Hari Jumat sebetulnya bukan hari yang melelahkan bagi Ethan. Jadwal kuliahnya pun tidak padat, hanya ada satu mata kuliah yang harus dia ikuti, setelah itu, Ethan bisa pulang ke kost-annya dan beristirahat atau bermain games atau melakukan video call dengan ketiga sahabatnya Haikan, Raven, dan juga Jehan.
Tapi, untuk Jumat di minggu ke-empat bulan Juli ini, Ethan merasa benar-benar lelah, seperti dirinya baru saja menyelesaikan beberapa tugas tanpa diberi istirahat. Ethan berpikir kalau mungkin itu disebabkan karena perasaan tidak enak yang menyelimuti dirinya.
Maka dari itu, Ethan menuliskan curhatan tentang hal tersebut di akun twitternya, lalu cerita ke tiga sahabatnya. Dan mereka memberi saran agar Ethan tidak terlalu memikirkan hal tersebut dan mencoba untuk mencari kegiatan yang lain, agar pikiran Ethan ter-distract.
Dan ya, Ethan akhirnya menuruti saran dari sahabatnya itu. Dia mencoba untuk bermain gitar dan bernyanyi dengan sesuka hatinya, namun hal itu juga tidak kunjung membuat Ethan bisa tenang, justru perasaan itu semakin menghantuinya. Tidak hanya bermain gitar, Ethan pun sampai rela membersihkan kost-kostannya padahal biasanya dia selalu menyewa jasa go-clean untuk membersihkan kost-kostannya yang selalu jauh dari kata rapih.
Kegiatan bersih-bersih kostan yang Ethan lakukan cukup berhasil membuat Ethan semakin lelah. Berkali-kali Ethan menguap. Ethan mencoba untuk tetap bertahan dan tidak tertidur, karena takut kalau bangun tidur nanti sesuatu yang buruk terjadi kepadanya. Sebisa mungkin dia tetap membuat dirinya waras, dengan cara apapun, entah itu pergi ke toilet untuk cuci muka, menampar pipi sendiri, atau mendengarkan lagu milik Gun n Roses melalui ponselnya.
Namun, sekuat apapun Ethan berusaha untuk tetap sadar, rasa kantuk berhasil mengalahkannya. Iya, pada akhirnya Ethan pun terlelap dengan begitu nyenyaknya. Suara dengkurannya begitu keras, bahkan air liur membentuk sebuah bulatan seperti pulau di bantalnya. Entah bagaimana reaksi perempuan diluaran sana ketika mengetahui Ethan yang terkenal sebagai laki-laki super tampan dan menjadi dambaan seluruh kaum hawa tidur dengan air liur yang begitu banyak dan juga suara dengkuran keras yang bisa saja mengganggu beberapa orang.
Mungkin tiga jam lebih Ethan sudah terlelap, tapi belum ada tanda-tanda lelaki itu akan bangun juga. Sampai pada akhirnya, suara ketukan keras yang berasal dari pintu kamar kostannya, berhasil membangunkan Ethan. Dengan mukanya yang setengah basah karena air liur, juga matanya yang merah dikarenakan baru bangun tidur. Ethan bangkit dari kasurnya, dan berjalan untuk membuka pintu. Ia bingung ketika melihat ketiga sahabatanya berdiri di depan kostannya, ditambah lagi ada beberapa penghuni kostan juga yang berdiri bersama mereka bertiga,
“Lu bertiga ngapain kesini?” tanya Ethan menatap Haikal, Raven, dan Jehan bergantian.
Bukannya mendapatkan jawaban, yang Ethan dapatkan adalah pukulan keras tepat di pipinya. Jelas Ethan terkejut, dia bahkan sampai limbung dan jatuh ke lantai. Pukulan yang dihadiahkan oleh Jehan itu cukup membuatnya tersadar. Ethan menatap Jehan dengan tatapan yang menuntut penjelasan,
“Lu apa-apaan anjing main nonjok gue?” tanya Ethan tidak terima setelah ia bangkit dari jatuhnya.
“Lu hamilin anak orang kan anjing?” bukannya menjawab Jehan malah balik bertanya.
“Mabok lu? Siapa yang hamilin anak orang bangsat, orang gue aja baru bangun tidur.”
Tiba-tiba ada seorang perempuan yang maju ke depan sambil menggendong seorang bayi. Ethan kenal siapa perempuan itu, dia adalah penghuni di kostan yang sama seperti yang Ethan huni tapi wanita itu tinggal di lantai atas, dan seingat Ethan wanita itu memiliki kekasih, juga, sejak kapan wanita itu hamil?
“Ini.” kata Raven, “ini anak tadi ada di box depan kamar lu, dan mending lu baca surat ini deh.”
Raven memberikan surat yang sedari tadi dipegangnya kepada Ethan. Ethan menerima dan membacanya. Mata lelaki itu membulat kaget ketika membaca isi dari surat tersebut,
“Aku udah gak sanggup lagi ngurus bayi ini sendirian. Aku harap kamu mau tanggungjawab dan urus bayi ini, biar kamu rasain gimana struggle-nya aku ngurus bayi ini sendirian.”
Ethan langsung membuang surat tersebut ke lantai. Dia menatap semua orang yang berdiri di depannya dengan tatapan yang meyakinkan. Meyakinkan mereka kalau anak itu bukanlah anaknya. Ethan tidak mungkin melakukan hal sebejat itu, kalau pun iya, Ethan tidak akan pernah lari dari tanggung jawab.
Dia adalah laki-laki yang dibesarkan oleh kedua orang tuanya untuk menghargai setiap orang, apalagi perempuan,
“Sumpah gue berani sumpah pocong sekarang itu anak bukan anak gua.” ucap Ethan dengan menggebu-gebu, dia ingin semua orang percaya akan kesaksiannya.
“Than, jangan kayak gini.” ucap salah satu penghuni kost-an diikuti dengan penghuni kost-an lainnya.
“Than, lu temen gue, tapi jujur gue kecewa sama kelakuan lo. Gue gak nyangka lo bisa sebrengsek ini.” ucap Haikal yang sedari tadi hanya diam sambil menatap Ethan dengan tatapan kecewa dan marahnya.
Ethan menggeleng, wajahnya terlihat putus asa. Bagaimana caranya dia menjelaskan kalau bayi ini bukanlah anaknya,
“Demi Tuhan, Kal, Ven, Je, gue gak tau. Kalau pun iya gue hamilin perempuan, gue gak bakal lari dari tanggung jawab. Lo tau kan gimana gue?”
Haikal, Raven, dan Jehan terdiam. Mereka bertiga tahu sebenarnya kalau Ethan adalah sosok yang sangat amat bertanggungjawab dan menghargai perempuan, mereka percaya Ethan tidak melakukan ini, tapi sisi lain dari diri mereka mengatakan kalau bisa saja selama ini Ethan bersikap seperti laki-laki baik dan menghargai perempuan demi untuk menutupi kebusukan yang sebenarnya,
“Ya terus ini bayinya gimana, Than? Ini anak lo, lo tega biarin dia diem di kardus kedinginan hah? Seengganya, kalau lo gak mau tanggung jawab, tolong kasihan sama dia. Dia gak salah sama sekali, lo sama cewe yang lo tidurin yang salah. Ini pegang bayi ini.” perempuan itu menyerahkan bayinya kepada Ethan.
Ethan benar-benar tidak bisa bergerak, tubuhnya kaku ketika melihat sosok bayi itu yang umurnya kemungkinan masih sekitar 7 bulan. Dan, ketika mata bulat bayi itu menatap tepat ke mata Ethan, hati Ethan tiba-tiba menjadi tergerak dan terenyuh, merasa kasihan dengan bayi malang ini yang di buang oleh perempuan tidak tahu diri di luar sana. Tangan Ethan terulur begitu saja, seperti ada sesuatu dari belakang yang mendorongnya dan menggendong bayi itu dan surprisingly Ethan menggendong bayi itu dengan posisi yang benar, tidak seperti kebanyakan laki-laki diluaran sana yang masih selalu salah ketika menggendong seorang bayi.
Moment itu cukup membuat Jehan terharu, dia tidak menyangka bahwa sahabatnya itu kini sudah menjadi seorang ayah. Walaupun masih belum terbukti, tapi Jehan merasa marah dan juga bangga kepada Ethan. Tidak hanya Jehan, Haikal dan Raven pun merasakan hal yang sama. Senyum tipis terpatri di wajah mereka bertiga tat kala melihat Ethan yang sudah seperti sangat pro dalam menggendong bayi.
Akhirnya, kerumunan pun di bubarkan, setelah melalui beberapa banyak perdebatan yang alot. Dan kini, di dalam kamar kost-an Ethan, hanya ada Haikal, Raven, Jehan, Ethan, dan si bayi kecil yang kini sedang tertidur di atas kasur Ethan. Keempat pria itu memperhatikan bayi kecil itu dengan seksama, mereka begitu terpana dengan bayi lucu nan menggemaskan itu,
“Guys, lo percaya kan kalau bayi ini bukan anak gue?” Ethan bertanya sambil matanya masih fokus memperhatikan bayi lucu tersebut.
“Gue bingung.” jawab Haikal.
“Gue juga.” Raven dan Jehan ikut bersuara.
“Gue tau lu gak mungkin ngehamilin perempuan di luar sana, ya kecuali kalau lu udah nikah sama perempuannya. Ini kalau lu ngelakuin di luar nikah kayak enggak mungkin, we know you so well lu selalu baik sama perempuan, lu selalu menghargai perempuan walaupun looks lu kayak playboy kelas kakap yang cewenya ada di setiap sudut kota.” ujar Jehan.
“Terus lu kenapa nonjok gue bajingan?” kesal Ethan.
“Gue keburu emosi.” jawab Jehan.
“Bilang aja cemburu Ethan ternyata ngehamilin cewe lain.” celetuk Haikal.
“Moncong lu di jaga.” gerutu Jehan sambil memukul kepala bagian belakang Haikal.
Yang di pukul hanya mengaduh sambil tertawa,
“Terus, anak ini mau lo apain?” tanya Raven sambil menatap Ethan.
Ethan mengangkat kedua bahunya, “jujur gue clueless banget, gue masih shock.” jawab Ethan.
Bagaimana tidak shock, dirinya yang sedang tidur nyenyak, tiba-tiba terbangun dan sudah disodorkan bayi oleh seseorang yang mengaku-ngaku dihamili olehnya. Siapapun yang ada di posisi Ethan, butuh banyak waktu untuk memahami situasi gila ini,
“Kenapa gak coba lu urus aja?” saran Haikal.
“Gila lu? Gue ngurus sendiri aja kaga bisa, gimana lagi ngurus bayi.” sungut Ethan.
“Ya terus? Lu mau simpen ni anak di kardus lagi? Lu ga kasian apa?” Haikal jadi kembali larut terbawa emosi.
Ethan mendecak, “ya kemanain kek, ke panti asuhanin kek, panti sosial kek.” ucap Ethan dengan begitu entengnya.
“Lu tau gak sih? Semua yang terjadi di kehidupan kita ini mungkin aja ada alasannya, kayak Tuhan gak mungkin tiba-tiba ngasih kita sesuatu yang wah tanpa ada maksud dan tujuannya.” tutur Jehan, Ethan, Haikal, dan Raven seketika terfokus kepada Jehan menunggu anak itu untuk melanjutkan ucapannya, “bisa jadi nih ya bisa jadi, sebenernya ini anak tuh ngebawa kebahagiaan buat lo, Than. Lo kan sering bilang, semenjak nyokap bokap lu pindah ke Paris, lo ngerasa kesepian, makanya lo milih ngekost daripada tinggal di rumah lo yang gedenya udah kayak rumah kosong di film horror. Nah, Tuhan hadirin ini anak sebagai penghilang rasa sepi lu. Ini anak emang bukan anak lu, tapi bisa lu anggep dia sebagai adik lu. Lu juga selalu bilang kan kalau lu pingin punya adik?”
Ethan terdiam, apa yang diucapkan oleh Jehan ada benarnya juga,
“Atau, ada kemungkinan juga, kalau anak ini adalah sosok yang Tuhan kirimin buat lo untuk lo ketemu sama jodoh lo.” lanjut Jehan.
“Kagak nyambung goblog.” tandas Haikal.
“Tau nih si Jehan, dari bayi ke jodoh anying. Freak lu.” timpal Raven.
Jehan mendecak sebal,
“Ada banyak kemungkinan yang terjadi walaupun pada awalnya kayak aneh dan gak mungkin banget. Makanya lu pada tuh jangan memaknai hidup dengan sempit, sekali-kali memaknai hidup dan jalan kerja takdir dengan luas dong.” sombong Jehan.
“Terus ini anak gimana? Harus gue apain?”
“Lo rawat.” jawab Haikan, Jehan, dan Raven bersamaan.
“Anjing, kalau gue rawat ini anak, yang ada umur ni anak kagak bakal nyampe setaun.”
“WOI KONTOL ATI ATI LU KALO NGOMONG.” kesal Haikal.
Raven langsung memukul bahu Haikal dengan kencang,
“Goblog ah di pukul mulu gue.” kesal Haikal disertai ringisan akibat pukulan Raven yang kencang di bahunya.
“Elu tolol, punya lambe tu di jaga, sekarang disini ada bayi.”
“Ya emang dia bakal paham gitu apa yang gue omongin? Dia ngomong aja belom bisa.”
“Mending tutup baham lu Kal.” tambah Jehan.
“Anjing malah ribut lu berdua. Ini kalau gue urusn ni anak, gimana coba? Gue gak bisa urus sendirian.” Ethan terlihat begitu frustasi.
“Lu hidup di jaman keren begini gak usah panik lah anjir. Lu bisa hire baby sitter kalau lu mau.” Ethan baru mau membuka mulutnya namun Raven buru-buru memotongnya, “lu orang kaya, gue yakin lu mampu bayar baby sitter.”
Ethan menghela nafasnya,
“Gue harus nyari dimana? Gue gak mau pergi ke tempat pelatihan ART gitu males gue.”
“Lu bisa cari di twitter, sekarang di twitter ada autobase yang kita bisa cari orang yang mau kerja sama kita, rata-rata mereka yang baru lulus kuliah terus butuh kerjaan sambil nunggu kerjaan yang lain, atau yang lagi cuti kuliah, atau yang abis lulus SMA gak ada biaya buat lanjutin kuliah jadi milih kerja. Nama basenya worksfess, lu cari sekarang buruan.” desak Raven.
Ethan pun tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti apa yang Raven, Haikal, dan Jehan sarankan. Lagipula, jujur dari lubuk hatinya yang paling dalam, Ethan tidak tega untuk membawa anak kecil tak berdosa ini ke panti sosial ataupun panti asuhan, selain pengurusan dokumennya yang bisa saja ribet, Ethan merasa takut kalau anak ini tidak di rawat dengan semestinya disana.
Mudah-mudahan, apa yang Jehan ucapkan benar, kalau anak ini dikirimkan Tuhan kepada Ethan untuk membawakan sejuta kebahagiaan kepada Ethan.