Our Last Day
Jihan sudah tiba di hotel dari beberapa menit yang lalu. Kunci duplikat kamar yang dipesan Juan sudah ada di genggamannya, wanita itu sekarang sedang berada di dalam lift untuk memergoki Juan yang sedang bersama wanita lain di dalam kamarnya.
Janu, teman satu kampus Jihan, tadinya menawarkan diri untuk menemani Jihan, takut-takut ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Namun, Jihan menolak, dia tidak ingin melibatkan orang lain di dalam hubungannya ini.
Pintu lift terbuka. Jihan segera keluar dari dalam lift dengan perasaan hancur, dan matanya yang sudah sembab. Iya, selama perjalanan ke hotel, tidak ada yang bisa Jihan lakukan selain menangis. Membayangkan hal gila yang dilakukan Juan dengan “selingkuhan”nya di dalam sana.
Kini, tibalah Jihan di depan pintu kamar nomor 302. Dengan tangan yang bergetar, Jihan membuka pintu tersebut dengan duplikat kunci yang diberikan Janu. Begitu pintu terbuka, Jihan segera masuk ke dalam. Dan, hal buruk yang dipikirkannya selama perjalanan tadi pun benar benar terjadi.
Jihan mendengar suara desahan seorang perempaun yang terus memanggil nama Juan. Hati Jihan benar-benar sakit, air mata sudah mengalir deras dari mata indahnya. Dia ingin pergi dari sana, namun, dia ingin menghampiri Juan, dan mengakhiri semuanya hari ini.
Dengan sekuat tenaga, Jihan terus melangkahkan kakinya menuju kamar. Dan, sekarang, dia berada di sudut kamar, melihat Juan yang sedang bergumul dengan wanita dibawahnya. Kalau bisa pingsan, Jihan ingin pingsan sekarang. Melihat bagaimana Juan laki-laki yang begitu mencintainya, sedang mencumbu perempuan lain di depan matanya,
“Happy anniversary yang kedua tahun Juan Alvaro Naruna.” ucap Jihan dengan nada lirih dan bergetar.
Juan terkejut mendengar kekasihnya ada disini. Dia yang sudah tidak memakai atasan, langsung bangkit dan menatap Jihan yang sudah menangis dengan tatapan penuh sendu. Juan menggelengkan kepalanya, memberi kode kepada Jihan kalau apa yang dilihatnya bukanlah seperti apa yang dipikirkan oleh Jihan.
Sementara wanita yang tadi dicumbu oleh Juan. Hanya terduduk diatas ranjangnya, dengan raut wajah penuh penyesalan. Jihan tahu siapa dia. Dia adalah Yunita, teman masa kecil Juan.
Juan berjalan menghampiri Jihan. Lelaki itu berdiri di depan Jihan dengan tatapan penuh rasa bersalah,
“Jihan.” panggil Juan dengan suara yang gemetar.
“Juan, aku gak tau aku salah apa sama kamu selama ini, sampai kamu tega ngelakuin ini di hari anniversary kita. Aku minta maaf sama kamu, kalau selama ini aku gak pernah cukup untuk kamu. Aku udah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa jadi pacar yang terbaik buat kamu, meskipun hasilnya sia-sia. Tapi, aku gak pernah nyesel untuk itu.”
“Aku punya hadiah untuk kamu di hari anniversary kita yang ke dua tahun ini. Sebentar.” Jihan merogoh tasnya, dan mengambil dua tiket liburan ke Lombok, lalu dia memberikannya kepada Juan, “aku payah dalam ngasih hadiah, jadi aku cuman bisa ngasih ini ke kamu. Kamu bisa pakai dua tiket itu untuk pergi sama Yunita kesana, karena detik ini im not your girlfriend anymore.”
Juan membuang dua tiket itu ke lantai. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya, menolak kemauan Jihan untuk selesai dengannya,
“Enggak. Aku gak mau putus dari kamu. Jihan, aku minta maaf, semua ini salah aku, tapi tolong, kasih aku kesempatan kedua. Aku gak mau, Jihan. Aku gak tau harus apa kalau aku tanpa kamu.”
Jihan tersenyum, sambil terus menitikan air matanya,
“Kamu bisa tanpa aku, Juan. Kamu gak sadar? Hampir beberapa bulan ini, kamu laluin hari-hari kamu tanpa aku, selalu ada Yunita yang terus sama kamu. Itu artinya apa? Kamu bisa, kamu bisa tanpa aku.”
“Enggak mau, Han, aku mau kamu. Aku mohon, jangan tinggalin aku. Kamu boleh pukul aku, tendang aku, atau lakuin apapun yang kamu mau ke aku, asal jangan putus.”
“All i wanna do is break up with you.”
“Jihan, aku mohon jangan gini.”
“Aku minta maaf, Juan. Aku cinta sama kamu, cinta banget, gak pernah aku se cinta ini sama orang lain. Tapi, aku juga sakit ngeliat kamu kayak tadi sama perempuan lain. Kamu punya aku, seharusnya kamu sadar itu. Tapi, aku gak tau apa yang buat kamu kayak gini. Dan aku pun gak mau tau, jadi, ayo sekarang hidup masing-masing, tanpa adanya kita diantara aku sama kamu. Aku permisi.”
Jihan hendak berlalu, namun Juan terus menahannya. Namun, Jihan berhasil untuk pergi dari sana.
Jihan pulang ke rumahnya dengan berjuta-juta tangis dan juga rasa sakit di dalam hatinya.
Dia tidak tahu kalah hari jadi ke 2 tahun hubungannya dengan Juan, akan menjadi hari terakhir dia dan Juan menjadi sepasang kekasih.
Mungkin ini memang yang terbaik. Mungkin.