itu kini terdengar sangat berat dan begitu serius.

“Ya?”

“I need you.”

Gadis itu jelas terkejut mendengar pengakuan Gentala. Bagaimana bisa dia mengatakan hal ini dengan begitu sungguh-sungguh dan meyakinkan kepada perempuan yang bahkan bukan pacarnya sama sekali,

“Kak… are you drunk?”

Terdengar kekehan berat di sebrang sana, dan setelah kekehan itu gendang telinga Kaynara menangkap suara erangan frustasi dari Gentala. Kaynara khawatir di buatnya,

“No, im not! Aku gak mabok. Im 100% sober!” jawab Gentala yang terdengar seperti racauan bagi Kaynara.

Kaynara menjilat bibirnya yang kering, kekhawatiran gadis ini semakin memuncak. Dia juga tidak tahu kenapa dirinya bisa begini, tapi yang jelas, dia takut, dia takut kalau sesuatu yang buruk akan terjadi kepada Gentala, dimanapun pria itu berada sekarang,

“Kak, where are you? Aku susulin kesana ya?”

“Aku di rumah aku cantik.” jawab Gentala, “can i give up, Kay?”

Kaynara benar-benar tidak tahu apa yang sedang Gentala bicarakan. Namun, mendengar dia mengucap kata-kata “can i give up” itu membuat Kaynara ketakutan. Takut kalau dia melakukan sesuatu yang bisa melukai dirinya sendiri atau menghilangkan nyawanya sendiri,

“Kak, please, don't make me worried about you. Where are you, right now?”

“Kaynara, this is so fucked up. Im tired, Kay. I just wanna live in peace. And the most important thing is, i just want to spend my rest of my life with you.”

“Kaynara, why did you leave me then?”

“I hate it when i have to keep blaming fate. but, if only that day you didn't go, by now we would have become lovers.”

“I love you, Kay. I really do.”

Kaynara tidak bisa berkata-kata lagi, gadis itu hanya termangu di tempatnya, mencoba mencerna semua racauan Gentala di telfon,

“Kak, you already had a girlfriend.”

“Persetan sama Tiara. Aku gak bisa jatuh cinta sama dia, sekeras apapun aku coba untuk jatuh cinta sama dia, aku ga pernah bisa.” Gentala melanjutkan ucapannya, “i want you, i need you, Kaynara Flora.”

Kaynara kembali dibuat bungkam oleh pernyataan Gentala. Selama ini, lelaki itu masih dengan setia mencintainya. Fakta itu membuat Kaynara terharu dan meneteskan air matanya. Dia selalu berpikir kalau semua laki-laki yang menyukainya tidak pernah tulus, mereka hanya menyukai Kaynara karena badannya. Tapi ternyata, ada laki-laki yang begitu tulus mencintai Kaynara selama hampir dua belas tahun lamanya,

“Kak, thank you.” lirih Kaynara.

Alih-alih mendapat kembali balasan, di sebrang sana Kaynara malah mendengar suara dengkuran keras yang sudah jelas penyebabnya siapa. Gadis itu tertawa pelan seraya menghapus air mata yang jatuh di pipinya,

“Good night, Gentala. Have a nice dream.”

Setelah itu, Kaynara memutuskan sambungan telfon dengan sepihak.

Gadis itu menaruh ponselnya di nakas samping ranjangnya. Dia telentangkan tubuhnya, dan menatap langit-langit dengan tatapan kosong, namun senyum terpatri jelas di wajah gadis itu,

“Kak Genta.” gumamnya.

Lalu, sedetik kemudian Kaynara tersadar dan langsung menampar pipinya dengan keras,

“SADAR KAY SADAR!” makinya kepada diri sendiri, “Kak Genta udah punya pacar. Gila lo!”

Ya, begitulah, satu sisi Kaynara senang mendengar fakta bahwa Gentala masih menyimpan rasa kepadanya meskipun sudah dua belas tahun berlalu, tetapi satu sisi juga Kaynara mencoba untuk tidak merasa senang, karena Gentala sudah memiliki kekasih.

Tolong sadarkan Kaynara.