Scared


“Sayang, aku pulang.” Jefri membuka pintu kamarnya bersama Jani dengan hati-hati, takut kalau suara decitan pintu mengganggu waktu istirahat istrinya itu.

Tapi, untungnya, Jani sedang tidak tertidur. Gadis itu hanya tiduran di atas ranjangnya, sambil memainkan ponselnya dengan bosan. Begitu melihat Jefri yang datang, Jani langsung melempar ponselnya ke sembarang arah. Wajahnya terlihat begitu bahagia. Dia merubah posisinya menjadi duduk dengan bersandar ke senderan ranjang.

Jefri tidak bisa menyembunyikan senyumannya melihat istrinya yang menyambut kepulangannya dengan raut bahagia. Lelaki itu mendudukan dirinya di pinggiran ranjang tidur mereka. Tidak lupa, Jefri juga menaruh piring yang berisikan buah kedongdong yang sudah ia potong-potong di dapur ketika dirinya baru sampai di rumahnya ini,

“Kedongdongnya udah saya beliin, testpack juga udah saya beliin sesuai request kamu. Empat belinya.” ucap Jefri. Senyuman itu tidak menghilang sama sekali dari wajah tampannya.

“Makasih ya sayang. Maaf aku ngerepotin kamu.” tutur Jani seraya mencondongkan tubuhnya dan memberikan kecupan di pipi kiri suaminya itu.

Jefri menganggukan kepalanya, tangannya terulur dan mengacak-acak poni Jani dengan gemas. Matanya menatap mata Jani yang sayu karena kondisinya yang sekarang sedang kurang sehat (atau sedang berbadan dua) dengan penuh cinta. Demi Tuhan, Jefri tidak pernah bosan mengucapkan kata-kata ini, kalau dia sangat memcintai Jani, dan ingin terus hidup bersama Jani sampai mereka menua.

Merasa ditatap dengan sebegitu intensnya oleh sang suami, membuat alis Jani menukik tajam. Bingung akan suaminya yang menatapnya seperti itu. Jani jadi bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, apa ada yang salah dirinya hari ini? Atau ada jerawat yang timbul di wajah cantiknya?

“Liatin akunya gitu banget.”

“Ya maaf, saya soalnya lagi menikmati karya Tuhan yang sempurna.”

Jani tersenyum malu-malu. Pipinya merona merah, ia memukul tangan Jefri perlahan, membuat Jefri tertawa pelan. Pukulan Jani tidak memberikan efek apa-apa kepada dirinya, justru, pukulan Jani malah membuat lelaki itu menjadi gemas kepada istrinya. Ah, sebenarnya, apapun yang Jani lakukan selalu menggemaskan di mata Jefri,

“Jadi kamu kapan mau test?” Jefri bertanya sambil tangannya membenarkan poni Jani.

“Gak tau. Gak mau sekarang.” jawab Jani, ada gurat ketakutan di wajah imut gadis itu, Jefri langsung bisa melihatnya.

“Kok gitu?” Jefri bertanya sembari menatap mata Jani dengan lembut. Jani balas menatap tatapan mata Jefri menggunakan jurus puppy eyesnya.

“Takut.” jawab Jani setengah merengek.

Iya, Jani takut. Dia takut kalau ternyata hasil test kehamilannya tidak sesuai dengan apa yang dia dan Jefri harapkan. Ia tidak mau membuat Jefri kecewa, suaminya itu sudah banyak memberikan kebahagiaan di satu bulan pernikahan mereka, dan Jani pun ingin membalas semua kebahagiaan yang sudah Jefri berikan kepadanya dengan memberikan suaminya itu anak.

Jani tahu, kalau Jefri sangat mengharapkan kehadiran anak di tengah-tengah keluarga kecil mereka.

“Hei, gak usah takut sayang. Apapun hasilnya, seperti yang aku bilang, aku bakal tetep sayang dan cinta sama kamu. Aku bakal setia sama kamu. Kamu gak perlu khawatir ya?”

“Tapi kamu pingin punya anak Jef.”

Jefri tersenyum lembut seraya tangannya mengelus lembut surai sang istri,

“Semua orang pingin punya anak, tapi kalau Tuhan belum ngasih, kita bisa apa? Udah ya, sekarang kamu makan kedongdongnya, untuk urusan kamu mau cek sekarang atau nanti itu terserah kamu, asalkan kamu udah siap dan gak takut kayak gini.”

Jani mengangguk paham,

“Makasih ya, sayang.”

“Sama-sama.” Jefri melanjutkan, “aku pamit mandi dulu ya.” pamit Jefri seraya mengecup bibir Jani sekilas.

Setelah itu, Jefri pergi berjalan masuk ke kamar mandinya untuk membersihkan tubuhnya karena seharian ini sudah bekerja di kantornya.

Sementara Jani masih terdiam di atas ranjangnya, sembari menatap empat buah tespek di atas nakas. Keraguan terpampang jelas di mata gadis itu, namun sebisa mungkin ia harus menepis keraguan itu. Ia harus memberanikan diri untuk cek besok.