Rain Day


Sore ini, hujan cukup deras melanda kota Bandung, membuat semua manusia yang hendak pulang ke rumah masing-masing setelah melakukan aktifitas seharian di tempat kerja, sekolah, atau kampusnya memilih untuk berteduh di tempat yang aman dan nyaman. Sama halnya dengan apa yang dilakukan oleh Javiero, Johnny, dan David. Ketiga laki-laki pentolan Neo University itu memilih untuk berteduh di salah satu kedai yang tidak jauh dari kampusnya.

Bisa dibilang mereka tidak benar-benar berteduh, mereka memang sudah ada di sana sejak langit masih mendung. Suatu kegiatan rutin yang biasa mereka lakukan setelah seharian berkutat dengan mata kuliah yang membuat kepala mereka terasa berat di kelas, belum lagi telinga mereka yang terasa sakit karena terus mendengar omelan dosen dan penjelasan-penjelasan dosen tentang berbagai macam Undang-Undang yang membuat ketiga bujang itu merasa muak dan penat. Nongkrong adalah pilihan yang tepat yang mereka lakukan untuk melepaskan penatnya,

“Eh, Jav, gue denger-denger si Clara pake jasa adek tingkat ya buat ngerjain tugas-tugasnya?” Johnny bertanya seraya menekan rokoknya yang sudah habis itu ke dalam asbak.

Javiero mengangguk sambil menghisap asap nikotin tersebut dan mengeluarkannya ke udara. Kalau perempuan melihat ini, mereka pasti akan pingsan—karena apa yang dilakukan Javiero barusan sangat amat sexy, belum lagi wajahnya yang mengernyit membuatnya terlihat beribu ribu kali lipat lebih sexy,

“Cewek pemalas modelan dia mana mau kerja sendiri.” kekeh Javiero yang diikuti oleh Johnny dan David.

“Ya lu juga mau aja main-main sama modelan si Clara.” timpal David, nada suaranya terdengar sedikit agak sewot.

“Dibilang itu cewek kalau di bawa ke atas ranjang gampang banget, gue gak perlu capek-capek ngerayu, gombal gambel sana sini. Gue sentuh dikit juga dia mah udah ayo-ayo aja. Murahan kan?” ucap Javiero, nada suaranya terdengar begitu merendahkan Clara—wanita yang sudah 1 bulan ini dia jadikan boneka mainannya.

David terlihat ingin mengeluarkan ceramahnya melihat bagaimana sikap brengsek sang sahabat yang lama kelamaan membuatnya jengah. Dia tahu alasan kenapa Javiero seperti ini kepada semua perempuan, trauma di masa lalu membuatnya berpikir bahwa semua perempuan itu murahan. Padahal, tidak semua wanita seperti itu, dan David hanya merasa tidak tega dengan perempuan di luaran sana yang menjadi korban Javiero, mereka tidak tahu apa-apa tapi menjadi alat untuk pembalasan dendam Javiero atas masa lalunya.

Namun, David memilih untuk menelan kembali kalimat nasihatnya, dia tidak ingin menghancurkan mood Javiero, setelah tadi pagi mereka juga sempat berdebat kecil. Selain itu, David juga sedang malas untuk beradu mulut dengan sahabatnya itu. Jadi, dia hanya diam, dan dalam hatinya dia berdoa, semoga Tuhan Yang Maha Baik segera memberikan Javiero kesadaran.

Obrolan diantara tiga sekawan itu terus berlanjut. Semua hal mereka jadikan topik pembicaraan, dari mulai yang santai, berat, dan lucu, semua mereka bicarakan. Sampai tidak terasa kalau langit perlahan-lahan sudah mulai cerah, dan air hujan pun sedikit demi sedikit sudah mulai berhenti menghujami bumi.

Ada satu hal yang mencuri perhatian Javiero tepat di luar jendela sana. Mata elang pria itu menangkap pemandangan seorang perempuan yang menghadap tepat ke arah kaca jendela, tengah berjongkok dan memayungi seekor kucing yang kehujanan. Dia membiarkan tubuhnya terguyur air hujan, demi melindungi kucing itu. Senyuman terukir begitu saja di wajah Javiero. Senyuman kali ini tidak seperti senyuman nakal Javiero ketika melihat mangsanya, senyuman Javiero kali ini terlihat begitu tulus. Sangat amat tulus. Johnny dan David yang sadar akan hal tersebut, saling melemparkan pandangan satu sama lain—merasa bingung dengan Javiero.

Pada akhirnya, Johnny dan David pun ikut melihat apa yang membuat Javiero tersenyum dengan tulus seperti itu. Ketika mereka berdua tahu kalau yang dilihat Javiero adalah seorang perempuan, Johnny dan David langsung mendecakan lidah mereka. Pantas saja Javiero sampai segitunya, orang yang dia lihat adalah seorang perempuan,

“Yaelah, cewek lagi cewek lagi.” sindir David dengan suara yang keras sehingga membuat Javiero tersadar dari lamunannya, namun dia sama sekali enggan untuk mengalihkan pandangannya dari wanita itu.

“Cantik.” gumam Javiero, yang membuat Johnny juga David memutar bola mata mereka. Berikan Javiero sepuluh ribu perempuan di depan matanya, pasti mereka semua akan Javiero sebut cantik.

Javiero terdiam sesaat ketika matanya mengobservasi lebih lama wajah cantik gadis itu. Dia ingat, kalau pagi tadi, dia bertemu gadis itu di apartement yang ditinggali oleh perempuan yang menjadi partner one night standnya. Mengingat hal itu, Javiero langsung bangkit dari duduknya, dan berjalan keluar. Lelaki itu mengabaikan suara panggilan Johnny dan David.

Sesampainya di luar. Javiero langsung memanggil perempuan yang belum ia ketahui namanya itu namun sudah cukup berhasil membuat Javiero tertarik. Gadis itu menoleh ke samping. Mereka saling menatap cukup lama. Gadis itu sepertinya sadar kalau Javiero adalah sosok laki-laki yang ia temui tadi pagi di lift apartementnya. Tidak lama setelah itu, gadis itu langsung bangkit dari jongkoknya. Kini dua insan itu sudah basah akibat terkena sisa-sisa air hujan yang turun membasahi bumi,

“Lo yang tadi pagi di lift apartement kan?” Javiero bertanya, dia ingin memastikan, takut kalau dirinya salah orang.

Gadis itu menganggukan kepalanya, “kamu ngapain disini?” gadis itu balik bertanya.

“Gue kuliah di kampus Neo.” jawab Javiero sembari tertawa pelan, “lo juga kuliah disana?”

“Iya.” jawab gadis itu.

“Wow, what a coincidence.” katanya sembari tersenyum tipis. Lalu, Javiero pun mengulurkan tangannya, berniat untuk berkenalan dengan gadis di depannya ini, “kenalin gue Javiero, gue anak FH angkatan 2018, kalau lo?”

Wajah gadis itu langsung berubah setelah mendengar nama lelaki dihadapannya ini. Dia seperti ketakutan, membuat Javiero terdiam karena kebingungan. Kenapa gadis ini bereaksi seperti itu terhadapnya. Dan, klimaksnya, perempuan itu tidak membalas jabatan tangan Javiero dan langsung berlari begitu saja menerobos hujan. Membuat Javiero dengan nekat mengejar gadis itu.

Untung saja langkah gadis itu sangat lambat, jadi Javiero bisa dengan cepat meraih tangan sang puan, dan membuat gadis itu tidak bisa kabur,

“Lepasin!” berontak gadis itu seperti ketakutan, semua orang yang tengah berteduh dipinggir jalan memperhatikan Javiero dan si gadis ini. Mereka berdua benar-benar menjadi pusat perhatian sekarang.

“Lo kenapa? Gue salah apa? Perasaan tadi pagi lo baik-baik aja sama gue, kenapa lo sekarang begini?” Javiero bertanya dengan heran, tangannya masih memegang pergelangan tangan gadis itu lumayan kuat, membuat sang puan tidak memiliki daya dan upaya untuk melepaskan diri dari Javiero.

“Karena lo Javiero! Lo playboy, lo suka party, suka mabok, dan suka tidur sama sembarang perempuan. Gue gak mau jadi next target lu, mendingan lu cari perempuan lain, gue gak semurahan itu. Sekarang lepasin tangan gue sebelum gue teriak!”

Javiero bukanlah sosok pria yang memikirkan pandangan orang terhadap dirinya.

Tapi ketika gadis ini yang berbicara, entah kenapa, hal itu memukul diri Javiero. Lelaki itu termenung, dan tangannya lama kelamaan melemas lalu melepaskan genggaman tangannya kepada sang gadis. Perempuan itu meninggalkan Javiero yang masih berdiri di tempatnya sambil terdiam dan merenung,

“Wow, seburuk itu kah gue? Sampai buat orang takut sama gue?”