Open House


Mobil Honda CR-V Turbo berwarna putih milik Kinara sudah terparkir dengan rapih dan sempurna di pekarangan luar rumah Giselle. Kinara pun keluar dari dalam mobilnya seraya membawa parcel buah yang ukurannya lumayan besar. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam halaman rumah Giselle.

Pintu rumah Giselle memang dibiarkan terbuka, namun, rasanya tidak etis kalau Kinara main masuk ke dalam saja tanpa mengetuk terlebih dahulu. Bagi Kinara, meskipun keluarga Giselle menerimanya dan menganggap Kinara seperti bagian dari keluarga mereka, tapi Kinara harus tetap bersikap sopan.

Gadis itu menekan bell sebanyak dua kali, dan Giselle pun langsung datang menyambut Kinara di depan pintu rumahnya. Giselle tersenyum begitu bahagia menyambut Kinara, begitu pula dengan Kinara. Mereka berpelukan sebentar seraya cipika-cipiki,

“Dipikir-pikir kita kaya emak-emak rempong gak sih pake pelukan sama cipika-cipiki segala?” celetuk Giselle yang membuat Kinara tertawa, “udah ayo ah masuk, nyokap gue di dalem heboh banget nanyain lo.” ajak Giselle.

“Nyokap lo obsessed banget kayaknya sama gue, Sell.” Kinara berbicara dengan nada bercanda, dan Giselle pun paham akan hal tersebut, jadi, no hard feelings diantara mereka berdua.

Kinara dan Giselle pun masuk ke dalam rumah minimalis namun tetap mewah yang ditinggali oleh Giselle dan ibunya. Ayahnya Giselle tidak tinggal disini. Ya, ayah dan ibunya Giselle memang sudah lama bercerai, dan ayahnya Giselle memutuskan untuk tinggal di Amerika bersama keluarga barunya, sementara disini ibunda Giselle masih setia dengan status jandanya.

Ibunda Giselle benar-benar tidak memiliki pikiran untuk kembali menikah, menurutnya, menikah hanya membuatnya stress dan menambah kerutan penuaan, sementara ketika dia hidup sendiri seperti ini, dia semakin awet muda dan jauh dari kata stress. Jadi, untuk apa menikah selama hidup sendiri saja, ibunda Giselle bisa jauh lebih bahagia?

Giselle membawa Kinara ke arah ruang keluarga, dimana semua keluarga Giselle berkumpul disana. Mereka semua benar-benar menyambut Kinara dengan begitu baik, ada beberapa dari mereka yang sudah mengenal Kinara, dan ada beberapa dari mereka juga yang belum mengenal Kinara, namun begitu ramah dan terbuka kepada Kinara,

“Eh ya Allah ada anak aku yang kedua ini.” suara menghebohkan datang dari arah belakang, itu suara ibundanya Giselle. Tante Krystal.

Kinara dan Giselle kompak langsung berbalik ke belakang. Melihat Kinara yang membawa parcel buah, membuat Tante Krystal bertanya,

“Ini buahnya buat siapa?” tanya Tante Krystal.

“Buat dimakan bareng-bareng disini tante, makanya tadi agak lama dateng kesininya.” jawab Kinara dengan ramah.

“Ih kamu mah, padahal tante ini open house loh, malah kamu yang bawa makanan. Tapi terima kasih ya nak.”

Kinara mengangguk, “iya sama-sama tante.” jawab Kinara.

Lalu, Tante Krystal memanggil satpam di rumahnya dan menyuruh beliau untuk membawa parcel buah milik Kinara ke dapur. Satpam tersebut mengerjakan apa yang Tante Krystal suruh. Setelah tangan Kinara kosong, barulah Tante Krystal dan Kinara berpelukan untuk beberapa saat, dan Tante Krystal pun memberikan cipika-cipiki kepada sahabat dari anaknya itu.

Tidak ada sama sekali kecemburuan di raut wajah Giselle, gadis itu justru sangat senang melihat sahabatnya yang merantau dari Jakarta ke Bandung bisa dekat dengan keluarga besarnya. Jadi, Kinara tidak pernah merasa kesepian, karena di Bandung dia memiliki figur keluarga.

Kinara, Tante Krystal, dan Giselle bercengkrama bersama dengan keluarga Giselle yang lainnya, banyak topik yang mereka bahas, dari mulai tentang perkuliahan, keluarga, asmara, dan masih banyak lagi. At this point, Kinara benar-benar bisa masuk dan nyambung dengan keluarga Giselle, padahal Kinara termasuk orang yang sulit untuk bonding dengan orang lain.

Ketika tengah asyik bercengkrama, tiba-tiba ada seorang anak kecil yang keluar dari kamar dengan muka khas bangun tidurnya. Anak kecil tersebut langsung mencuri perhatian Kinara. Ya, Kinara memang sangat menyukai anak kecil, mengingat di Jakarta dia memiliki sepupu yang masih balita. Kinara menyenggol bahu Giselle pelan yang duduk disampingnya, Giselle menoleh ke samping,

“Itu siapa?” tanya Kinara, “gemes banget kayak boneka.”

“Itu anaknya sepupu gue yang duda, namanya Nasya.” jawab Giselle, “bapanya bentar lagi kesini, lu bakal kesemsem sama dia, soalnya cakep banget walaupun kelakuannya kayak anjing.”

“Ya kali gue sama duda, Sell.”

“Sepupu gue nih duda bukan sembarang duda. Udah lu liat aja ntar lagi dateng.”

Kinara terkejut ketika Nasya—anak kecil itu datang mendekatinya. Mata puppy eyesnya menatap Kinara, membuat Kinara terhipnotis dengan gadis kecil itu. Tanpa aba-aba, Nasya meminta digendong oleh Kinara, gadis itu pun terkejut, dia menatap keluarga besar Giselle (termasuk Giselle sendiri) meminta persetujuan, apakah boleh atau tidak, lalu salah satu dari mereka menjawab,

“Gendong aja, Nasya jarang mau digendong sama orang lain, tapi sama kamu mau. Gak apa-apa.”

Maka dari itu, Kinara tanpa ragu langsung menggendong Nasya. Dengan nyaman, Nasya menaruh kepalanya di dada Kinara. Kinara paham kalau Nasya masih mengantuk, jadi, tangan Kinara menepuk-nepuk bokong Nasya dengan pelan dan lembut, membuat Nasya kembali masuk ke alam mimpinya,

“Mba Jess, udah jodohin aja atuh sama Jayden, liat udah cocok gitu jadi ibunya Nasya.” ucap Tante Krystal kepada wanita bernama Jessica yang tengah memperhatikan Kinara dan Nasya.

Kinara terkejut mendengar ucapan Tante Krystal, tidak dengan Giselle, gadis itu hanya senyum-senyum saja. Senyumannya pun tampak seperti senyuman meledek,

“Ah apa-apaan masih gadis terus cantik begini dapetinnya duda, mana udah ada buntutnya pula. Lebar, mending sama yang masih single aja ya neng Kinar ya?” Tante Jessica berbicara sambil menatap Kinara.

Kinara hanya tertawa kikuk, bingung mau menjawab pertanyaan itu seperti apa.

Kinara sebenarnya tidak mempermasalahkan status orang yang akan jadi jodohnya di masa depan. Mau dia single atau duda, Kinara tidak mempermasalahkannya. Karena bagi Kinara, mau single atau duda, semuanya tetap sama saja, tidak ada perbedaan yang begitu signifikan,

“Kan gue bilang juga apa, lu bakal di jodoh-jodohin sama sepupu gue.”

“Apaan sih lo, Giselle.”


“Assalamualaikum.”

Jayden pun akhirnya datang, setelah bermacet-macet ria di jalan. Semua keluarga menyambutnya dengan riang. Maklum, Jayden adalah anggota yang paling disayangi oleh keluarga besar Giselle, sebenarnya tidak ada alasan spesifik kenapa dia begitu disayangi disini, hanya saja mungkin karena sifatnya yang baik dan humble, membuat semua orang nyaman untuk dekat dengannya. Ditambah lagi, Jayden tidak membuat boundaries dengan semua anggota keluarganya. Itu yang menjadi nilai plus bagi Jayden.

Sebagai seorang ayah yang sudah memiliki satu anak. Hal yang pertama kali ia cari ketika sampai di rumah ini bukanlah ibunya, apalagi makanan, melainkan anaknya. Ya, Jayden benar-benar tidak bisa jauh dari sang anak, di hari-hari biasa, dia bisa membombardir aplikasi chating bernama whatsapp milik sang ibunda—Tante Jessica, hanya untuk menanyai kabar Nasya. Terkadang Tante Jessica kewalahan, dan ingin rasanya dia memarahi anak laki-lakinya itu, namun, Tante Jessica urungkan niatnya tersebut, karena dia paham bahwa Jayden sangat menyayangi anaknya,

“Nasya dimana, mam?” tanya Jayden kepada sang ibu.

“Itu tuh dibelakang lagi digendong sama calon ibu barunya.” jawab salah satu anggota keluarga besar yang ada disana.

Jayden mengerutkan dahinya—bingung dengan ucapan salah satu saudaranya itu. Namun, tidak mau terlalu lama memikirkan hal membingungkan tersebut, akhirnya, Jayden pun pergi menuju ke taman belakang untuk menemui sang anak.

Sesampainya disana, Jayden tidak berani untuk lanjut melangkahkan kakinya masuk ke pekarangan halaman belakang. Dia terdiam ketika melihat Nasya yang tengah bermain bersama seorang perempuan asing yang tidak ia kenali sama sekali. Entah mengapa, hati Jayden menghangat melihat pemandangan di depannya itu.

Ini adalah pertama kalinya, Jayden melihat Nasya yang telihat begitu bahagia bermain bersama seorang perempuan asing. Biasanya, gadis kecil itu selalu takut dengan orang asing, dan tangisnya bisa begitu kencang kalau dia bertemu dengan orang yang tidak dikenalinya, bahkan bersama beberapa saudaranya pun, Nasya masih selalu takut dan menangis.

Sejak kecil, Nasya tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu. Ibu kandung Nasya menjadi sosok yang paling tidak bisa menerima kehadiran Nasya di hidupnya. Satu minggu setelah Nasya lahir, ibu kandung Nasya tidak ingin memberikan Nasya asi, dan dia lebih memilih untuk pergi ke club dan berpesta miras bersama teman-temannya. Tidak hanya itu, banyak sekali hal-hal buruk yang terjadi kepada Nasya yang disebabkan oleh ibunya sendiri. Hal tersebut membuat Jayden geram, dan akhirnya ia melayangkan surat cerai kepada ibu kandung Nasya.

Setelah perceraian itu, Jayden tidak pernah mendengar kabar ibu kandung Nasya. Dia pun tidak perlu, dia tidak sudi mendengar kabar dari perempuan bajingan seperti wanita itu,

“Nasya akrab banget kayaknya sama temen gue.”

Jayden terkejut ketika mendengar suara Giselle di sampingnya. Lelaki ini menoleh sekilas untuk melihat sepupunya itu,

“Ngagetin aja lu.” protes Jayden.

Giselle tidak mengidahkan ucapan Jayden,

“Itu temen lu?” Jayden bertanya.

Giselle mengangguk, “namanya Karenina, dia anak Jakarta, kuliahnya di Bandung.” jawab Giselle, “tapi sambel masakan dia enak loh, lo kan suka sambel.”

“Ini lo lagi mau ngejodohin gue ceritanya?”

Giselle melirik Jayden dan tersenyum. Jayden menghela nafasnya berat,

“Gue gak mau nikah dulu, gue pingin ngurus Nasya.”

“Terus yang ngurus lo siapa?”

“Gue bisa ngurus diri gue sendiri.” jawab Jayden, “lagian gue nikah bukan karena biar gue ada yang ngurusin. Gue nikah ya untuk ibadah.” lanjutnya.

“For your sexual things, Jay.” Giselle kembali berbicara, “gue gak yakin lo sanggup untuk ga berhubungan badan sama perempuan.”

“Anjir, lo pikir gue PK?”

“Gue gak ada bilang lo PK, tapi, kayak—lo ngeduda udah mau masuk ke 3 tahun loh, bayangin ya anjing 3 tahun. 3 tahun lo gak having sex sama orang, dan lo cuman main sendiri terus, apa gak capek?”

“Bentar bentar bentar.” Jayden heran, “ini lo tau hal ini darimana?”

“Nyokap lo.”.

“Bangsat.” umpah Jayden.

“Nyokap lo mergokin lo ngeloco di kamar mandi. Lo gak malu apa?”

Jayden terdiam,

“Udah kata gua coba aja dulu.”

“Dia seumuran lu, Sell.”

“So what? Age just a number.”

Iya sih, memang betul, umur hanyalah sebuah angka. Toh, Jayden juga memang lebih menyukai gadis yang jauh lebih muda darinya,

“Nara.” Giselle berteriak memanggil Kinara.

Dari kejauhan, Kinara langsung berbalik, diikuti dengan Nasya. Nasya terlihat begitu senang ketika ia melihat ada sang ayah disana, gadis kecil itu pun langsung berlari menuju ayahnya. Melihat hal tersebut, membuat Kinara tersenyum, ikut senang melihat Nasya akhirnya bertemu dengan sang ayah.

Kinara berjalan menghampiri Jayden, Nasya, dan Giselle. Sekarang gadis itu sudah bergabung dengan ketiganya. Dan, bisa kalian tebak, Jayden mendadak kikuk ketika melihat Kinara. Demi Tuhan, baru kali ini Jayden melihat seorang perempuan yang sangat amat cantik seperti Kinara,

“Nar, ini Jayden, sepupu gue, bokapnya Nasya. Dan, Jayden, ini Nasya temen gue.” ucap Giselle saling memperkenalkan keduanya.

Kinara tersenyum, “Kinara.”

“Jayden.”

“Papa-papa, tadi Aca main cama Tante Nala, Tante Nala cantik papa, Tante Nala jadi mamanya Aca ya papa? Boyeh ya?”

Kinara dan Jayden sama-sama terkejut mendengar penuturan polos Nasya. Tapi tidak dengan Giselle, gadis itu justru merasa senang, dan ingin sekali ia memberikan banyak hadiah kepada Nasya karena sudah berbicara seperti barusan,

“Tuh anaknya aja udah setuju.” setelah berbicara seperti itu, Giselle pergi meninggalkan Kinara dan Jayden berdua.

Suasana tiba-tiba menjadi awkward. Baik Kinara maupun Jayden hanya saling diam dan sesekali saling menatap lalu tertawa kikuk,

“Sorry, Nasya tadi bicara kayak gitu.”

“Oh gak apa-apa…mas.”

Kalau bisa teriak, Jayden ingin teriak sekarang. Suara lembut Kinara yang memanggilnya dengan sebutan “mas”, berhasil membuat jantung Jayden berdegup secara tidak normal.