Pregnancy Test
Keesokan harinya, Jani kembali menjalankan tugasnya sebagai istri dari Jefri, setelah seharian kemarin perempuan itu hanya tidur diatas ranjangnya karena sedang kurang enak badan.
Oh iya, mengenai test kehamilan, Jani belum melakukannya. Wanita itu belum sempat, karena sibuk membuatkan sarapan sekaligus bekal makan siang untuk suaminya. Jadi mungkin, test itu akan dilakukan kalau Jefri sudah pergi ke kantor,
“Saya kadang suka mikir, cowok-cowok di luar sana pasti iri kalau liat siapa istri saya.” ucap Jefri di tengah-tengah sesi sarapan mereka dengan mulutnya yang masih dipenuhi oleh nasi goreng seafood kesukaan Jani.
Jani tertawa pelan—sebagai respon atas ucapan Jefri barusan,
“Soalnya kamu itu pinter masak, cantik, badannya sexy. Pokoknya kamu sempurna.” lanjut Jefri memuji Jani seraya menatap mata istrinya itu disertai dengan senyum tulus di bibirnya.
Wajah Jani memanas gadis itu yakin pasti sekarang pipinya merona merah karena salah tingkah dengan pujian Jefri barusan. Ya, sudah satu bulan mereka bersama, tapi rasanya Jani masih selalu salah tingkah tat kala suaminya ini memujinya cantik,
“Kamu ini udah tua kerjaannya gombal terus ya.” ledekan Jani ini sebenarnya hanya untuk menutupi perasaan salting yang mendera dirinya.
“Hei, emangnya yang gombal boleh anak-anak seumuran kamu doang?” Jefri memasang ekspresi wajah kesal yang dibuat-buat.
Jani hanya mengangkat kedua bahunya seraya tersenyum kecil. Lalu ia lanjut menyantap nasi goreng seafood yang hari ini entah kenapa rasanya dua kali lipat lebih lezat, Jefri saja sampai sudah dua kali nambah,
“Oh iya, Jef.” tiba-tiba Jani teringat akan sesuatu yang sudah cukup lama ingin ia tanyakan kepada Jefri.
“Hm?” sahut Jefri seraya menatap istrinya itu dengan penasaran.
“Dulu waktu aku pertama ngechat kamu, kamu bilang kalau, kita pernah ketemu kan?” Jefri mengangguk, Jani melanjutkan, “nah, jujur aku keingetan kamu. Aku kayak familiar sama kamu, kayak pernah ketemu kamu. Kita emang pernah ketemu ya sebelumnya? Dimana?” tanya Jani bertubi-tubi.
“Di club.” jawab Jefri.
Jawaban Jefri berhasil membuat Jani membelalakan matanya. Seketika ia ingat tentang laki-laki yang ia sangka lelaki hidung belang yang saat itu terus memperhatikannya, yang hampir Jani datangi dan hajar mukanya. Iya, saat itu, Jani memang hampir memukuli Jefri karena dia merasa tidak nyaman diperhatikan terus oleh suaminya itu, tapi untungnya, kedua kakaknya pada malam itu segera datang,
“Waktu itu kamu yang paling bersinar disana, kamu narik perhatian saya, ya udah saya perhatiin kamu terus, sampai pada akhirnya, saya ngeliat kakak kamu dateng, saya jadi makin penasaran sama kamu, karena saya temenan baik sama Mba Dira dan Mba Dira nyeret kamu waktu itu.” lanjutnya menjelaskan kepada Jani yang masih diam dengan wajah shocknya.
“Jadi…. itu alasan kamu juga yang kayak semangat banget sama perjodohan ini?” tanya Jani, Jefri mengangguk seraya menyuapkan nasi goreng seafood ke dalam mulutnya.
“Astaga.” Jani mendesah, dia tidak menyangka kalau pertemuannya dengan Jefri akan seperti ini, “kamu harus tau Jef, aku dulu pingin banget mukul kamu karena kamu kurang ajar ngeliatin aku terus, tapi beruntung kakak aku duluan dateng.” lanjutnya disertai tawa renyah, Jani gelengkan kepalanya mengingat-ingat kejadian itu.
“Harusnya kamu pukul saya, biar saya bisa kenalan sama kamu saat itu juga.”
“DIH??? Ngebet banget kayaknya pengen kenalan sama aku.”
Jefri berlagak congak, “ya gimana ya, orang ganteng kayak saya begini, kalau udah liat cewek cantik itu bawaannya pengen ngajak kenalan terus.”
“Oh, jadi semua cewek cantik yang kamu temuin mau kamu ajak bercanda gitu?” Jani bertanya dengan nada curiga dan sedikit agak galak.
“Bukan gitu maksudnya!” Jefri melanjutkan, “ceweknya cuma kamu doang.”
“Awas kalau kamu macem-macem, gak bakal kamu bisa liat muka aku lagi!” ancam Jani, yang membuat Jefri takur dan ketar-ketir.
“Iya enggak sayangku.” Jefri meyakinkan istrinya itu dengan begitu lembut. Bagaimana bisa Jefri jatuh cinta dengan perempuan lain, saat seluruh jiwa dan raganya hanya untuk Jani seorang.
Jefri mengelus rambut Jani dengan lembut, lalu menarik kepala itu pelan ke dekatnya, dan Jefri mengecup pucuk rambut Jani lumayan lama,
“Saya cinta sama kamu, dan akan terus kayak gitu. Saya gak tau takdir ke depannya gimana, tapi saya akan tetep jaga kamu dan kepercayaan kamu. Kamu gak usah khawatir ya?” suara Jefri begitu menenangkan batin Jani, membuat Jani menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
“Udah sana kamu ke kantor, nanti terlambat lagi kalau di lama-lamain.”
Bukannya segera bangkit dari duduknya, Jefri malah merapatkan tubuhnya dengan tubuh Jani. Wanita itu kemana ini akan berakhir. Untuk mengantisipasinya, Jani duluan yang menghindari Jefri dengan berdiri dari duduknya, membuat Jefri terkejut,
“Sayang?” Jefri memekik tak percaya apa yang dilakukan istrinya. Benar-benar berlebihan.
“Ke kantor ah sana buruan.” paksa Jani, “aku gak mau diapa-apain dulu sama kamu, sampai aku tau ada bayi apa enggak di dalam perut aku. Udah sana cepet ke kantor.”
Jefri menghembuskan nafasnya kasar. Pria itu terpaksa menuruti perintah istrinya. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan dengan gontai mendekati sang istri. Jani menahan tawanya melihat Jefri yang seperti ini,
“Aku ke kantor dulu.” ucapnya malas.
“Semangat kerjanya ya suami!” ucapan Jani itu terdengar seperti ledekan bagi Jefri, yang membuat lelaki itu semakin badmood. Melihatnya hanya bisa membuat Jani mengulum senyum.
“Cium dulu.”
Jefri dan Jani pun lantas berciuman bibir. Menimbulkan suara muach setelah ciuman itu berakhir.
Lalu, Jefri pergi ke kantornya. Dan kini, tersisa Jani sendiri di rumah. Ia teringat kembali akan empat testpack yang dibeli oleh Jefri kemarin. Detik ini, Jani bertekad untuk melakukan test. Apapun hasilnya.
Gadis itu pergi ke kamar untuk mengambil empat testpack yang masih berada di nakas. Lalu, ia pergi ke dapur untuk mengambil wadah kecil untuk menampung urinenya. Sehabis itu, Jani kembali ke kamarnya dan masuk ke kamar mandi (yang kebetulan memang ada di dalam kamar). Ia meletakan wadah kecil itu tepat di depan lubang pipisnya, lalu setelah itu, Jani membuang cairan seninya di dalam wadah tersebut.
Jani membuka salah satu test pack, lalu mencelupkan ujung putih dari test pack tersebut ke dalam genangan air seni milik Jani di dalam wadah kecil tersebut hingga batas Max. Setelah menunggu selama kurang lebih 5-10 detik, Jani mengangkat test packnya. Dia tidak mau terburu-buru, jadi dia menaruh test pack tersebut di penutup toilet duduk di kamar mandi ini.
Jani juga melakukan test dengan 3 testpack berikutnya.
Jani menunggu 10 menit untuk melihah hasil dari test pack tersebut. Hal itu ia lakukan agar supaya warna garisnya tidak berubah lagi. Dengan hati yang berdebar, Jani membalikan keempat testpacknya untuk ia lihat hasilnya.
Dan setelah keempat testpack tersebut di balik. Jani terharu melihat hasilnya.
Air mata menggenangi mata indahnya, senyum bahagia menghiasi wajahnya.
Ya, Jani positif. Dia hamil!