So, This is Our Ending?


“Abim?”

Kaynara yang baru keluar dari pintu lift bersama Jevano, begitu terkejut ketika melihat Abimanyu yang duduk di lantai depan pintu unit apartemen Kaynara sembari bersandar di tembok,

“Kamu ngapain disini, Abim?” Kaynara bertanya ketika Abimanyu sudah berdiri dari duduknya.

Mata Abimanyu berkilat marah ketika melihat Kaynara, kekasihnya, datang bersama laki-laki lain di jam sepuluh malam. Api cemburu menguasai dirinya. Demi Tuhan, Abimanyu ingin menghajar laki-laki yang entah siapa namanya itu,

“Dia siapa?” suara Abimanyu berubah menjadi dingin dan ketus, sembari dagunya sedikit terangkat dan ia gunakan untuk menunjuk Jevano.

“Ini Jevano, temennya Grace.” jawab Kaynara, dia seperti tidak sadar kalau Abimanyu tengah dilanda perasaan cemburu, karena nada suara Kaynara terdengar santai tidak ada kepanikan, “nah, Jev, ini cowok gue, Abimanyu.”

Jevano mengangguk paham. Lelaki itu dengan ramah menyunggingkan senyumannya, seraya mengulurkan tangannya ke arah Abimanyu untuk berkenalan dengan lelaki yang lebih tua satu tahun darinya itu.

Tapi, bukan balasan jabatan tangan yang Jevano terima, melainkan pukulan lumayan keras yang mengenai pipi lelaki itu. Dan, siapa lagi pelakunya kalau bukan Abimanyu.

Mata Kaynara melebar melihat apa yang terjadi barusan di depan matanya. Melihat Jevano yang terjatuh akibat pukulan keras Abimanyu, membuat Kaynara ingin menolongnya. Tapi, ada Abimanyu yang harus Kaynara selamatkan. Karena kalau Kaynara menolong Jevano, sudah jelas, lelaki itu tidak akan pernah selamat dalam hidupnya.

Maka dari itu, ketika Abimanyu ingin kembali menghajar Jevano, buru-buru Kaynara menghalanginya. Namun, emosi sudah terlalu menyuluti Abimanyu, dia mencoba berkali-kali untuk memberontak, namun, sekuat tenaga Kaynara menahan Abimanyu,

“Abim udah!” mohon Kaynara dengan penuh penekanan.

“Lu brengsek anjing. Lu bawa cewek gue pergi, dan baru balik jam segini. Kontol lo bangsat.” maki Abimanyu sembari matanya menatap marah ke arah Jevano yang sudah berdiri sembari memegangi pipinya—terutama sudut bibirnya yang berdarah akibat pukulan Abimanyu.

Meskipun Kaynara sudah memohon kepada Abim untuk berhenti, lelaki itu seolah tuli, dia tetap memberontak ingin memukuli Jevano. Sampai akhirnya, Kaynara juga tersulut emosinya, dia menampar pipi Abimanyu dengan lumayan keras. Membuat Abimanyu terkejut, sembari memegangi pipinya.

Jevano juga terkejut, dia hanya mampu diam di tempatnya sembari melihat kedua pasangan yang tengah bersitegang tersebut.

Sementara, Kaynara, dia berdiri di tempatnya, sembari matanya yang dibanjiri oleh air mata itu menatap lurus ke arah Abimanyu yang kini juga sedang menatapnya dengan mata melebar—akibat terkejut. Nafasnya yang naik turun, seolah-olah dia sedang mengontrol emosinya,

“Kamu tampar aku, Kay?” tanya Abimanyu dengan lirih. Matanya menatap sedih Kaynara.

“Iya.” jawab Kaynara dengan suara bergetar namun tetap terdengar tegas, “aku gak suka cara kamu mukul Jevano kayak barusan. Dia temenku!”

“Tapi dia bawa kamu pergi, kamu gak balas pesan aku, gak ngehubungin aku sama sekali. Aku khawatir, kalau dia—”

Kalimat Abimanyu terpotong oleh Kaynara, “dia gak bawa aku pergi, tapi aku yang minta untuk pergi dari kamu!” kilah Kaynara. Dia tidak pernah meminta untuk pergi, Grace yang membawanya pergi. Tapi, karena sudah kepalang emosi, terpaksa Kaynara berbicara seperti barusan.

Perasaan takut langsung merasuki Abimanyu setelah dia mendengar kalimat yang Kaynara ucapkan barusan. Gadisnya ingin pergi menghilang tanpa jejak dari Abimanyu. Tidak, hal ini tidak boleh terjadi. Abimanyu bisa gila kalau Kaynara pergi meninggalkannya. Demi Tuhan.

Jevano yang paham bahwa Kaynara membutuhkan waktu untuk berbicara serius dengan Abimanyu pun memilih untuk tidak berdiam lebih lama seperti orang bodoh disana. Lelaki itu segera pergi meninggalkan koridor unit apartemen Kaynara, tanpa berpamitan baik kepada Kaynara maupun kepada Abimanyu.

Kembali kepada Abimanyu dan Kaynara.

Kaynara sudah tidak memperdulikan keberadaan Jevano, dia benar-benar lelah—apalagi menghadapi Abimanyu yang begitu tidak bisa mengontrol emosinya sama sekali. Gadis itu melangkahkan kakinya menuju pintu apartemennya, menekan beberapa password, lalu tidak lama pintu pun terbuka.

Sebelum masuk, Abimanyu menahan tangan Kaynara. Kaynara menghela nafasnya kasar, dengan wajah lelahnya, Kaynara menatap Abimanyu dengan tatapan sendu yang dingin,

“Apa?”

“Kita harus bicara.” mohon Abimanyu, “tolong jangan pernah punya pikiran untuk pergi dari hidup aku. Aku mohon.”

Kaynara mendengus,

“Kamu selalu bilang kayak gitu, setiap saat, setiap waktu, dimanapun, tapi apa buktinya? Omongan kamu itu gak sesuai sama gimana perlakuan kamu ke aku!” Kaynara menghempaskan tangan Abimanyu, “kamu terus main sama perempuan di belakang aku, kamu kayak enggak mau aku ada di hidup kamu, kamu kayak push me away secara perlahan dengan main sama banyak perempuan.”

Abimanyu membasahi kedua bibirnya yang kering menggunakan lidahnya. Lelaki itu menggelengkan kepalanya. Apa yang dipikirkan Kaynara jelas tidak benar, tidak pernah sedikitpun Abimanyu berpikiran seperti itu. Semua ini pure karena sifat brengsek Abimanyu bukan karena ia ingin Kaynara pergi dari hidupnya. Bukan sama sekali,

“Enggak sayang, semua yang kamu pikirin itu enggak bener.” Abimanyu memajukan tubuhnya 1 langkah, dia menangkup pipi Kaynara menggunakan satu tangannya. Menatap gadisnya itu dengan tatapan sedih, “ini semua jelas karena kebrengsekan aku. Kamu separuh nafas aku, Kay, gimana bisa aku buang kamu?”

Kaynara terdiam. Matanya menatap Abimanyu dengan penuh kekecewaan. Abim bisa merasakan itu. Air mata luruh dari mata cantik Kaynara, mengaliri pipi tirus namun sedikit tembam milik gadis itu. Detik berikutnya, tangisan itu berubah jadi tangisan yang pilu. Abimanyu tidak sanggup mendengarkan tangisannya, hatinya sakit, Abimanyu ingin menyakiti dirinya karena sudah membuat kekasihnya menangis seperti ini,

“Aku cape, Abim. Aku capek.” isak Kaynara, “aku capek setiap hari aku harus dapetin info tentang kamu yang make out sama perempuan-perempuan asing diluaran sana. Aku capek, bener-bener capek. Aku udah gak sanggup lagi.”

Abimanyu menggelengkan kepalanya. Lelaki itu juga ikut menitikan air matanya. Kepalanya tidak bisa membayangkan dia akan kehilangan Kaynara di dalam hidupnya. Ia tidak sanggup demi Tuhan,

“Abim, aku cinta banget sama kamu. Aku setiap hari selalu nanya ke diri aku sendiri, kenapa aku bertahan sama kamu, maksain diri aku untuk nerima segalanya. Aku sakit, Abim, sakit banget demi Tuhan. Kamu gak sadar kalau kita udah terlalu hancur? Terutama aku. Apa kamu gak sadar?”

Abimanyu terdiam,

“Abim, aku gak pernah mau kehilangan kamu, kamu cinta pertama aku Bim, you're my first, tapi aku juga cape buat berjuang. Kamu selalu bilang kalau kamu adalah rumah aku, tapi, apa ada rumah yang sehancur ini? Apa ada? Aku bingung, Abim, aku kalau sendirian gak bisa, aku ngabisin hidup aku sama kamu, tapi aku juga gak bisa dan gak sanggup kalau harus terus-terusan sama kamu. Sakit, Bim, semuanya nyakitin.”

“Kamu ngasih aku banyak trauma, Abim. Aku gak bisa kayak gini terus, Bim. Maaf, kita harus masing-masing dulu. Kamu harus renungin kesalahan kamu, dan aku juga disini bakal nyoba untuk bisa nerima kamu lagi.”

“Kay, enggak, aku gak mau. Aku udah terlalu banyak kehilangan orang di hidup aku, aku gak mau kehilangan kamu. Aku butuh kamu, Kay, kamu alasan aku untuk tetap bertahan hidup.” Abimanyu memohon kepada Kaynara, suaranya lirih, air matanya tidak berhenti keluar dari mata indah lelaki itu.

Kaynara menggelengkan kepalanya. Demi Tuhan, dia menyerah. Dia menyerah dengan hubungan yang menyiksa ini,

“Aku gak bisa, Bim. Maaf.”

Kaynara masuk ke dalam, meninggalkan Abimanyu dengan segala penyesalannya di depan sana.

Di dalam, Kaynara menjatuhkan dirinya ke lantai, menangis tersedu-sedu. Selama ini, dia yakin kalau dia akan terus bersama Abimanyu, dia juga yakin kalau keadaan akan berubah dan dia bisa merubah sifat kekasihnya itu, tapi kenyataannya, hari ini, hubungan mereka harus berakhir.

Sudah tidak ada lagi kita diantara Kaynara dan juga Abimanyu.

Cerita mereka sudah berakhir.

Mimpi dan cita-cita mereka harus mereka gantungkan diatas langit. Biarkan semuanya menjadi kenangan indah yang sekaligus menyakitkan.

Kaynara berharap semoga setelah ini, Abimanyu bisa berubah dan bisa menemukan kebahagiannya. Baginya, kebahagiaan Abimanyu adalah yang paling utama.