Maldives
Sudah dari dua jam yang lalu kedua pasangan suami istri ini tiba di salah satu resort kenamaan di Maldives. Jani akui, kekayaan keluarga Jefri memang diluar ekspektasinya. Gadis itu berpikir kalau, orang-orang penting yang keluarga Jefri kenal itu hanya orang orang Indonesia saja, tapi nyatanya Jani salah. Pemilik dari resort ini adalah orang Perancis, dan dia menjadi salah satu orang terkaya dan terpenting di Perancis yang mana beliau ini berteman baik dengan keluarga Jefri. Semua pegawai di resort ini pun tunduk dan menghormati Jefri. Baru kali ini Jani merasa bahwa realita lebih indah dari ekspektasinya.
Sekarang, dua pasutri baru ini tengah menikmati malam mereka dengan berbaring diatas ranjang, sembari asyik menikmati tontonan netflix yang tersedia di smart TV yang dimiliki resort ini. Jani tentu serius menonton siaran tersebut, karena itu menampilkan serial Amerika yang memang menjadi favoritnya. Sementara Jefri, lelaki itu tidak benar-benar menonton layar TV, dia terus memperhatikan istrinya yang kini berada di dalam rangkulannya. Bayangan kejadian sehari sebelum mereka datang kesini, memenuhi isi otak Jefri, membuat sesuatu di bawah sana terbangun dengan sendirinya.
Jefri menginginkan Jani malam ini. Apalagi malam ini, Jani tidur dengan menggunakan nightdress berbahan dasar silk berwarna hitam tanpa lengan yang membuat leher jenjang gadis itu terekspose dengan jelas. Juga, belahan dada Jani yang terlihat oleh mata Jefri, membuat lelaki itu semakin menginginkan Jani malam ini.
Tubuh Jani memberikan reaksi terkejut ketika dengan tiba-tiba Jefri membenamkan wajahnya ke leher Jani, dan menghirup leher gadis itu. Memberikan sensasi geli dan sedikit keenakan bagi Jani, belum lagi kecupan-kecupan yang diberikan Jefri di leher jenjang istrinya itu, membuat Jani mencoba untuk tidak mengeluarkan suara erangannya,
“J..Jef..” lirih Jani, seraya tangannya mencoba untuk menjauhkan kepala Jefri dari lehernya, namun sial, tenaga Jefri begitu kuat, membuat Jani yang baru lima kali mencoba menarik kepala Jefri dari lehernya kewalahan.
Kalau tadi Jefri hanya memberikan kecupan manis, kini Jefri ganti dengan dirinya yang menjilati leher itu. Jani menggigit bibir bawahnya, matanya terpejam merasakan geli kenikmatan yang diberikan Jefri. Tidak hanya menjilati, Jefri juga menggigit dan menghisap leher milik Jani, membuat Jani tidak bisa menahan suara desahannya lagi. Ya, runtuh sudah pertahanan Jani,
“Ahh.. Jefhh..” erang Jani, sembari kakinya ia gerakan gelisah, menggesekan pusat tubuhnya dibawah sana yang sudah basah hanya karena cumbuan Jefri di lehernya.
Jefri menghentikan kegiatannya sementara. Dia menatap Jani, begitupun dengan Jani yang balik menatap mata sayu sarat akan nafsu milik Jefri dengan tatapan bertanya-tanya. Kenapa lelaki itu menghentikan aksinya, disaat Jani juga menginginkan Jefri untuk menyentuhnya lebih dari ini. Jari-jari panjang milik Jefri menyentuh bibir ranum milik Jani, membuat sentuhan-sentuhan seduktif yang membuat Jani membuka mulutnya tanpa diminta,
“Can i get what i want?” tanya Jefri dengan suara rendahnya yang membuat seluruh bulu kuduk Jani berdiri. Merinding.
Jani mengangguk.
Karena sejatinya, Jani juga membutuhkan Jefri untuk memuaskan birahinya malam ini. Meskipun ia takut, tapi ia akan lawan rasa takut itu. Nafsu birahinya lebih besar daripada rasa takut Jani.
Setelah mendapatkan lampu hijau dari Jani. Jefri langsung melahap bibir Jani penuh nafsu dan mencumbunya brutal. Beruntung, Jani bisa mengimbangi permainan bibir Jefri. Mulut Jani sedikit terbuka, dan hal tersebut membuat Jefri berhasil melesakkan lidahnya masuk ke dalam sana, mengabsen setiap deret gigi milik Jefri. Dan, yang paling memabukkan adalah, Jani juga ikut menggerakkan lidahnya. Kini mereka saling menikmati permainan lidah masing-masing.
Sambil berciuman, tangan Jefri turun menuju paha Jani, mengelus paha ramping itu dengan gerakan-gerakan seduktif, yang membuat Jani menjauhkan kepalanya dari Jefri dan melepaskan pagutan gila mereka untuk mengeluarkan desahan dari mulut indahnya,
“Ahh..”
Jefri kembali melahap bibir Jani, mencumbu bibir itu, tidak perduli apakah bibir itu akan bengkak atau tidak. Yang pasti, Jefri ingin menikmati benda tidak bertulang milik Jani yang begitu manis dan plumpy itu. Sembari tangannya yang tadi hanya bermain di atas paha Jani dan selangkangan Jani, kini mulai naik dan menyentuh ke pusat tubuh Jani yang tidak ditutupi oleh daleman sama sekali. Jelas Jefri terkejut, ia melepaskan pagutannya dan menatap Jani tidak percaya,
“Gak pake?” tanya Jefri disertai suara deru nafasnya yang tidak beraturan.
Jani yang juga ada dalam kondisi yang sama seperti Jefri pun menganggukkan kepalanya sembari melayangkan senyuman tipisnya,
“Ini honeymoon kita, why do i have to wear underwear?” deep voice Jani yang menaikkan nafsu di dalam diri Jefri, membuat lelaki itu menunjukkan seringaiannya.
“You such a slut.” lalu setelah mengucapkan kata-kata kasar yang membuat Jani semakin bernafsu, Jefri kembali melahap bibir Jani, dengan dua jarinya dibawah sana yang mengelus labia milik Jani, yang mana hal itu membuat Jani langsung melepaskan pagutannya, dan mengeluarkan desahannya sekuat mungkin.
Sialan! Labia adalah salah satu titik sensitif perempuan. Perempuan mana yang tidak akan terangsan dan keenakan apabila lelaki bermain dengan labianya dengan begitu lihai menggunakan jarinya seperti yang dilakukan oleh Jefri malam hari ini.
Jefri membuat gerakan yang cepat dalam mengelus labia milik Jani. Membuat Jani terus menatap ke bawah sana dengan wajah penuh nafsunya dan suara desahannya yang tidak bisa dielakkan lagi. Jefri, menikmati pemandangan ini, ia menatap Jani dengan tatapan penuh nafsu, pria ini memasang wajah brengseknya, merasa menang karena berhasil membuat Jani kegilaan seperti ini,
“Enak sayang?” tanya Jefri yang masih melakukan aktifitasnya dengan brutal.
Jani tidak bisa menjawab, kepalanya terasa pening, belum lagi pusat tubuhnya yang berkedut, menandakan bahwa sebentar lagi dia akan mencapai klimaksnya. Namun, Jefri masih terus memporak porandakan pusat tubuhnya yang belum semua terjamah.
Tiba-tiba, Jefri menampar libia milik Jani, yang membuat gadis itu menjerit keenakan. Ia menarik wajah Jefri, dan melumat bibir suaminya itu, menyalurkan perasaan nikmat yang dibuat oleh suaminya. Jefri menerima ciuman itu, ia membalas lumatan Jani. Lalu jarinya disana kembali mengulang gerakan usapan dalam tempo cepat, memukulnya kembali, mengusapnya cepat, begitu terus berulang-ulang. Sampai dimana, pusat tubuh Jani semakin berkedut, tidak lama lagi gadis itu pasti akan mengeluarkan cairannya.
Jani melepaskan pagutannya, “Jef… ahh… its close ahhh. i wanna cum… jef… please, more please… ahhh i wanna come i wanna come i wanna come. fuckhhh… ghhh.”
Racauan-racauan itu bak lantunan musik instrumental indah yang membuat Jefri puas dan ingin selalu lelaki itu dengar kemanapun ia pergi bersama Jani. Jefri mempercepat tempo usapannya tepat di libia sang istri sesuai dengan permintaannya.
Dan, setelah itu, Jani mengeluarkan cairannya. Gadis itu baru saja mau menghela nafasnya, namun, tiba-tiba jari Jefri kembali bergerak, kini jari-jari itu bermain di klitoris Jani, mengelus, menusuk-nusuk, mencubit, membuat gerakan yang memutar-mutar, yang mana itu jelas membuat Jani semakin menjerit keenakan. Jefri seperti tidak mengizinkan untuk Jani istirahat barang semenit saja.
Dan untuk kedua kalinya, Jani melakukan pelepasan. Ini sangat licik, karena Jefri sama sekali belum mendapatkan pelepasannya, sementara Jani sudah dua kali,
“Kamu licik!” protes Jani kesal.
“Apa?”
“Aku udah cum dua kali, kamu belum sama sekali.” kesal Jani sambil memajukan bibir bengkaknya itu beberapa centi.
“Yaudah.” Jefri menyeringai, “suck my dick, honey.”
Jefri kemudian merubah posisinya, ia menjadi duduk di ujung ranjang hotel. Kali ini, Jani lebih berani dari kemarin. Ia turun dari atas ranjangnya, dan berjongkok, bersimpuh tepat di depan penis Jefri, dengan kedua lututnya sebagai tumpuan gadis itu. Matanya menatap Jefri yang kini tengah menatap Jani penuh nafsu. Bibir Jani membentuk sebuah senyuman miring, yang membuat libido Jefri semakin meninggi. Tangan-tangan kecil gadis itu membuka celana tidur yang Jefri gunakan, Jefri pun membantunya dengan cara mengangkat sedikit bokongnya. Setelah celana tidur dan celana dalam Jefri dilepas. Jani dapat melihat dengan jelas penis Jefri yang masuk ke dalam ukuran american size itu sudah berdiri dengan tegak disertai urat-uratnya yang membuat Jani takjub,
“This is the biggest dick i've ever seen.” ucap Jani sembari tangannya memegang batang penis milik Jefri, yang langsung membuat nafas Jefri tercekat. Lelaki itu tersenyum miring, merasa bangga karena pujian yang Jani ucapkan barusan.
“Do you feel lucky?” Jefri bertanya dengan suara beratnya yang dijawab dengan anggukan kepala menggemaskan oleh Jani, “then satisfy him.” titah Jefri sembari tangannya mengelus surai hitam milik Jani.
“Yes daddy.”
Mendengar jawaban yang keluar dari mulut Jani, membuat Jefri menatap istrinya itu dengan tatapan nyalang. Kurang ajar! Hari ini mungkin Jefri akan bermain dengan sangat brutal bersama Jani, ia tidak akan memberikan gadisnya ini ampun barang sedetik pun. Ia akan menghancurkan Jani di ranjang hotel ini. Membuat gadis itu tidak bisa melakukan apa-apa, selain berteriak memanggil nama Jefri.
Jani memulai aksinya. Dia merunduk untuk mengecup kepala penis Jefri—lelaki itu menggigit bibir bawahnya. Dari bawah sini, Jani melirik Jefri yang juga melirik ke arahnya. Tatapan mata Jani benar-benar terlihat seperti tatapan seorang jalang genit yang sedang menggoda laki-laki hidung belang yang butuh kepuasan,
“Gemes.” entah ini pujian atau siksaan, yang jelas, setelah mengucapkan kalimat itu, Jani langsung memberikan kecupan yang bertubi-tubi di kepala penis Jefri. Tidak hanya itu, ia juga memasukan ujung dari penis Jani ke dalam mulutnya, lalu memainkan lidahnya disana, merasa cairan pre-cum yang keluar dari kepala penis Jefri.
“Fuck.” erang Jefri, dia sangat menikmati permainan Jani ini. Kepalanya mengadah ke atas. Dari bawah sini, Jani bisa melihat jakun Jefri yang naik turun seperti lelaki itu sedang menelan ludah, belum lagi matanya yang tertutup. Benar-benar menjelaskan kalau Jefri menikmati permainan ini.
Ego Jani seketika melambung tinggi melihat bagaimana Jefri menikmati servicenya. Maka dari itu, mulutnya mulai menyisir penis besar dan berurat milik Jefri. Lidahnya mulai membuat gerakan-gerakan seduktif di batang penis keras milik Jefri. Memutar, menepuk, menjilatinya dengan penuh nafsu.
Sembari Jani mengulum dan memaju mundurkan kepalanya untuk memberi kepuasan kepada penis Jefri. Lelaki itu tersenyum menatapi sang istri, dengan tangannya yang memainkan rambut Jani dengan lembut. Namun, tiba-tiba, sisi setan dalam diri Jefri berbisik, menyuruh Jefri untuk ikut andil dalam permainan ini. Jefri jelas mendengarkan permintaan setan dalam dirinya itu. Tangan Jefri yang sedari tadi mengelus lembut surai Jani, kini tiba-tiba merangkum seluruh rambut panjang nan gelap milik Jani. Menggerakkan kepala Jani, untuk membantu gadis itu memompa kejantanan besar milik Jefri yang tengah diberikan kehangatan oleh mulut lihai Jani.
Jani merasakan pusing dan perih di kepalanya karena cengkraman Jefri terhadap rambutnya yang semakin lama semakin kuat. Belum lagi, tenggorokannya yang terasa perih, karena penis milik Jefri kini sudah sepenuhnya masuk ke dalam mulutnya (akibat paksaan Jefri) dan menumbuk tenggorokan Jani, membuat gadis itu beberapa kali tersedak dan kehilangan nafasnya. Jani, memukul-mukul paha Jefri agar supaya lelaki itu berhenti melakukan ini, karena demi Tuhan, Jani butuh pasokan udara. Namun, Jefri tidak mengidahkannya, lelaki itu tetap menggerakkan kepala Jani dengan gerakan lebih cepat, karena sekarang sudah mau 10 menit, dan Jefri merasakan bahwa dirinya akan melakukan pelepasan, maka dari itu, Jefri tidak memberikan keringanan kepada istrinya itu.
Ini gila! Jefri bahkan sampai menggerakan pinggulnya berlawanan arah. Membuat Jani memutar bola matanya kenikmatan. Sekarang ia merasa seperti tengah diserang dari dua sisi. Tapi tidak masalah, meskipun menyiksa, Jani menyukainya. Apalagi melihat bagaimana sekarang Jefri tersiksa, bibirnya yang terbuka mengeluarkan erangan-erangan sexy, juga kepalanya yang terkadang ia angkat ke atas, dan jakunnya yang bergerak naik turun, membuat lelaki itu semakin terlihat sexy,
“Anjinghh, Janih… Mulut kamuhh.. Fuckkhh… Enakhh.”
“Bangsat.”
“Anjing Fuckh..”
Erangan-erangan kotor itu masuk ke dalam telinga Jani, dan membuat pusat tubuh Jani berkedut dan basah. Libidonya naik ketika mendengar erangan-erangan kotor itu.
Lalu detik selanjutnya, Jefri menarik paksa penisnya dari dalam mulut Jani. Lalu ia meminta Jani untuk meludah kembali di penisnya dan di tangan lelaki itu, Jani pun melakukannya. Jefri mengocok penisnya tepat di depan wajah Jani, sampai cairan-cairan putih itu keluar dari penisnya, bertumpah ruah tepat di wajah Jani, tidak hanya itu, Jefri juga meminta Jani untuk membuka mulutnya kembali, dan mengarahkan penisnya ke arah mulut Jani. Jani menurut, ia membuka mulutnya lebar-lebar dengan mata sayu sarat akan nafsunya, membiarkan Jefri menumpahkan cairan putih yang rasanya asin itu ke mulutnya,
“Swallow it!” titah Jefri, Jani menelan cairan itu tanpa rasa jijik seperti tempo hari yang lalu. Jefri tersenyum bangga dengan istrinya yang semakin pandai dalam urusan memuaskan dirinya.
Setelah itu Jefri langsung berdiri dari duduknya, dia juga menyuruh Jani untuk berdiri. Kini dua pasangan suami istri yang dibalut oleh nafsu itu sudah berdiri berhadapan. Jefri melepaskan atasannya dengan gusar dan tidak sabaran, begitu pula dengan Jani yang menanggalkan nightdress hadiah perkawinan dari kakaknya itu dengan tidak sabaran. Setelah mereka berdua sama-sama telanjang. Jefri menggandeng tangan Jani, ke arah meja rias yang di depannya terdapat kaca berukuran persegi panjang, yang menampakkan tubuh telanjang mereka berdua.
Jani berdiri di depan, sedangkan Jefri di belakang Jani, tengah asik memindahkan rambut Jani ke samping kiri, dan menghisap, menghirup, menjilati, dan mencium leher sang istri. Membuat Jani terangsan, dan merapatkan tubuhnya dengan tubuh Jefri, lalu menggesek-gesekkan bokongnya dengan penis Jefri yang kembali menegang. Satu tangan Jani terangkat ke belakang, menarik kepala Jefri, agar memudahkan Jani untuk melumat bibir suaminya itu, sembari ia menggesekkan bokongnya ke penis Jefri.
Suara decakkan yang beradut dengan air liur itu membuat kedua manusia itu semakin diselimuti oleh nafsu.
Cumbuan pun di lepas oleh Jefri,
“Bend over.” titah Jefri dengan tegas. Jani kemudian menuruti permintaan suaminya itu.
Ia menungging, dengan kedua tangannya yang ia taruh di atas meja rias. Jani menggunakan tangannya itu sebagai tumpuan, agar tubuhnya tidak ambruk. Jefri, langsung melesatkan seluruh batangnya masuk ke dalam Jani, membuat Jani berteriak merasakan ngilu, air matanya luruh dari sudut mata gadis itu. Jefri bisa melihatnya dari kaca yang ada di hadapannya. Maka dari itu, Jefri tidak membiarkan dirinya untuk bergerak, ia mendiaminya sebentar untuk membuat Jani terbiasa dengan penis besarnya di dalam sana. Jefri menarik wajah Jani untuk menoleh ke arahnya, lalu Jefri lumat bibir Jani dengan kasar, sembari pelan-pelan dia mencoba untuk menggerakkan pinggulnya dengan gerakan pelan tapi pasti. Jani melepaskan pagutannya, dan mendesah kesakitan,
“Ahhh… Jefhh… Sakithhh…”
Jefri seolah tuli, dia tidak perduli dengan teriakan Jani. Lelaki itu terus menumbuk lubang kenikmatan Jani yang sangat sempit untuk penisnya. Sampai erangan kesakitan Jani itu digantikan dengan erangan nikmat. Rasa linu, perih, dan sakit kini bercampur dengan rasa enak yang lebih mendominasi. Jefri terus menggerakkan pinggulnya dengan gerakan yang cepat, bahkan lebih cepat dari kuda yang tengah berlari di pacuan kuda,
“Fuckhh.. Jefhhh.. Ahh yeahh.”
“Anjinghh.”
“Fuck mee… Daddyh… Ahhh.”
“Fuckhh..”
“Bangsat enak banget Janih..”
Desahan-desahan nikmat Jefri dan Jani seolah-olah saling menyahut. Jefri berhasil menyentuh sweet spot milik Jani di dalam sana. Jani pun teriak kenikmatan, sembari dia ikut menggerakan pinggulnya secara berlawanan. Jefri mengerang kenikmatan karena gerakan yang dilakukan oleh Jani barusan, ia merasa penisnya dijepit begitu kuat dengan vagina Jani,
“Ahh fuckhhh… Jefhh… Terushh… Yeshh, therehhhshshh.”
Mereka berdua sama-sama saling menggerakan pinggul mereka. Kepala Jani sekarang terasa pening, permainan Jefri sungguh gila. Laki-laki ini adalah maniak sex yang sesungguhnya, dia tahu bagaimana caranya memuaskan perempuan. Dan, Jani beruntung dia merasakan pengalaman sex yang memuaskan dan menggairahkan dengan Jefri. Jani tidak bisa membayangkan kalau dia harus melakukan kegiatan bercinta ini dengan laki-laki lain,
“Jeff, im close. Ahh.” adu Jani kepada Jefri dengan nada meracau.
“Wait for me.” pinta Jefri yang terus menumbuk Jani dengan brutal. Saking brutalnya, payudara Jani yang menggantung dibawah sama pun bergerak dengan begitu cepat.
Jani memutar bola matanya saking nikmatnya tumbukan penis Jefri di dalam lubang surganya. Melihat itu dari balik kaca, Jefri menjadi agresif, dia mempercepat gerakannya, bahkan lebih cepat dari awal. Jani sampai berteriak kenikmatan, saking kencangnya gerakan Jefri untuk yang satu ini. Jefri merasa penisnya di dalam sana mengeras dan berkedut, menandakan bahwa sebentar lagi ia akan mengeluarkan cairannya di dalam sana. Maka dari itu, Jefri semakin mempercepat temponya,
“Honey… Now… Ahhh.” titah Jefri kepada Jani, “togehter, sayang.” sambungnya, Jefri pun menghentakkan penisnya di dalam sana selama kurang lebih 3 kali.
Lalu, Jani merasakan dirinya yang mengeluarkan cairannya, yang berjatuhan ke lantai, dan ia juga merasakan cairan milik Jefri yang memenuhi rahimnya. Cairan keduanya kini berjatuhan ke lantai saking penuhnya.
Jefri menarik tubuh lemas Jani untuk berdiri tegak dan bersender ke dadanya. Lelaki itu mengecup leher Jani, dan mencapit kedua pipi Jani agar menoleh ke sampingnya, lalu Jefri mengecup bibir Jani dengan lembut. Peluh memenuhi tubuh Jani dan Jefri, padahal AC di kamar ini menyala,
“Istirahat dulu ya, Jef.” lirih Jani yang sudah tidak bertenaga lagi karena Jefri.
“Tapi istirahatnya sambil aku nyusu ya?” pinta Jefri tepat di telinga istrinya.
“Ya udah gak apa-apa.”
“Kamu beneran kayak bayi deh.” kekeh Jani melihat suaminya yang kini tengah menghisap puting pink milik Jani dengan begitu rakus.
Tangan gadis itu menelisik, menelusuri rambut tebal Jefri yang lembut dan mengelusnya. Ya, Jani, membiarkan Jefri untuk bermain dengan payudaranya. Lagipula ini bukan hal yang buruk, meskipun Jani merasakan linu karena isapan Jefri yang kadang begitu keras, dan juga giginya menggigiti puting Jani dengan gemas.
Seperti yang dilakukannya sekarang ini. Jefri menggigit puting pink milik Jani karena merasa gemas dengan milik istrinya yang bulat, besar, dan pink ini. Hal tersebut membuat Jani mengerang kesakitan, ia mendorong kepala Jefri dengan kasar, dan kini Jefri berhasil menjauh dari dada Jani.
Jefri menatap Jani dengan tatapan polosnya,
“Kamu gila apa gimana? Digigitin, sakit tau!” protes Jani galak.
Jefri memperlihatkan cengirannya, “abisnya saya gemes sama punya kamu. Udah bulet, gede, nipplenya juga pink lagi.” puji Jefri, sembari jari telunjuknya menyentuh nipple pink Jani, dan menekan-nekannya bak bell rumah.
“Jefri ih, ya Tuhan, ini kamu pikir pentil aku tuh bell gitu dipencet-pencet kayak gini?”
“Ya kenapa sih sayang? Orang gemesin tau punya kamu tuh.”
Jani mendengus. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan waktu pukul 2 pagi waktu Maldives,
“Udah malem, ayo bobo, aku besok pengen jalan-jalan.” ajak Jani.
“Emang bisa?” Jefri bertanya dengan nada sombong.
Ya, Jani akui permainannya dengan Jefri tadi membuat gadis ini menjadi seperti lumpuh sementara. Kakinya bergetar, dan dia merasakan perih di sekitaran kemaluannya, yang membuat Jani harus dituntun untuk tidur di kasur oleh Jani,
“Ya emang sakitnya bakal sampai besok? Kan enggak. Udah ih ayo bobo.” ajak Jani merengek kepada suaminya itu.
“Gak mau ada next round gitu?” tanya Jefri, yang langsung dibalas dengan gelengan kepala oleh Jani. Jefri memajukan bibirnya, membuat Jani tertawa pelan.
“We still have so much time, sayang. Sekarang akunya capek, aku mau bobok boleh kan?”
“Ya udah deh.”
Lalu, Jefri pun membenamkan wajahnya di dada Jani. Sementara Jani tidak mempermasalahkan hal ini, dia membiarkan Jefri membenamkan wajahnya disana, selama lelaki itu tidak akan melakukan yang aneh-aneh.
Detik selanjutnya, mereka berdua pun sudah masuk ke alam mimpi masing-masing.