Wedding Present from Jefri's Parents


“Ini hadiah pernikahan dari papa sama mama.” ungkap Papa Jefri sambil menyerahkan dua tiket pesawat ke Maldives kepada Jefri dan Jani.

Jani membelalakan matanya. Maldives adalah salah satu destinasi wisata yang ingin Jani kunjungi sudah dari lama. Ekspresi muka gadis itu terlihat begitu bahagia, guratan senyumnya juga menjelaskan kalau Jani benar-benar senang dengan hadiah pernikahan dari kedua mertuanya.

Sama seperti Jani, Jefri juga senang. Akhirnya, dia memiliki waktu berdua bersama Jani di luar negeri. Sudah hampir satu minggu ini, Jefri selalu bermain sendiri, dia benar-benar berharap, di Maldives nanti Jani mau untuk melakukan hubungan suami istri bersamanya,

“Jani senang?” tanya mama sembari melihat Jani dengan wajah turut bahagia.

Jani menganggukkan kepalanya penuh semangat, “seneng ma, Jani seneng banget.” jawab Jani excited, dia melirik Jefri yang duduk di sampingnya dengan senyuman menggemaskannya. Jefri melihat itu hanya tertawa kecil lalu mengecup kening Jani.

Melihat keharmonisan dan sikap romantis sang anak, membuat Papa dan Mama turut bahagia. Sebagai orang tua, mereka berdua merasa khawatir. Takut kalau Jefri dan Jani tidak akan bisa harmonis, rumah tangganya selalu dihiasin pertikaian, tapi nyatanya, ketakutan mereka salah. Jani dan Jefri lebih romantis dari pasangan yang menikah atas dasar cinta,

“Lusa kalian berangkat, dan kalian harus gunain waktu kalian sebaik-baiknya, ok?” ucap sang papa.

Jefri dan Jani kompak menganggukkan kepalanya,

“Siap pa. Jefri pasti bakal gunain waktu honeymoon kita sebaik mungkin.” sahut Jefri. Ada maksud lain dari ucapannya itu, dan hanya ia dan papanya lah yang mengerti.

“Oh iya, kata Jani katanya kalian mau pindah rumah ya?” tanya mama.

Jefri menganggukkan kepalanya, “aku gak mau Jani tinggal di rumah ini tapi itu malah bikin dia gak nyaman dan capek karena rumah ini luas banget. Makanya aku setuju buat pindah.” jelas Jefri, yang diikuti dengan anggukan kepala dari Jani sebagai respon atas ucapan suaminya itu.

“Kapan pindahnya?” tanya papa.

“Kayanya sih pulang honeymoon aja.” jawab Jefri, “terus juga rumah ini mau aku jadiin villa aja, aku sewa-sewain.” sambungnya, sembari matanya melirik ke sekeliling rumah besarnya ini.

“Nah kan, dari dulu mama udah bilang ke kamu, tapi kamu gak mau denger. Untung ada Jani, jadi kamu mau nyewain mansion ini.” kesal sang mama.

Jefri hanya cengar-cengir—memperlihatkan deretan gigi putih nan rapihnya,

“Ya udah kalau kayak gitu.” papa melanjutkan ucapannya, “tadinya papa sama mama mau lama diem disini, tapi papa ada kerjaan dan harus flight ke Solo sama mama, jadi papa izin pulang ya? Takut ketinggalan pesawat.” pamit papa seraya berdiri dari duduknya, diikuti dengan mama, Jefri, dan Jani.

“Berapa lama, pa?” tanya Jefri.

“Ya paling semingguan.” jawab papa, “Jani, papa sama mama pulang dulu ya, baik-baik disini. Kalau Jefri nakal jangan kasih dia jatah.” candanya yang membuat Jani tertawa pelan.

“Siap pak bos!” ucap Jani sambil membuat gerakan hormat.

Mama tertawa gemas, tangannya terulur untuk mencubit pipi Jani.

Setelah kedua orang tua Jefri pulang, kini tersisa Jani dan Jefri di rumah itu,

“Jef.” panggil Jani.

“Hm?” sahut suaminya itu dengan nada suara yang super lembut.

“Mau aku kamuan kan?”

“Mau!” jawab Jefri dengan mata berbinarnya.

“Gue boleh bawa bikini ke Maldives ya?”

“Dipakenya kalau lagi sama saya aja tapi.”

“Ih di dalem rumah mana ada pake bikini.”

“Kamu kalau lagi mandi aja gak pake apa apa. Lagian di depan suami ini.”

Jani mendecak sebal,

“Jadi gak boleh pake bikini?” gerutu Jani, Jefri mengulum senyumnya. Tangannya ia gunakan untuk merengkuh pinggul ramping sang istri.

“Boleh.” jawab Jani, lalu sepersekian detik kemudian, dia membisikkan kata-kata tepat di telinga Jani, “tapi saya mau makan kamu, boleh?”

“Sekarang?” tanya Jani dengan gugup.

“Kalau kamu belum siap sekarang. Nanti, pas di Maldives juga gak masalah.” jawab Jefri, “tapi kalau di Maldives tiap malem aja ya?”

Jani menatap Jefri sinis,

“Kalau lo mau kayak gitu, mending lo having sex aja sana sama pasir. Orang gila.”

Lalu, Jani pergi meninggalkan Jefri yang sedang tertawa di tempatnya.