Our First Meeting After 3 Years


Setelah puas berjalan-jalan dengan Yasmin dan Alice.

Jihan kembali pulang ke apartement lamanya. Tempat yang memiliki sejuta kenangan indah antara dia dengan Juan.

Sebenarnya, Jihan bisa saja menyewa apartement di tempat lain. Tapi, Jihan sudah kepalang nyaman tinggal disini. Belum lagi fasilitas di apartement ini benar-benar mempuni. Membuat Jihan enggan untuk pindah.

Pintu lift terbuka di lantai 10. Jihan keluar dari dalam sana sambil menggeret kopernya. Ia langkahkan kakinya menuju kamar nomor 301. Betapa terkejutnya Jihan ketika melihat sosok laki-laki berjas berdiri disana.

Tanpa harus berbalik, Jihan bisa menebak kalau laki-laki itu adalah Juan.

Menatap punggung tegapnya, membuat Jihan tidak bisa membendung air matanya. Ia ingin berlari ke arah lelaki itu dan mendekapnya dengan erat, lalu memberitahukan kepada Juan, bagaimana dia begitu merindukannya.

Namun, Jihan urungkan niat itu, dia tidak mau terlihat seperti masih mengharapkan Juan. Dia tidak ingin terlihat seperti perempuan yang begitu mudah untuk didapatkan kembali, apalagi, setelah semua trauma yang dia lalui selama ini. Dia tidak akan menjadi begitu mudah untuk Juan, meskipun dirinya begitu amat sangat menginginkan Juan,

“Juan.” panggil Jihan dengan suara bergetar namun tetap terdengar lembut.

Mendengar suara Jihan, tubuh Juan menegang. Jihan bisa melihat itu.

Lelaki itu perlahan-lahan membalikkan badannya. Air matanya tumpah ketika ia melihat Jihan berada di hadapannya.

Terkejut Jihan melihat Juan menangis,

“Jihan.” lirih Juan, “can i hug you?”

“Pulang Juan. Ini udah malem, jangan diem disini. Istirahat, pulang ke rumah.”

“Aku boleh peluk kamu?”

Boleh. Peluk aku sayang. Aku kangen kamu. itu adalah kalimat yang sangat amat ingin Jihan ucapkan. Tapi, Jihan pendam kalimat itu, gadis itu masih berpegang teguh kepada prinsipnya,

“Pulang, Juan.”

“Jihan...”

“Juan, tolong pulang, ini udah malem, kamu harus istirahat. Aku tau kamu pasti sekarang udah kerja di kantor papa kamu, kamu udah jadi CEO disana. Kamu jadi pemimpin, kalau pemimpinnya sakit, kasian bawahan bawahan kamu yang butuh kamu untuk mimpin mereka.”

Dan setelah mengucapkan kalimat itu, Juan berlari ke arah Jihan, dan menarik tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. Juan mendekap tubuh erat Jihan. Ia menaruh dagunya dipucuk kepala Jihan, sambil memejamkan matanya dan membiarkan air matanya mengalir membasahi pipi pria itu,

“Aku kangen kamu.”

3 kalimat itu cukup berhasil membuat pertahanan Jihan runtuh. Jihan balas mendekap tubuh kekar Juan.