twee


Pintu kamar Karina dibuka begitu saja oleh Jeffrey. Membuat sang puan membelalakan matanya, terkejut, melihat Jeffrey yang memasuki kamarnya tanpa permisi dan tidak memperlihatkan rasa bersalahnya.

Karina langsung berdiri tegap dari ranjangnya, tubuhnya yang ideal itu mencoba untuk menghalangi Jeffrey agar tidak menyerbu ranjangnya yang diatasnya ditutupi oleh kain berbahan dasar katun dengan ukuran yang lumayan besar berwarna pink pastel,

“Lo mau ngapain kesini?” Karina bertanya dengan nada suara bergetar, ketakutan.

Jeffrey mengangkat alis sebelah kirinya ke atas, “mau apa lagi saya datang ke kamar selain tidur? Ini sudah malam.”

“Ya gue tau, ini udah malem.”

“Ya kalau kamu tahu, kenapa kamu masih nanya? Malam itu waktu semua manusia istirahat. Dan saya mau istirahat.”

“Tapi lo bukan manusia!” telak Karina.

Jeffrey terdiam, wajahnya termangu seperti orang yang kebingungan dan terkejut.

Dan, Karina, dari dalam lubuk hatinya, dia menyesal karena sudah melontarkan kata-kata yang dirasanya lumayan jahat tersebut kepada Jeffrey. Kata-kata itu muncul begitu saja dari dalam mulutnya, entah apa yang membuat Karina berani untuk berucap sekasar itu kepada Jeffrey,

“Sepertinya kamu gila.” ucap Jeffrey tiba-tiba.

“WHAT!?” Karina berapi-api, “GUE? GILA? WAH SINTING!” sungut gadis itu.

Jeffrey masih terlihat begitu santai dan tenang menghadapi kemarahan Karina,

“Eh lebih gila mana ya sama orang gak jelas yang tiba-tiba dateng ke apartement orang lain dan ngaku-ngaku kalau dia suami si pemilik apartement itu. Coba, gue tanya siapa yang lebih gila?” sindir Karina, mata gadis itu terlihat begitu berapi-api.

“Saya tidak ngaku-ngaku. Kamu itu benar istri saya. Saya punya buktinya.” Jeffrey terlihat begitu meyakinkan Karina, “sebentar.” katanya sambil membuat gesture tangan yang seolah-olah meminta Karina untuk menunggu.

Karina terdiam, hatinya menggebu-gebu, merasa tidak sabar untuk melihat barang bukti yang membuat Jeffrey begitu ngotot mengatakan bahwa Karina adalah istrinya.

Jeffrey merogoh saku jasnya, lalu dari dalam sana ia keluarkan sebuah kalung yang memiliki liontin yang ukurannya lumayan besar. Jeffrey memberikan kalung liontin tersebut kepada Karina, gadis itu awalnya termenung, merasa ragu-ragu, namun, ketika Jeffrey berbicara dengan suara yang lembut,

“Ambil. Kamu bisa lihat bukti itu disitu.”

Karina langsung menerimanya, tangan mungilnya perlahan-lahan, membuka liontin tersebut. Dan dia melihat foto Jeffrey disebelah kanan, dan foto seorang wanita di sebelah kiri. Karina membuka mulutnya, terkejut ia ketika melihat foto wanita di sebelah kiri itu sangat mirip dengan dirinya. Dari mulai mata, hidung, bibir, hingga panjang rambut pun percis seperti Karina. Hanya saja, style wanita itu begitu sederhana dibandingkan dengan Karina,

“Jeff…” suara Karina bergetar, ia menggelengkan kepalanya berkali-kali. Matanya melesat menatap lurus mata Jeffrey, “ini bukan gue.”

“Ya itu memang bukan gue, tapi itu kamu, Sekar.” Jeffrey menegaskan.

“Iya maksudnya, ini bukan g—ini bukan aku.”

“Saya yakin mata kamu masih bisa untuk melihat fotomu sendiri. Tidak mungkin kamu tidak kenal dengan wajah kamu sendiri, Sekar. Ini kamu, ik zweer.” Jeffrey masih terus berusaha untuk meyakinkan Karina, bahwa foto perempuan yang ada di dalam liontin itu adalah dirinya. “Aku bersumpah.”

Karina masih termenung di tempatnya, sambil dia terus melihat foto wanita yang ada di dalam liontin itu. Gadis itu merasa heran, bagaimana ada seseorang yang begitu mirip dengannya, dari mulai mata, hidung, bibir, dan panjang rambut pun hampir sama. Ia tidak pernah percaya akan ucapan orang-orang yang menyebutkan bahwa setiap manusia itu memiliki 7 kembaran di dunia, lalu, setelah melihat fenomena diluar nalar Karina ini, apakah dia harus mulai percaya dengan hal-hal tidak masuk akal seperti ini?

Entahlah, yang jelas, Karina terlalu asik tenggelam dalam lamunannya, sampai gadis itu tidak sadar, kalau Jeffrey sudah merebahkan tubuhnya di atas ranjang milik Karina. Di atas ranjang itu, mata Jeffrey tidak ada henti-hentinya untuk memperhatikan bagian tubuh Karina yang begitu indah, terutama pinggul ramping dan juga leher jenjangnya. Selain karena kebaikan, alasan Jeffrey jatuh cinta kepada Sekar, istrinya, adalah karena tubuh gadis itu yang ideal dan wajahnya yang begitu anggun dan cantik.

Jeffrey ingat, bagaimana dirinya berjuang dulu untuk mendapatkan hati seorang anak perempuan dari pembantunya tersebut. Dan ternyata, Tuhan mengabulkan doa Jeffrey yang setiap hari pria itu panjatkan, tidak hanya pada saat hari Minggu saja, ketika dirinya beribadah ke gereja. Jeffrey dan Sekar, akhirnya menikah, pernikahan mereka berjalan begitu indah dan romantis meskipun Tuhan belum menitipkan ruh di dalam rahim Sekar.

Namun, Sekar hilang sehari setelah ekspansi Jepang ke Indonesia, dan sampai saat ini, Jeffrey tidak pernah lagi mendengar kabar apapun dari Sekar. Lalu, ia merasa begitu beruntung karena Tuhan membawanya kesini, ke gedung yang memiliki begitu banyak deret kamar, dan mempertemukannya dengan Karina, gadis yang dianggap oleh laki-laki itu Sekar karena kemiripan keduanya yang begitu amat lekat,

“JEFFREY!” pekik Karina, membuat Jeffrey mengerjap kaget dan langsung tersadar dari lamunannya. Lelaki itu menatap Karina yang kini sudah merubah posisinya menjadi menghadap Jeffrey, setelah sedari tadi ia hanya berdiri sambil membelakangi Jeffrey.

“Ya?” sahut Jeffrey tenang.

“L—kamu ngapain sih tidur disitu? Tidur di kursi yang ada di depan, jangan tidur disini! Ini kamarku.”

Jeffrey hanya mengangkat kedua bahunya, sambil memasang ekspresi wajah yang—Demi Tuhan, rasanya Karina ingin menampar lelaki itu. Menyebalkan,

“Saya suami kamu, saya tidur disini. Dan kamu, tidur di sebelah saya.”

“WHAT!?”

“Kamu harus ingat, kalau dalam muslim, seperti yang kamu ajarkan ke aku dulu, sudah sewajibnya istri untuk melaksanakan perintah suami selama perintah itu baik dan bermanfaat.”

“Ya tap—”

Jeffrey langsung memotong ucapan Karina,

“Sini.”

Bukannya menghampiri Jeffrey, Karina malah pergi meninggalkan kamarnya sendiri, dan memilih untuk pergi ke ruang tengah apartementnya, mendudukan dirinya di sofa, dan merenung memikirkan sosok “Sekar” yang ada di dalam liontin tersebut, yang kebetulan wajahnya amat sangat mirip dengan Karina.