Some Advice


“Capek banget kayaknya, sampai baru bangun jam dua belas siang.”

Jadira menyindir adik kandungnya yang baru saja turun dari kamar dan bergabung bersama mereka di ruang keluarga milik Jefri yang luasnya hampir seperti ruas halaman depan rumah Jadira dan Chandra.

Jani menatap sinis sang kakak yang mana itu malah membuat Jadira dan Chandra tertawa pelan. Sementara Jefri hanya mengulum senyumnya. Tidak mau munafik, Jefri senang melihat Jani yang terlihat kesal dan salah tingkah akibat kelakuan kakak kandung perempuan itu,

“Perempuan tuh gak boleh bangun siang.” seperti belum puas, Chandra ikut menggoda Jani yang baru saja duduk disamping Jefri, berhadap-hadapan dengan Chandra dan Jadira.

Jani mendecakan lidahnya sebal. Kenapa dua kakaknya ini sangat senang membuatnya kesal? Sedangkan kalau Jani yang membuat dua kakaknya itu kesal, pasti gadis itu akan dimarahi habis-habisan. Dunia memang tidak pernah berpihak adil kepada seseorang yang lebih muda. Menyebalkan,

“Ya orang capek kemarin acaranya lama banget. Kenapa sih?” risih Jani.

“Capek karena acara apa capek karena…….” Jadira sengaja tidak melanjutkan kalimatnya, digantikan dengan memasang ekspresi menyebalkan yang ingin sekali Jani acak-acak menggunakan tangan cantiknya.

Meskipun Jefri senang melihat Jadira dan Chandra menggoda Jani—karena gadis itu selalu memberikan respon yang menggemaskan, tetapi sebagai seorang suami Jefri tetap merasa kasihan karena istrinya itu terus-terusan di goda oleh kaka iparnya, dan Jefri bisa melihat raut tidak nyaman yang terpampang di wajah cantiknya,

“Gue sama Jani belum ngelakuin Mba, Mas. Soalnya, kemarin malem emang bener-bener capek banget, Jani juga bangunnya siang karena kita baru tidur jam lima, soalnya deep talk dulu sebelum tidur.”

“Tuh dengerin!” ucap Jani sembari menekankan suaranya di setiap kata yang dia ucapkan, membuat Chandra dan Jadira tertawa pelan.

“Iya iya.” Jadira akhirnya menyerah untuk terus menggoda adik kesayangannya itu. Dia melakukan ini bukan untuk bersikap menyebalkan, dia hanya rindu membuat adiknya kesal. Rumah yang Jadira dan Chandra tempati benar-benar sepi setelah kemarin Jefri membawa Jani untuk menetap disini, “kakak cuman kangen godain kamu, liat muka kesel kamu.” ungkap sang kakak.

Ungkapan itu membuat rasa kesal di dalam diri Jani sedikit mereda. Jujur, dia juga merindukan rumah lamanya. Dia rindu mendengar omelan kakak-kakaknya, dan dia rindu memergoki Jadira dan Chandra yang tengah berciuman di dapur, atau mendengar suara-suara desahan bercinta mereka di malam-malam tertentu (sebenernya yang bagian ini, Jani benci, karena itu sangat menjijikan, tapi hal itu bisa menjadi bahan ejekan dan godaan untuk Jani layangkan kepada kedua kakaknya itu),

“Ya udah nanti kapan-kapan aku nginep di rumah itu kakak.”

“Lah?” Jefri menatap istrinya itu dengan bertanya-tanya. Maksudnya bagaimana? Mereka bahkan baru menikah 1 hari, tapi Jani sudah mau menginap di rumah lamanya, bahkan mereka sama sekali belum melakukan hubungan suami istri.

“Apa?” Jani menyahuti keheranan Jefri. Menatap suaminya itu dengan bingung karena reaksinya yang agak berlebihan itu.

“Kita baru nikah sehari, masa kamu udah mau nginep di rumah kakak kamu?” tanya Jefri, sedetik kemudian dia menatap kakak ipar dan suaminya itu, “no offense, mba, bukannya gue ngelarang Jani untuk nginep di rumah mba dan mas, masalahnya ini kita baru sehari nikah and we haven't even done “that” jadi, boleh kan kasih waktu untuk kita?” tutur Jefri yang hanya dibalas oleh tawa renyah sang kakak ipar.

Sementara Jani, dia hanya diam sembari menahan malu. Bukan, Jani bukan malu karena sikap Jefri yang panik barusan. Dia malu karena Jani menyinggung soal first night yang sama sekali belum mereka lakukan, padahal seharusnya mereka sudah melakukannya kemarin.

Apa Jani benar-benar harus melakukan itu dengan Jefri? Tapi Jani sama sekali belum mencintai Jefri, dan entah apa dia bisa mencintai Jefri atau tidak. Ah, semuanya memusingkan!

“Tenang Jef, tenang, chill.” pinta Chandra yang direspon dengan anggukan kepala dari Jadira, seolah-olah gadis itu setuju dengan Chandra agar Jefri bersikap tenang dan tidak terlalu panik seperti barusan, “maksudnya kita tuh, Jani nginep di rumah kitanya nanti, gak sekarang, kita juga tau diri, kalian masih butuh waktu untuk berduaan dan saling mengenal. Jadi, puas-puasin aja dulu.”

Jefri tersenyum lega,

“Sorry mas, mba, gue kira kalian emang beneran mau bawa Jani buat nginep malem ini.”

“Ya engga lah!” sanggah Jadira, “lagian juga, kayaknya Jani masih pengen mesra-mesraan sama lo tuh.” sambung Jadira sambil menatap Jani dengan tatapan curiganya, “iya gak dek?”

“Apaan sih!” elak Jani.

Ketiga manusia itu tertawa mendengar respon Jani yang sinis dan galak namun tetap terlihat begitu menggemaskan,

“Oh iya, kalian rencana honeymoon mau dimana deh?” tanya Jadira mulai mengganti topik pembicaraan.

Jefri mengangkat kedua bahunya. Pria itu lantas melirik Jani yang duduk disampingnya, Jani juga tidak tahu kemana dia harus pergi untuk honeymoon. Tapi sejujurnya ada banyak tempat indah yang ingin Jani kunjungi, yang sudah ia tulis di dalam buku diarynya,

“Kamu mau honeymoon kemana?” Jefri bertanya kepada Jani.

Jani mengangkat kedua bahunya, “gak tau, aku terserah kamu aja, tapi sebenernya aku udah ada beberapa list tempat sama negara yang pingin aku kunjungin sih. Itu aku ngelistnya bukan untuk honeymoon sebenernya, tapi untuk individual trip.” jawab Jani, Jefri agak terkejut dan salah tingkah ketika Jani menggunakan aku-kamu dengannya.

Iya, Jani terpaksa menggunakan aku-kamu, dikarenakan dia tidak mau membuat Jadira mengomeli dirinya karena masih menggunakan lo-gue ke Jefri yang notabenenya adalah suami gadis itu sendiri,

“Ayo di diskusiin aja dulu. Biar sama-sama enak, tapi jangan saling egois juga, kalau semisal Jani maunya kesini, tapi lo gak mau, ya lo tetep harus ngikutin Jani, atau sebaliknya kalau semisal Jefri mau kesini, tapi kamu gak mau, kamu harus tetep ngikutin maunya Jefri. Karena kalau kalian berdua sama-sama egois, cuman pertengkaran yang bakal kalian hadapi di rumah tangga kalian.” nasihat Chandra, yang didengar dengan seksama oleh Jani dan juga Jefri.

Ya, meskipun pernikahan ini hanyalah sebuah pernikahan yang terjadi akibat perjodohan. Tapi, tetap saja, ada secercah harapan di dalam diri Jani, agar pernikahan ini bisa berjalan dengan indah. Siapa tau, kalau pernikahan ini tidak terlalu banyak pertengkaran, akan membuat Jani lebih cepat jatuh cinta kepada Jefri. Who knows, kan?