We Still Can Be Friends
Setelah bermain-main sebentar dengan Kaisar, dan menidurkan bayi itu. Emily diajak oleh Ethan untuk pergi ke halaman belakang rumah lelaki itu. Entah apa maksud dan tujuan Ethan, tapi Emily tetap menurutinya. Dan kini, kedua insan manusia itu tengah duduk berdampingan di ayunan besar yang muat untuk diduduki dua orang, yang letaknya berada di sudut pinggiran kolam renang.
Sudah hampir sepuluh menit mereka berdua duduk berdampingan, namun, tidak ada satupun yang memulai pembicaraan. Hanya keheningan yang menyelimuti mereka berdua. Baik Ethan maupun Emily, mereka sama-sama ragu dan canggung. Sampai pada akhirnya, Ethan yang terlebih dahulu memecah keheningan diantara keduanya,
“Gue kayaknya harus ngejelasin deh apa yang sebenernya terjadi sebelas tahun yang lalu.” ucap Ethan yang langsung membuat Emily menoleh ke arahnya.
“Come on, thats not a big deal. No need explanation.”
Bohong.
Emily jelas ingin mengetahui alasan itu. Seumur hidupnya, Emily terus dihantui oleh pertanyaan-pertanyaan di dalam kepalanya tentang Ethan yang memilih untuk mengakhiri hubungannya dengan Emily padahal mereka saja baru beberapa menit pacaran. Hanya saja, Emily tidak mau terlihat seperti dia menginginkan alasan itu, maka dari itu dia memilih untuk basa-basi dengan mengatakan seperti kalimat diatas.
Gadis tahu, kalau cinta yang bersemi di bangku Sekolah Dasar itu bukan cinta yang sebenarnya, biasanya itu hanya cinta monyet, atau cinta sesaat. Tapi, tetap saja, Emily masih tidak terima. Semua itu benar-benar mengganggunya,
“Well, dengan cara lo ngungkit permasalahan tadi, gue rasa you need an explanation, so—”
“Please explain!” Emily buru-buru memotong ucapan Ethan sambil memasang ekspresi wajah serius. Emily sudah tidak tahan lagi, dia benar-benar membutuhkan penjelasan itu.
Ethan terkejut melihat perubahan ekspresi muka Emily yang begitu cepat,
“Oke i'll explain.” Ethan melanjutkan kalimatnya, “sebenernya, hari itu gue gak pernah ada niat untuk mutusin lu, cuman, my parents are kinda old fashioned. Jadi, mereka gak ngizinin gue pacaran waktu gue SD.”
“Ethan, i think all parents are doing what your parents doing. They forbid their children who are still in elementary school to date.” sahut Emily.
“Ya, i know, but my parents are so crazy, especially my dad, dia bakalan ngerem gue di kamar mandi.”
Terdengar helaan nafas yang berasal dari Ethan. Sementara Emily tidak memberikan reaksi apa-apa, dia hanya duduk disana dan menunggu Ethan untuk melanjutkan kalimatnya,
“Look.” Ethan berujar seraya berdehem dan merubah posisi duduknya menjadi agak sedikit menyamping, agar bisa berhadap-hadapan dengan Emily, “i really liked you back then. I swear the god, Emily that's not just only a puppy love, i'm really sincere. It just, i was to afraid of my parent's threats. That's why i choose to end our relationship. Im so sorry”
Emily tersenyum, dia menganggukan kepalanya, membuat Ethan bingung dengan reaksi yang Emily berikan, bukankah seharusnya ada sedikit saja kekecewaan dari wajah Emily, kenapa dia terlihat begitu tenang?
“Its okay. I forgive you.” ucap Emily dengan tulus.
“Wow.”
Emily menatap Ethan dengan kebingungan, “what's wrong with your reaction?” tanya Emily.
“Gue kaget aja—well amazed sih sebenernya. Seharusnya lo kayak marah kek gitu sama gue atau gimana, tapi ini lo malah forgive me so easily.” jawab Ethan.
“Actually, i used to really hate you back then.” ucap Emily.
“Oh ya?” respon Ethan.
Emily tertawa pelan sambil menganggukkan kepalanya, “well, i know i shouldn't have to hate you. But, still, it hurts to be dumped by someone who's only been your boyfriend for 28 minutes. I mean, you are my first boyfriend, shouldn't our relationship last longer?”
Ethan mengangguk. Ya, seharusnya hubungan mereka bisa bertahan lebih lama waktu itu. Tapi, Ethan malah mengacaukannya,
“Emily.” panggil Ethan.
“Ya?” respon Emily.
“Am i your first boyfriend?” tanya Ethan ingin kembali memastikan.
Emily mengangguk,
“I thought you dating Raihan, before you dating me.” ucap Ethan agak tidak percaya.
“Duh, i wish i could date him. But turns out, he doesn't like me.”
“Cowo goblog.” gerutu Ethan yang disambut tawa kecil oleh Emily.
“You're right. So fucking right.” Emily melanjutkan kata-katanya, “kok lo bisa bisanya nyangka gue sama dia pacaran? Jangan bilang karena….”
“Ya, karena dia punya nomor telfon lu. Jadi ya, pada saat itu gue masih SD, pemikiran gue masih kayak, if he has your phone number, that means he's your ex.”
“Astaga, dasar bocah.” ejek Emily, yang hanya dibalas dengan kekehan Ethan.
“By the way, after all of this, we can be friends right?” tanya Ethan.
Emily mengangguk dengan semangat,
“Of course we can.”
“Now give me a best friend hug.” pinta Ethan sambil merentangkan tangannya.
Emily tersenyum lalu memeluk tubuh Ethan, sampai akhirnya suara tangisan Kaisar terdengar. Emily buru-buru melepaskan pelukannya, dan berlari meninggalkan Ethan untuk mengurus Kaisar. Takut takut kalau anak laki-laki itu terjatuh ke lantai.
Sementara Ethan, dia masih duduk manis di tempatnya sambil tersenyum misterius. Entah apa makna dibalik senyumannya, hanya dia dan Tuhan yang tahu.