Missionary


“Hari ini tugasnya gak di ketik di laptop, tapi tulis tangan.” ucap Jefri sembari memberikan selembar kertas folio bergaris kepada Jani, beserta pulpennya. Jefri sudah menggunakan kemeja berwarna putih dan celana bahan, juga kacamata yang membuatnya semakin terlihat seperti dosen sungguhan.

Sementara Jani ia menggunakan kaus yang pas dengan bentuk tubuhnya, juga mini skirt yang memperlihatkan paha mulus Jani, tidak lupa rambut panjangnya yang digerai, dan riasan make up tipis yang membuat gadis itu terlihat sama lucu dan sexy disaat yang bersamaan,

“Kenapa harus di tulis tangan pak? Kan pakai laptop juga bisa. Ini udah dua ribu dua puluh dua, masih aja tulis tangan.” keluh Jani memajukan bibirnya ke depan. Di tempatnya, Jefri tidak tahan ingin mencium bibir tersebut dan menggeret Jani ke atas ranjangnya.

Jefri menatap Jani dengan tatapan tajam. Rahangnya mengeras, wajah lelaki itu terlihat begitu angkuh. Jani tahu itu adalah bagian dari skenario untuk memulai roleplay mereka hari ini, tapi, Jani benar-benar takut dengan ekspresi muka itu dan tatapan mata Jefri,

“Cepet kerjain tugasnya, atau kamu akan mengulang mata kuliah saya di semester depan!” titah Jefri galak kepada Jani.

“I-iya.”

Jani pun mulai menuliskan sesuatu di kertasnya. Sementara Jefri, pria itu duduk di sebrang Jani, sambil matanya memperhatikan Jani yang terlihat cantik dan menggemaskan hari ini. Lelaki itu tiba-tiba menyeringai, mengingat hal gila apa yang akan ia dan Jani lakukan setelah semua permainan peran ini selesai.

Merasa di perhatikan oleh sang suami. Jani melirik suaminya—dan kini mereka saling beradu pandang. Dari masing-masing mata mereka, terpancar perasaan nafsu yang besar. Jani tersenyum miring, lalu ia menuliskan sesuatu di kertasnya dengan huruf yang besar-besar, dan memperlihatkannya kepada Jefri.

Jakun Jefri naik turun ketika membaca tulisan itu,

“PLEASE, FUCK ME!!!”

Meskipun hanya berupa tulisan saja, tapi hawa panas sudah menguasai tubuh Jefri. Pusat tubuhnya dibawah sana pun sedikit demi sedikit terbangun dari tidurnya. Kalau mereka sedang tidak melakukan roleplay sekarang, mungkin Jefri sudah menyerang Jani habis-habisan. Tapi karena mereka sedang bermain peran, jadi sepertinya, Jefri harus sedikit berakting sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan.

Lantas Jefri berdiri dari duduknya, dan berjalan mendekati Jani yang menatapnya dengan tatapan penuh nafsu. Senyuman menggoda juga terpatri di wajah gadis itu. Membuat Jefri semakin kehilangan akal sehatnya sore hari ini. Tangan kekar Jefri mengambil kertas tersebut dan membacanya, lalu menghempaskannya dengan kasar ke lantai,

“Mau jadi pelacur kamu ngegoda-godain dosen sendiri? Saya udah punya istri. Saya gak mungkin kegoda sama kamu.” marah Jefri.

Jani tertawa pelan mendengarkan amarah lelaki itu. Ia berdiri dari duduknya, dan mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Jefri. Merapatkan tubuh mereka dan mengisik jarak diantara mereka. Kini, tubuh Jani menempel sempurna di tubuh Jefri, dan yang harus kalian tahu, Jani sekarang dapat merasakan pusat tubuh Jefri yang menyembul menusuk-nusuk pahanya,

“Omongan bapak sama reaksi tubuh bapak gak sinkron ya.” bisik Jani, sembari jarinya bergerak, mengelus setiap inc wajah tampan Jefri yang sudah memerah menahan sesak di bawah sana, “bapak gak suka sama saya? Tapi kok punya bapak bangun kayak begini?” Jani melanjutkan ucapannya, seraya memundurkan tubuhnya, dan tangannya membelas lembut pusat tubuh Jefri di balik celananya. Matanya tidak lepas menatap mata Jefri yang kini terpejam menikmati sentuhan tangan Jani di sana.

“Bapak beneran gak suka? Tapi bapak merem melek gitu. Istri bapak pasti udah tua ya? Gak bisa bikin bapak merem melek kayak begini. Kasian.” Jani masih mengoceh sambil tangannya terus mengelus dengan sensual milik Jefri.

Terdengar suara desahan yang tertahan dari mulut Jefri. Hal itu membuat Jani semakin gencar untuk menggoda suaminya yang sekarang sedang berperan sebagai dosennya ini.

Jani tiba-tiba berjongkok dengan kedua lutut sebagai tumpuannya. Muka cantik dan menggodanga kini sudah sejajar dengan penis Jefri yang sudah menyembul meminta dibebaskan dari celana bahannya. Dari bawah sini Jani melihat Jefri yang tengah menatap matanya dengan tatapan tajam dan penuh nafsu. Masih menatap sang suami, Jani mengecup penis tegang Jefri dari luar celananya,

“Bapak, beneran gak mau saya puasin? Kasian loh udah berdiri kayak gini.” Jani berbicara dengan suara yang dibuat serak agar terkesan sexy dan menggoda. Tatapan matanya yang sayu penuh nafsu itu juga membuat Jefri gelagapan.

“Puasin saya.” pinta Jefri dengan nafasnya yang tercekat, Jani tersenyum kegirangan. Lalu, jari-jari kecil dan manisnya itu membuka kancing dan zipper celana bahan milik Jefri. Menurunkannya hingga tungkai. Setelah celana dan celana dalam Jefri terlepas, barulah Jani memulai aksinya.

Dia merangkum semua rambutnya terlebih dahulu, lalu menyampingkannya ke sebelah kiri. Setelah itu, ia meraih batang penis Jefri yang sudah mengeras dan berurat. Jani menjilati batang kepala penis milik Jefri terlebih dahulu. Jefri tersenyum, tangannya terulur untuk mengelus rambut Jani.

Jani menelusuri seluruh bagian penis Jefri dengan lidahnya yang semakin hari semakin lihai. Belum lagi sekarang, mulutnya yang mulai berani untuk mengemut kedua bola yang menggantung di bawah batang Jefri. Membuat Jefri semakin dibuat gila. Saking nikmatnya, Jefri sampai tidak sadar kalau tangannya menjambak rambut bagian atas Jani, tapi hal itu bukannya membuat Jani berhenti, malah Jani terus menguatkan hisapannya di kedua bola tersebut,

“Ah anjing.” racau Jefri, “mulut brengsek. Enak banget.”

“Bangsat.”

You slut, Jani, you are my slut.”

Erangan-erangan kotor Jefri tidak sama sekali membuat Jani merasa tersinggung atau bagaimana. Justru, itu malah merangsang libido Jani. Terbukti dari bagaimana sesuatu yang basah keluar dari pusat tubuhnya di bawah sana yang masih ditutupi oleh celana dalam.

Asyik bergumul dengan dua bola menggantung itu. Kini, Jani mulai mengocok milik Jefri dengan tangannya yang kecil namun menyimpan banyak kenikmatan besar disana. Beberapa pre cum keluar mengenai wajah Jani, yang mana itu tidak sama sekali membuat Jani jijik, dirinya malah tertawa kegirangan, seperti baru di lempari uang berjuta-juta. Melihat itu nafsu Jefri semakin gila, dia ambil alih penisnya sendiri dari tangan Jani. Sang wanita agaknya sedikit kebingungan,

“Open your mouth.” titah Jefri dengan suara beratnya dan nafas yang menderu menahan nafsu.

Jani menurut, ia membuka mulutnya dengan lidahnya yang sedikit dikeluarkan. Jefri memukul-mukulkan penisnya ke bibir Jani, sebelum pada akhirnya memasukkan benda besar dan panjang itu ke dalam mulut Jani. Kali ini, Jefri tidak membiarkan tangan Jani bekerja. Dia rangkum semua rambut Jani, lalu ia maju mundurkan kepala Jani untuk memompa penisnya di dalam sana. Suara-suara tabrakan akibat penis besar Jefri yang merojok tenggorokan milik Jani menggema di kamar resort ini.

Penis Jefri sudah mentok di leher Jani, namun lelaki itu seolah tidak puas, dan terus memompa penisnya di dalam sana menggunakan kepala Jani dengan tempo yang cepat, membuat kepala Jani terasa perih juga tenggorokannya yang sakit dan dirinya yang hampir kehabisan nafas. Jani memukuli paha Jefri, namun lelaki itu tidak mengidahkannya. Dalam sex, Jefri akan sangat egois, tidak perduli apa yang dirasakan oleh partnernya, yang penting dirinya terpuaskan.

Cairan-cairan pre-cum Jefri mengaliri sudut kiri dan kanan bibir Jani, dan berjatuhan ke lantai dengan mengaliri dagu Jani terlebih dahulu. Jani mulai merasakan milik Jefri semakin besar di dalam sana dan berkedut, dia tahu, sebentar lagi suaminya itu akan mencapai klimaksnya. Jefri mempercepat pompaannya, itu semakin membuat Jani tersiksa namun juga merasa enak disaat yang bersamaan. Ketika Jefri merasa sesuatu akan keluar dari penisnya, dengan cepat dia segera melepaskan penisnya dari dalam mulut Jani. Lalu Jefri meminta Jani untuk membuka mulutnya,

“Buku mulut bajingan kamu. Buka!” desak Jefri dengan suara beratnya. Satu tangan Jefri mengocok penisnya, dan satu tangannya lagi ia gunakan untuk menampar pipi Jani, hingga kepala gadis itu terlempar ke samping. Ada perasaan aneh yang mendera Jani ketika Jefri menamparnya. Rasanya enak, dan nafsunya libidonya semakin naik.

Jani membuka mulutnya, disertai mata telernya yang keenakan karena mulutnya yang sempat diisi penuh oleh batang penis Jefri. Lelaki itu mengarahkan penisnya ke mulut Jani dan menumpahkan banyak cairannya kesana—sangking banyaknya, cairan itu sampai mengani wajah Jani,

“Telen!” titah Jefri dengan galak, Jani menurutinya, ia menelan cairan kental putih dan asin itu. Benar kata Anindita, saat kita sedang diselimuti oleh rasa nafsu, hal yang kita anggap menjijikan pun tetap akan terasa lezat bagi kita.

Kini sekarang gantian Jefri yang memberi kepuasan kepada istrinya itu. Dia suruh Jani berdiri dari jongkoknya. Jefri juga menyuruh Jani dengan galak agar supaya perempuan itu membuka mini skirtnya. Jani menurut, ia buka mini skirtnya dan juga thong yang ia gunakan. Kini mereka berdua sama-sama sudah bertelanjang di bagian bawah. Jefri bertumpu dengan kedua lututnya dibawah Jani, tepat di depan pusat tubuh wanita itu. Jefri pun memegang kedua kaki Jani dan melebarkannya selebar bahu. Selanjutnya, dia mendekatkan wajahnya dengan pusat tubuh Jani, menghirup seluruh permukaan Jani meggunakan hidungnya, menggesek-gesekkan dengan hidungnya, dan mulai memainkan lidahnya di sana. Ia menjilati klitoris Jani, membuat gadis itu meremas rambut Jefri dan mengeluarkan erangan lembutnya.

Lidah Jefri yang memang sudah lihai pun semakin brutal di bawah sana. Menjilat. Mengigit. Menghisap libia dan klitoris Jani. Membuat gadisnya itu merasakan nikmat yang luar biasa, hingga air matanya uruh dari kedua sudut mata cantik gadis itu sangking nikmatnya,

“Jef. Gila kamu.” erang Jani keenakan. Dia tidak pernah menyangka kalau Jefri akan benar-benar sebaik ini dalam memberikan kepuasan dan kenikmatan untuk Jani.

Tiba-tiba Jefri memberikan tamparan keras di pantat Jani, karena wanita itu dengan berani-beraninya memanggil Jefri dengan “Jef” disaat mereka masih bermain peran sebagai dosen dan mahasiswa,

“Ah.. M…maaf Pak.”

Lidah Jefri yang berhasil memporak porandakan vaginanya di bawah sana, membuat Jani merasakan pusat tubuhnya berkedut ingin kencing, saking nikmatnya permainan Jefri. Lelaki itu menyadari kalau Jani ingin mengeluarkan cairannya, namun, Jefri menahannya, dia terus bermain di bawah sana dengan brutal, sehingga wajahnya mengenai cipratan cairan dari Jani. Jani sudah memohon-mohon kepada Jefri untuk membiarkannya keluar kali ini saja, namun, Jefri tetaplah Jefri. Si egois dalam urusan sex.

Tiga menit berlalu. Jefri menjauhkan wajahnya dari vagina Jani, lalu membiarkan Jani mengeluarkan seluruh cairannya yang bak air mancur ke lantai kamar resort ini. Seperti tidak memberikan Jani izin untuk bernafas, Jefri langung memasukan keempat jarinya ke dalam lubang kenikmatan milik Jani, lalu merojoknya dengan brutal, membuat cairan itu kembali mencuat kemana-kemana, membasahi wajah Jefri dan juga lantai. Jani merengek sangking nikmatnya fingering Jefri dengan empat jari sekaligus.

Kaki Jani benar-benar lemas sekarang, bahkan kalau dilihat dengan seksama, kaki gadis itu sekarang tengah bergetar hebat. Jefri menyadarinya, tapi ia tidak perduli, ia ingin terus merojok vagina Jani dengan brutal hingga gadis itu merasa lemas keenakan. Dan, keinginan Jefri pun terwujud, rojokan brutal yang disebabkan oleh jari-jarinya itu sukses membuat Jani berteriak keenakan. Dan kini, Jani melakukan pelepasan untuk yang ketiga kalinya. Jefri langsung mengeluarkan jarinya dari dalam lubang Jani,

“Ini akibatnya karena kamu udah goda saya.” ucap Jefri dengan nada senga. Jani tidak memberi tanggapan apa-apa, gadis itu hanya terdiam, dengan nafasnya yang masih memburu, “pindah ke kasur sekarang. Buka baju kamu sekalian.”

Jani yang sudah terlanjur lelah pun menurut. Ia melepaskan bajunya, juga branya. Kini Jani sudah benar-benar telanjang sempurna. Ia pun menidurkan tubuhnya di kasur dengan posisi terlentang. Jefri ikut melepaskan atasannya. Dan sekarang dua pasangan suami istri itu sudah telanjang dengan sempurna. Jefri menaiki ranjang, dan merangkak ke atas Jani. Lelaki itu membuat posisi tubuhnya seperti tengah melakukan gerakan Cobra Strecth, dengan kedua tangannya yang berada di sisi kiri dan kanan kepala Jani sebagai tumpuan tubuhnya. Sementara Jani, dia melebarkan kakinya, menaruhnya di samping kiri dan kanan pinggang Jefri dan membiarkannya menggantung. Setelah itu, Jefri langsung memasukan seluruh penisnya ke dalam lubang vagina Jani, membuat gadis itu berteriak merasakan perih—ya, meskipun miliknya sudah basah, namun tetap saja, besarnya milik Jefri tidak cukup untuk masuk ke dalam milik Jani, jadi rasanya sangat amat perih, apalagi Jefri memasukan hampir seluruh penis besar dan panjangnya ke dalam sana,

“Ahhh…” lirih Jani. Mata gadis itu kembali memproduksi air mata yang luruh dari sudut matanya. Rasanya benar-benar perih dan linu, namun tidak selang kemudian, rasa nikmat mulai menghampiri Jani.

Jefri memaju mundurkan pinggulnya dengan tempo yang cepat. Membuat payudara Jani yang besar, kencang, dan bulat itu ikut bergerak mengikuti tempo genjotan Jefri di dalam sana. Muka Jani yang memerah, matanya yang merem melek syarat akan nafsu, membuat Jefri tidak bisa mengontrol dirinya. Lelaki itu menambah kecepatan genjotannya dengan brutal, membuat desahan Jani semakin kencang. Jefri menatap mata Jani yang penuh nafsu itu, begitu pun dengan sang puan. Mereka saling bertatapan—seperti menyalurkan perasaan cinta dan nafsu yang ada di dalam diri mereka,

“Enak gak saya giniin kamu?”

“Enak… Ahhh, terus pak…”

“Kamu daripada jadi mahasiswa saya mending jadi pemuas nafsu saya aja mau gak? Saya lebih suka badan sexy kamu.”

Jani tersenyum miring, “dengan senang hati.”

Setelah itu, Jefri sedikit menurunkan tubuhnya untuk bisa melumat bibir sexy Jani. Lumatan itu terasa sekali seperti lumatan yang tercipta dari perasaan cinta dan nafsu keduanya. Beberapa menit setelah itu, pagutan itu terlepas membentung juntaian tali dari saliva keduanya. Jefri semakin mempercepat genjotannya, tat kala Jani berteriak kalau milik Jefri menyentuh sweet spotnya. Maka dari itu, Jefri semakin mempercepat kinerjanya untuk membuat istrinya semakin tersiksa,

“Pak… Fuck… Saya mah keluar… Ahhh….”

“Tunggu sebentar lagi!”

Jefri semakin mempercepat lagi temponya. Laki-laki ini benar-benar brutal, Jani tidak yakin kalau besok dia bisa berjalan dengan sempurna nantinya.

Jani merasakan milik Jefri yang semakin besar di bawah sana, vaginanya yang berkedut juga memberikan sensasi seolah-olah seperti menjepit milik Jefri, yang membuat lelaki itu semakin gila dan brutal dalam menggenjot Jani,

“Ah anjinghh…”

“Fuckhh…”

“Jani punya kamu ngejepit punya saya. Bangsat ahh.”

Mendengar erangan dari suaminya itu, membuat Jani tertantang untuk bergerak. Dia menaikkan pinggulnya sedikit dan menggerakkan tubuhnya untuk membantu Jefri. Kini, suara desahan Jefri dan Jani saling bersautan di kamar resort yang menjadi saksi pergumulan mereka.

Jefri dan Jani pun merasakan bahwa mereka berdua akan melakukan pelepasan. Maka keduanya saling menggerakan pinggul masing-masing dengan cepat,

“Ahhh… Jef… Brengsekk… Ahhh.”

“Jani…. Sialanhhh…. Kamu enak banget fuckhh.”

“Aku mau keluar arghhh…”

“Ayo barengan sayang.”

Dan, Jefri pun menyemburkan cairan hangatnya tepat di rahim Jani. Jani juga sama, ia menyemburkan cairan-cairan bercintanya. Jefri kemudian ambruk di atas tubuh Jani. Keduanya sama-sama lelah, dengan nafas yang tidak beraturan. Kurang dari lima menit, Jefri melepaskan penisnya dari dalam sana, ia berpindah ke samping Jani, dan merebahkan tubuhnya disana. Jefri menarik tubuh Jani ke dalam dekapannya, lalu tidak lupa lelaki itu juga menarik selimutnya untuk menutupi tujuh telanjang mereka,

“Jef, kayaknya pulang dari sini aku bisa beneran hamil anak kamu.” ucap Jani dengan suara seraknya, Jefri tertawa sambil memejamkan matanya.

“Aamiin.” ucapnya dengan lembut.

Kini Jefri sudah kembali menjadi Jefri yang lembut dan menyayangi Jani. Tidak seperti tadi. Tadi Jefri benar-benar seperti setan yang menyeramkan,

“Kamu ada turunan Amerika ya Jef?” Jani kembali bertanya.

Jefri melonggarkan dekapannya agar ia bisa melihat wajah cantik Jani,

“Kok bisa nanya gitu?”

Jani berdehem lalu berkata, “your dick is really big, not like Asian size, more like American size.” jawab Jani yang disertai tawa sang suami.

Jefri mengecup bibir Jani sekilas lalu menjawab,

“Kata papa sih, buyut saya itu orang Amerika, jadi ya mungkin nurun dari sana.” jawab Jefri, yang membuat Jani mengangguk sembari mulutnya membentuk huruf O, “kamu gak suka?” tanya Jefri penasaran.

“IH SIAPA BILANG!? GILA KALI AKU GAK SUKA, YA AKU SUKA BANGET LAH.” heboh Jani membuat Jefri lagi-lagi tertawa renyah, “ya walaupun besok pasti aku gak bakalan bisa jalan, tapi enak kok, puas hehehe.” sambungnya.

“Kalau gitu mau ronde kedua gak?”

“Emang kamu kuat?” Jani bertanya dengan nada yang menantang.

“Kamu mau saya genjot sampai besok malem juga saya jabanin sayang.”

Jani tersenyum mesum, “fuck me 'till tommorow. Please.”

“As your wish, darling.”

Dan, setelah itu, Jefri dan Jani benar-benar melanjutkan kegiatan mereka dan saling bersenggama sampai keesokan harinya. Jefri benar-benar tidak memberi Jani istirahat barang 1 jam pun.