Too Many Things Happens


Abimanyu's POV


Gue pulang ke apartemen gue dalam keadaan hampa. Gue yakin, orang-orang yang tadi gue temuin di lobby apartemen dan di lift, bakal pada nyangka kalau gue kemasukan setan, saking kosongnya tatapan mata gue.

Nggak pernah gue bayangkan sebelumnya kalau hari ini benar-benar akan terjadi. Hari dimana gue kembali kehilangan seseorang yang gue sayang dan gue cinta. Dan penyebabnya adalah gue sendiri.

Gue yang berantakan.

Gue yang hidup dalam rasa sakit.

Gue yang memiliki dendam.

Gue yang hancur luar dalam.

Gue yang memiliki trauma.

Gue yang belum berdamai dengan masa lalu gue.

Apa yang gua lakukan ke Kaynara, menciptakan trauma baru untuk dia. Dan gue sadar, kata aku minta maaf aja enggak cukup. Semua rasa sakit Kaynara enggak bisa hilang dengan hanya kata maaf saja, minimal, gue harus pergi yang jauh dari kehidupan dia, atau kalau perlu, gue mati biar luka batin Kaynara bisa hilang.

Kaynara, dia adalah perempuan paling kuat yang pernah gue temui.

Dia adalah perempuan yang selalu menemani gue, mau gue lagi seneng, sedih, bahkan ketika gue nyakitin dia, dia tetap bertahan sama gue. Dia bela gue disaat semua orang menyumpah serapahi gue. Segitu baiknya dia, dan gue masih dengan santainya norehin luka di hatinya yang suci.

Kaynara, gue gak pernah bosen untuk bilang kalau dia adalah rumah gue. Dia adalah jantung gue. Dia adalah belahan jiwa gue. Dia adalah separuh nafas gue. Gue gak masalah kehilangan harta, asal jangan kehilangan Kaynara. Karena gue gak akan pernah sanggup, gue gak sanggup kehilangan dia.

Tapi hari ini, karena kebrengsekan gue dan keanjingan gue. Gue kehilangan dia. Gue kehilangan rumah gue, gue kehilangan jantung gue, gue kehilangan belahan jiwa gue, gue kehilangan separuh nafas gue. Gue kehilangan seseorang yang gue jadikan alasan untuk tetap hidup meskipun setiap harinya trauma menyakitkan di masa lalu itu terus menghampiri gue.

Apa ada alasan gue untuk tetap bertahan hidup sekarang, setelah gue kehilangan Kaynara? Gue rasa gak ada. Hidup gue harus berhenti sampai disini. Dengan begitu, gue bisa membusuk di neraka, sambil meminta ke Tuhan untuk terus bahagiain Kaynara, karena kebahagiaan Kaynara adalah kebahagiaan gue juga.

Otak gue udah gak bisa mikir apa-apa, selain Kaynara, Kaynara, Kaynara, dan mati.

Gue duduk di pinggir ranjang gue. Tangan gue dengan gemetar membuka laci nakas, dan mengambil botol kecil yang berisikan obat tidur yang dosisnya tinggi. Ini adalah salah satu penyelamat kedua gue, setelah suara lembut Kaynara, disaat gue gak bisa tidur atau habis mengalami mimpi buruk.

Gue membuka botol tersebut. Gue mengangkat botol tersebut ke udara dan meletakannya di depan mulut gue. Semua obat itu gue masukan ke dalam mulut gue, dan gue telan sekaligus. Dosis obat tidur yang gue konsumsi ini cukup keras, dan efeknya langsung terjadi kepada tubuh gue saat itu juga.

Gue merasakan diri gue yang mulai kehilangan keseimbangan, dan dada gue yang terasa sesak. Gue mencoba untuk berdiri, namun tubuh gue limbung ke atas ranjang. Penglihatan gue perlahan-lahan mengabur, semuanya pelan-pelan menghitam. Namun, gue bisa melihat bayangan nyokap dan bokap gue yang tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arah gue, ada Gilang dan Langit juga yang melakukan hal serupa, dan terakhir, gue melihat Kaynara, bersama dua anak kecil yang melihat ke arah gue sambil melambaikan tangan mereka. Samar-samar gue mendengar suara anak kecil yang memanggil gue dengan sebutan papa. Suara itu hanya dapat gue dengar beberapa saat. Sebelum pada akhirnya, gue benar-benar tertidur dan kehilangan kesadaran gue.

Gue harap, ini adalah tidur gue yang selamanya. Gue harap, setelah ini, gue tidak akan pernah terbangun lagi.

Selamat tinggal, Kaynara. Aku mencintai kamu, selalu. Kamu harus tahu itu.


Author's POV*

“Anjing, Abim!”

Gilang langsung berseru ketika ia melihat sahabatnya, Abimanyu yang sudah tidak sadarkan diatas ranjangnya dengan mulut pria itu yang dipenuhi oleh busa. Tubuh Gilang bergetar, air mata membasahi matanya. Gilang yang terlihat sangar, kini menangis melihat sahabatnya yang terkapar tidak berdaya diatas ranjang dengan mulut yang mengeluarkan busa,

“Lang, gak ada waktu nangis, Lang. Kita bawa Abim ke rumah sakit!” perintah Langit.

Langit merasakan hal yang sama seperti yang Gilang rasakan. Tubuhnya gemetar, matanya berkaca-kaca, tapi dia mencoba kuat. Dia harus menyelamatkan Abimanyu. Dia harus segera membawa Abimanyu ke rumah sakit, agar supaya nyawa sahabatnya itu masih bisa tertolong. Karena kalau sampai tidak, demi Tuhan, Langit akan terus menyalahkan dirinya sampai dirinya mati.

Kedua laki-laki itu, akhirnya membawa Abimanyu pergi ke rumah sakit menggunakan mobil milik Langit.

Sesampainya di rumah sakit, tubuh Abimanyu langsung diletakan diatas ranjang rumah sakit yang beroda, dan membawanya ke ruang intensif untuk diberikan penanganan yang lebih lanjut, mengingat lelaki itu tidak sadarkan diri karena meminum obat-obatan dengan dosis tinggi dan akhirnya mengalami overdosis.

Gilang dan Langit tidak bisa berbuat apa-apa, selain berdoa kepada Tuhan, agar Dia sudi untuk memberikan satu kesempatan hidup kepada Abimanyu.


Sementara di tempat lain, ada Kaynara yang tengah duduk di kursi kereta, sambil terus melihat ke arah jendela dengan air mata yang tidak berhenti menetes dari matanya. Begitu banyak kejadian yang terjadi hari ini, dan yang paling membuatnya terpukul adalah, berakhirnya hubungan percintaan dia dan Abimanyu.

Ah berbicara tentang Abimanyu, entah kenapa Kaynara merasa tidak enak hati, dan kepalanya terus memikirkan sosok lelaki itu. Dia gelisah, dia ingin menghubungi Abimanyu, dan bertanya apakah dia baik-baik saja, tapi Kaynara mengurungkan niat itu. Dia tidak mau jatuh ke dalam bujuk rayu Abimanyu lagi.

Biarlah, mungkin ini hanya side effect dari berakhirnya hubungan mereka. Tidak perlu terlalu dianggap serius.