Nostalgia


“Eh kalian pada inget gak sih dulu waktu jaman-jaman ospek, si Milee yang paling susah buat diajak ngobrol?” ucap Amoura yang mulai bernostalgia tentang masa-masa ospek mereka 3 tahun yang lalu.

Ya, setelah Emily, Amoura, dan Nadin asik berbelanja baju di salah satu mall terbesar di Bandung, tidak lupa juga bagi Emily untuk membeli buku—padahal kemarin dia sudah membeli lumayan banyak buku—mereka bertiga memutuskan untuk pergi ke salah satu coffee shop di Bandung yang menyajikan pemandangan kota Bandung dilihat dari atas,

“IYA GUE INGET BANGET!” Nadin berseru heboh sambil memukul-mukul meja.

“Masa sih gue dulu susah buat diajak ngobrol?” Emily terlihat bingung, apakah dirinya dulu memang seperti apa yang diucapkan Amoura? Seingatnya dia biasa-biasa saja, dan dia juga berbaur dengan beberapa teman di kelompok ospeknya waktu itu.

Amoura mengangguk sambil menyeruput mocktail pesananannya,

“Demi Tuhan semua orang pada takut buat ngobrol sama lu, karena muka lu yang too intimidating dan juga lu yang kalau diajak ngobrol cuman jawab seadanya, dan nada suara lo pun gak ramah sama sekali.” papar Amoura.

“Sebegitunya kah gue?” tanya Emily seolah-olah tidak percaya kalau dirinya dulu seburuk itu.

“Iya anjir.” Nadin ikut menambahkan, “parah banget sumpah lo dulu, gue sampai setiap ngeliat lo males banget anjir, soalnya lo emang sejudes itu, lo ada masalah apaan sih dulu?”

Emily mengangkat kedua bahunya. Dia juga tidak tahu kenapa dulu dia seperti itu, padahal sebenarnya dia merasa kalau dirinya baik-baik saja, dan selalu mencoba untuk berbaur dengan siapapun,

“Terus gue tiba-tiba bisa temenan sama lo berdua karena apaan? Gue kayak lupa, literally lupa.” tanya Emily.

“Kalau gak salah sih gara-gara waktu itu lo nolongin Nadin, pas Nadin pingsan waktu Bela Negara, terus lo neriakin gue, ya udah akhirnya gue sama lo bareng sama si bapak tentara yang palanya botak kumis baplang perut gede bawa Nadin ke UKS, iya gak sih?” jawab Amoura seperti kurang yakin dan seperti mencoba untuk mengingat-ingat kembali masa-masa itu.

“Iya.” Nadin berseru, “nah terus abis itu pas gua sadar tuh, kita bertiga ngobrol dan obrolan kita serus banget, abis itu kemana-mana deh kita selalu bareng.”

“Gila yah, gue gak nyangka loh gue bertahan temenan sama lo pada sampai tiga tahun. Kalau boleh jujur, dulu waktu di SMA tuh gue hampir kayak gak punya temen, karena waktu SMA gue yang blasteran sendirian di kelas, terus ya cewek cewek di kelas pada jealous gitu ke gue karena mereka mikirnya gue ngerebut perhatian cowo cowo dari mereka. Ya bukan salah gue dong kalau kayak gitu? Iya gak sih?”

Nadin dan Amoura mengangguk setuju,

“Mereka gak jelas semua anjir.” geram Amoura.

“Eh foto-foto yuk?” ajak Nadin.

Amoura dan Emily pun menganggukan kepalanya semangat.

Kegiatan berswafoto disaat pergi bersama teman-teman sudah menjadi hal yang lumrah bagi setiap orang. Meskipun ada segelintir orang yang acap kali menganggap kalau berfoto disaat sedang berkumpul dengan teman itu tidak penting dan mengurangi kebersamaan yang sebenarnya. Tapi bagi Emily, Amoura, dan Nadin, berswafoto disaat sedang berkumpul bersama itu adalah hal yang penting dan tidak boleh dilewatkan. Kenapa? Karena akan tiba pada masanya dimana mereka bertiga sudah hidup dengan pilihan dan jalan masing-masing, bisa jadi dari itu semua membuat intensitas mereka untuk bertemu semakin berkurang, dan kalau seperti itu, foto-foto mereka lah yang akan menjadi pengobat rindu disaat mereka sudah tidak bisa lagi sering-sering untuk berkumpul bersama.

Disela-sela kegiatan berfoto mereka, tiba-tiba ponsel Emily berbunyi. Mereka bertiga otomatis langsung berhenti berfoto dan membiarkan Emily untuk mengangkat telfon yang ternyata dari ayahnya. Muka Amoura dan Nadin terlihat begitu tegang—entah mengapa mereka berdua memiliki perasaan yang buruk tentang ayahnya Emily, sementara Emily terlihat biasa-biasa saja,

“Gue angkat telfon dari bokap gue dulu ya.” pamit Emily sambil tersenyum tipis, kedua sahabatnya pun mengangguk.

Emily berdiri dari duduknya dan berjalan menjauh dari meja makannya, lalu mengangkat telfon dari sang ayah yang entah mau apa menelfonnya, padahal Emily juga akan pulang sebentar lagi dan mereka akan bertemu di rumah nanti,

“Hallo ayah!” sapa Emily dengan begitu ceria seperti biasanya.

“Where are you?” suara ayah Emily terdengar begitu tegas dan serius, tidak seperti biasanya, sekarang jantung Emily berdegup kencang sekaligus bingung, ada apa dengan ayahnya?

“Im hanging out with my friends.” jawab Emily, suara cerita Emily hilang begitu saja digantikan dengan suara tegang.

“You better go home now!” titah sang ayah, Emily bergidik ngeri, dia bisa merasakan aura kemarahan ayahnya dan raut wajahnya yang serius dan tegas.

“Iya.”

Sambungan telfon pun diputus begitu saja oleh sang ayah. Emily takut. Sangat takut. Dia tidak tahu dimana salahnya sampai-sampai ayahnya terdengar sangat marah seperti barusan. Apa karena dirinya yang tidak ikut menjemput ke bandara? Ini bisa jadi. Tapi satu tahun yang lalu, Emily pernah absen untuk menjemput ayahnya di bandara, dan lelaki tua itu tidak marah justru ia malah pergi mengajak Emily untuk berjalan-jalan.

Ah entahlah, mungkin, seiring bertambahnya usia, mood pun sering berubah-ubah. Tidak perlu khawatir Emily, everything will be fine. Gadis itu terus merapalkan kalimat tersebut di dalam hatinya.

Emily kembali ke mejanya, dan dia langsung menyembunyikan wajah tegang dan gelisahnya, berubah menjadi wajah yang begitu ceria. Dia lakukan hal ini karena dia takut Amoura dan Nadin berpikir kalau ayahnya tidak menyukai mereka berdua,

“Eh kita masih lama gak kira-kira?” tanya Emily setelah duduk di kursinya.

“Lo disuruh pulang?” Amoura bertanya dengan hati-hati.

Emily menggelengkan kepalanya, “enggak, bokap gue tadi nelfon katanya dia udah sampai di rumah, nah gue ga enak aja dia nyampe tapi gue gak ada, jadi kayaknya gue mau balik aja deh.” jawab Emily berdusta.

“Oh ya udah kita balik sekarang aja. Lagian ini udah jam delapan malem juga.” timpal Nadin.

“Ya udah yuk.”

Dan pada akhirnya, ketiga perempuan itu pun memutuskan untuk pulang ke rumah mereka masing-masing. Tapi sebelum itu, Amoura harus mengantarkan Emily dan Nadin terlebih dahulu, sebelum dirinya sendiri pulang ke rumahnya.

Hari ini adalah hari yang seru bagi mereka bertiga!